20140203_calon-penumpang-bus-tingkat-wisata

Senin, entah tanggal berapa, sekitar pukul 4 sore. Saat itu aku hendak menuju ke apartemen yang menjadi tempat tinggalku selama beberapa bulan terakhir. Berbeda dengan hari-hari sebelumnya, kali ini aku berniat untuk naik bus Patas. Bus tersebut memang cukup lama. Terasa sangat lama apabila menunggu sendirian. Seperti biasanya menunggu bus di halte. Seperti biasa pula, banyak orang yang duduk di situ, entah juga menunggu bus atau hanya sekadar duduk menemani teman yang menunggu bus.

Lama sekali. Hehehe… Suatu hal yang lucu ketika kusadari bahwa ternyata belum lima menit aku duduk di situ. Merasa bosan, aku berdiri dan berjalan ke pinggir trotoar untuk melihat apakah bus kunantikan sudah ada di ujung jalan sana. Jawabannya: Huff… belum. Kuterpaku sebentar. Lalu kuputuskan untuk kembali duduk. Ketika kubalikkan badan, kutemui suatu kenyataan yang cukup tidak mengenakkan bagiku. Seseorang telah menempati tempat yang tadi kududuki. Sialan! Dan lebih sialnya lagi, sudah banyak orang duduk di sana, penuh, sehingga tidak mungkin lagi bagiku untuk duduk, kecuali ada yang tiba-tiba menyadari bahwa busnya sudah tiba sehingga ada tempat kosong untuk kududuk. Atau ada yang berbaik hati memberikan tempatnya, “Mas silahkan duduk.”  dan lalu aku dengan tampang lugu tak kenal malu, langsung duduk. Sudahlah. Biar saja kuberdiri. Biar!

Huff…! Sambil menghela napas—rasanya dengan volume yang cukup keras—kuperhatikan satu-persatu orang yang duduk di situ. Ada satu..dua… Hmm… Dua belas. Ada dua belas orang yang duduk di sana. Ada lima wanita dan tujuh pria. Hmm… Tampaknya yang pacaran hanya ada dua pasang, sedangkan yang lainnya… Tunggu dulu, itu suatu penyimpulan yang semena-mena. Penyimpulan yang tidak disertai bukti-bukti yang menguatkan. Berbicara berdua sambil sesekali memegang tangan atau menyentuh tangan lawan bicara belum berarti dua orang itu pacaran.

Tiba-tiba terlintas pertanyaan iseng, teringat statistik nonparametrik, “Apakah urutan pria dan wanita yang duduk di sana terjadi secara acak atau tidak ya?” Iseng-iseng coba kupetakan urutan duduk mereka. Untuk mempermudah, wanita kuberi lambang w, sedangkan pria lambangnya p. Begini urutannya:

p  p  w  w  p  p  w  p  p  p  w  w

Sip! Pemetaan beres. Tinggal menghitung. Eits…! Tidak bisa begitu. Tampaknya aku melompati terlalu banyak tahap prosedur penelitian. Bukan bermaksud untuk kaku dengan prosedur atau mematuhi birokrasi, tetapi agar hasil keisengan merupakan hasil dari kerja yang serius. Keisengan yang serius. Serius iseng! [Tampaknya ada yang tidak sesuai dengan logika… carilah sendiri, nanti!]

Kalau begitu, karena latar belakang dan permasalahan sudah didapatkan, aku mulai dari hipotesa. Yang menjadi hipotesa kerja kali ini adalah: Urutan pria dan wanita yang duduk di sana tidak terjadi secara acak. Sedangkan hipotesa alternatifnyanya adalah: Urutan pria dan wanita yang duduk di sana terjadi secara acak. Oke. Aku rasa hipotesa selesai. Lalu yang dilihat kemudian adalah jumlah subjeknya atau N. Ada dua belas orang. N dibagi dua bagian, menjadi n1 dan n2. Kenapa dibagi dua? Karena ada dua bagian dari subjek, pria dan wanita. Karena pria ada tujuh orang, maka n1 sama dengan tujuh orang (n1 = 7) dan n2 sama dengan lima orang (n2 = 5)—alasan kenapa pria jadi n1 dan wanita jadi n2 jangan coba-coba dikaitkan dengan ungkapan bodoh yang menyatakan pria itu nomor satu! Sekali lagi.. JANGAN!! Awas ya!

Aku sudah dapatkan n1 dan n2-nya, tinggal menghitung jumlah run yang ada. Untuk itu aku perlu melihat lagi pemetaan yang tadi sudah kubuat.

p  p (1)  w  w (2)  p  p (3)   w (4)  p  p (5)    w  w (6)

Kali ini sudah kulengkapi dengan angka-angka di dalam kurung yang menggambarkan banyaknya run yang ada. Ada enam runs. Nah, kalau begini sudah gampang. Tinggal kulihat ke tabel F yang ada di buku statistik nonparametrik-nya Siegel, yang ada di rumah. Itu berarti baru nanti kulihat setelah sampai di rumah, kalau ingat.

Beberapa hari kemudian, aku baru ingat dengan keisengan yang belum tuntas. Kuambil segera catatan dan buku Siegel-ku. Kulihat ke tabel F, untuk n1 sama dengan tujuh dan n2 sama dengan lima, batas agar ia dinyatakan signifikan atau tidak adalah 3 hingga 11. Bila run yang didapatkan kurang dari tiga atau lebih dari sebelas berarti ia tidak signifikan sehingga hipotesa null bisa ditolak. Nah, angka run yang waktu itu kudapat adalah enam, itu berarti hipotesa null-ku diterima. Berarti urutan pria dan wanita yang duduk waktu itu tidak terjadi secara acak. Hasil sudah didapatkan. Hmm.. menarik.

Tidak terjadi secara acak bisa kita artikan bahwa ada pola jenis kelamin dalam urutan posisi tempat duduk di antara pria dan wanita yang saya observasi sebelumnya. Apa yang membuatnya berpola ya? Ada berbagai asumsi yang terpikirkan sebagai jawabannya. Bisa saja ada beberapa pasangan yang duduk di sana, pasangan yang tidak ingin pacarnya duduk di samping lawan jenis. Kenapa ya, posesifkah atau takut tersaingi? Wooyy!! Pikiran semakin liar. Musti dialihkan. Bisa juga ada pria atau wanita yang sungkan untuk duduk di samping lawan jenis. Atau alasan paling sederhana: polanya terjadi secara kebetulan. Semua asumsi yang terbang berlintasan di kepala haruslah kembali diuji. Bisa dengan wawancara langsung, hal yang tidak mungkin dilakukan karena orang-orangnya sudah entah ke mana, tidak ada yang dikenal pula. Bisa juga dengan melakukan observasi kembali di tempat yang sama, semacam uji reliabilitas, melihat apakah ada konsistensi pola di sana.

Memang apa yang kulakukan adalah sesuatu yang iseng—yah, seperti menulis tulisan inilah—dan juga, walaupun itu merupakan penelitian kecil, tidak membuktikan ataupun menguji suatu teori [atau malah iya?!] tetapi itu membuatku puas dan terhibur. Tambahan lagi, itu menimbulkan suatu… Apa ya? Hmm… Membuatku sadar bahwa ternyata gairahku untuk meneliti tidak habis termakan rutinitas kerja. Bahkan “penelitian” itu, yang awalnya adalah sekadar observasi yang muncul dari kebosanan, kulakukan tanpa kusadari dan kurencanakan terlebih dahulu.

Mengakhiri cerita, pada sore itu akhirnya bus yang kutunggu datang setelah sekitar lima belas menit kuamati para pria dan wanita yang sedang asyiknya duduk di halte. Hampir setengah satu jam perjalanan kutempuh dengan bus itu untuk menjumpai keluargaku yang menyambut kedatanganku dengan senyum lebar.

—–mond

 

catatan: mau tahu lebih banyak tentang one sample runs test atau metode statistik nonparametrik lainnya? coba baca: Siegel, S. (1956). Nonparametrics statistics for the behavioral sciences. Tokyo: McGraw-Hill Company, Ltd. Baca deh… i will never tell you that something is good if it isn’t good.

 

 

sumber gambar: http://cdn-2.tstatic.net/wartakota/foto/bank/images/20140203_calon-penumpang-bus-tingkat-wisata.jpg