Konvensi Nasional Tes Psikologi Indonesia
Konvensi Nasional Tes Psikologi Indonesia

 

Pada 7-8 April 2016, di Aston Hotel, Bali, Juneman Abraham menghadiri Konvensi Nasional Tes Psikologi Indonesia. Aktivitas ini sekaligus menjadi ajang pendalaman minat terhadap psikometrika dan pengembangan alat ukur psikologis.

Berikut ini adalah sejumlah catatan Juneman selama berada dalam konvensi ini, yang turut ia sampaikan kepada HimpsiJaya:

Konvensi ini dibuka oleh Ketua Umum Himpsi, Dr. Seger Handoyo, dan dihadiri oleh 3 Kepala Dinas Psikologi dari TNI serta 3 “pendekar” Psikometri Indonesia (Jahja Umar, Urip Purwono, Saifuddin Azwar).

Persoalan tes telah mengancam integritas profesi, & konvensi kali ini akan mencari kesepakatan dan komitmen bersama (Robert, Ketua Panitia).

Sumber pendapatan terbesar Biro Psikologi adalah tes psikologi. Tes sebagai sarana utama tetapi justru menjadi persoalan terbesar (Seger H).

Dampak persoalan tes: Orang tidak percaya pada tes, integritas profesi hilang. Persoalan ini harus segera disikapi (Seger H).

Tes Psikologi (Psikotes) dapat merujuk pada kegiatan maupun sebagai alat/instrumen. Problem: Kerahasiaan, interpretasi, bimbingan tes, dll (Urip P).

Tes psikologi di Indonesia: disadari penting, sering dipakai, namun selama ini tidak diurusĀ  (Urip P).

Banyak tes yang dikembangkan oleh pihak-pihak yang tidak memiliki kompetensi (Urip P).

Problem tes tidak bisa lagi diurus secara sektoral, melainkan harus diurus dalam skala nasional. Kita tidak bisa lagi hanya bersandar pada senior (Urip P).

CBT (Computer Based Test) memiliki Taksonomi (pengelompokan: Linear, Adaptif) dan punya kompleksitas (Urip P).

CBT model adaptif: tes disesuaikan dengan kemampuan peserta. Bisa saja antar-peserta memperoleh item yang berbeda-beda dan jumlah item yang berbeda.

CBT Adaptif: Menyesuaikan tingkat kesulitan item dengan kemampuan peserta. Item tes masuk bank soal harus dikalibrasi.

Dasar pemilihan item CBT adaptif: measurement precision, content balancing, test security, efisiensi pengetesan.

CBT model adaptif: Tes bisa berhenti sejalan dengan estimasi abilitas peserta tes.

Pelaporan tes: Konstruk – Alat ukur – Skor – Kesimpulan – Interpretasi.

CBT tidak bisa menggantikan psikolog untuk memberikan hasil yang dinamik (Urip P).

Migrasi Paper based test (PBR) ke CBT tetap harus memperhatikan aspek-aspek psikometri (fairness). Tes yang dikomputerisasi bukan berarti serta-merta / otomatis Valid. Tetap harus diadakan studi validasi.

Guideline pengembangan CBT ada dua: dari ITC (International Test Commission) dan dari British Psychological Society (BPS).

Harus diingat, terdapat berbagai ragam model CBT (Urip P).

Di Amerika tidak ada disputasi (perdebatan) pengukuran psikologi & pendidikan karena selalu disepakati bersama antara APA (American Psychological Association) dan NCME (National Council on Measurement in Education) (Jahja Umar).

CAT: Soal tes dipilih & disajikan oleh komputer. Information function menjadi dasar seleksi. Analisis dgn teori respons butir (J. Umar).

Setiap soal disajikan dan direspons, komputer menganalisis standard error of measurement: menjadi dasar stop tes (J. Umar).

Aktivitas CAT (Computer Adaptive Test): memilih soal berikutnya, serta mengestimasi kemampuan seseorang setelah sebuah soal dijawab (Jahja Umar).

Tahap tersulit dari pengembangan CAT adalah penyusunan bank soal yang valid, terkalibrasi, dan yang banyak (Jahja Umar).

Tes klinis JANGAN utk seleksi beasiswa atau seleksi masuk TNI, karena information function akan rendah (Jahja Umar).

Item exposure index menjadi pertimbangan test security (Urip P).

Banyak pihak yang menggunakan & melatihkan alat ukur tanpa hak, tanpa seizin pemilik & publisher-nya (Majelis Himpsi).

Himpunan Psikologi Indonesia (Himpsi) perlu membentuk dan mengelola test publisher di Indonesia (Majelis Himpsi).

Jika menemukan “performance” seseorang yang “menakjubkan” terhadap alat tes: perlu kehati-hatian menafsirkan skor tes karena diduga ada efek familiaritas / mempelajari tes (DisPsiAD).

Di Angkatan Darat: Ada Subdis Pembinaan Material psikologi. Hanya 40 tenaga psikologi. Ada CAT Generasi 5 (DisPsiAD).

Indonesian CAT Sytem sedang dikembangkan. Tuntutan ke depan: tes sampai pulau terluar (dengan laptop, tablet) (DisPsiAD).

Perlu sosialisasi kepada publik mengenai segala sesuatu tentang tes, spt keterbatasan tes, hak & kewajiban terkait tes (S. Azwar).

Didiskusikan pembentukan semacam Asosiasi Psikometrika Indonesia dan Test Publisher yang dimiliki Himpsi.

Himpsi memiliki kekuatan utk membentuk norma nasional untuk alat tes apapun. Kekuatan ini tidak dimiliki universitas manapun (Urip P).

“Pihak mana sajakah yang bisa bekerjasama untuk menghasilkan tes-tes baru?” (Urip P)

Jika tes-tes baru sudah ada, siapa yg akan menggandakan, menjual, dan menentukan harga? Perlu disepakati. (Urip P)

Siapa yg berhak memperoleh/membeli tes? Tes tertentu boleh non-psikolog; tes tertentu harus psikolog; tes tertentu harus psikolog+brevet (S.Azwar).

Di Angkatan Udara, Computer Asssisted Test untuk established test; Computer Adaptive Test untuk Aptitude test (Sukmo G). CAT yang dikembangkan di Angkatan Udara dinamai CAT Merah Putih (CAT-MP).

Klasifikasi tes mengikuti Kode Etik Psikologi Indonesia. Untuk bisa diklasifikasi, tes hrs punya informasi tes & technical report.

Alat tes psikologi di Indonesia ke depan akan dapat dibedakan antara tes yg terverifikasi & yang tidak terverifikasi oleh Himpsi.

Yang berhak me-(re-)produksi tes: (1) yang membuat tes, (2) lembaga yang disebut Himpsi, (3) Himpsi sendiri. Endorsement Himpsi penting.

Himpsi dapat membuat pernyataan kepada publik tentang tes-tes yang tidak direkomendasikan oleh Himpsi.

Demikianlah sejumlah catatan dari Konvensi ini. Di Jurusan Psikologi, sebelum menjabat sebagai Subject Content Coordinator bidang Psikologi Komunitas, Juneman merupakan Subject Content Specialist bidang Metodologi Penelitian. Bekal pengetahuan dan minat terhadap pengukuran psikologi membuat kita dapat memahami sejumlah technical terms dan proses kerja dalam bidang psikometri tanpa terlalu sulit.