PENGARUH KEPRIBADIAN BERDASARKAN FIVE FACTOR MODEL TERHADAP INTENSITAS PENGGUNAAN JEJARING SOSIAL INSTAGRAM PADA MAHASISWA
DINTA AKHIRANI RISTI – 1601273979
BAB 1
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Penggunaan situs jejaring sosial telah menjadi tren atau gaya hidup bagi sebagian masyarakat di Indonesia, terutama dikalangan remaja. Menggunakan jejaring sosial pada saat ini sudah menjadi salah satu kebutuhan bagi masyarakat. Karena jejaring sosial telah menjadi salah satu alat komunikasi yang murah dan mudah diakses. Selain itu jejaring sosial juga mempunyai dampak negatif bagi penggunanya, terutama pada remaja yang masih bersekolah, apabila jejaring sosial ini digunakan tanpa batas. Berbagai macam jenis situs jejaring sosial ditawarkan di internet pada zaman sekarang, salah satunya adalah aplikasi berbagi foto Instagram.
Pada awal tahun 2015, layanan survei di Indonesia JakPat, mengungkapkan hasil survei mereka mengenai tingkah laku pengguna aplikasi berbagi foto Instagram di Indonesia. Survei tersebut melibatkan 530 responden yang telah memasang dan menggunakan Instagram pada smartphone mereka. Dari hasil survei tersebut terungkap bahwa sebagian besar pengguna telah memasang Instagram sejak 1 hingga 2 tahun yang lalu. Hal ini cukup masuk akal mengingat tahun-tahun tersebut merupakan peralihan pengguna ponsel di tanah air dari Blackberry ke smartphone Android dan iOS. Di saat yang sama, pengiriman smartphone ke Indonesia mulai meningkat pesat. Pengguna Instagram meningkat drastis sebesar 215% di Indonesia. Berdasarkan informasi data Global Web Index di tahun lalu, Instagram mampu mengalahkan Twitter, Facebook, dan juga Pinterest dalam menarik penggunanya.
Kemudahan dalam mengakses adalah salah satu faktor mengapa Instagram sering sekali digunakan. Menurut Horrigan (2002), terdapat dua hal mendasar yang harus diamati untuk mengetahui intensitas penggunaan internet seseorang, yakni frekuensi internet yang sering digunakan dan lama menggunakan tiap kali mengakses internet yang dilakukan oleh pengguna internet. The graphic, Visualization & Usability Center, The Georgia Institute of Technology (dalam Surya, 2002) menggolongkan pengguna internet menjadi tiga kategori dengan berdasarkan intensitas internet yang digunakan, yaitu Heavy users dengan pemakaian internet lebih dari 40 jam perbulan, Medium users dengan pemakaian internet antara 10 sampai 40 jam perbulan, dan Light users dengan pemakaian internet kurang dari 10 jam perbulan.
Penggunaan jejaring sosial setiap orang berbeda – beda tergantung kebutuhan mereka masing – masing, serta motivasi dalam tingkat intensitas penggunaanya. Yat (2012) melakukan sebuah studi yang bertujuan untuk meneliti faktor – faktor yang berkontribusi terhadap pengungkapan diri. Dari faktor-faktor yang berkontribusi tersebut diantaranya adalah kenyamanan mempertahankan hubungan yang ada, membangun hubungan baru, presentasi diri, kenikmatan dan kolektivisme yang dirasakan. Di antara semua anteseden pengungkapan diri, pengaruh sosial ditemukan memiliki dampak yang signifikan tertinggi pada pengungkapan diri secara online.
Kepribadian telah dikonsepkan dari bermacam-macam perspektif teoritis yang masing-masing berbeda tingkat keluasannya (McAdams dalam John & Srivastava, 1999). Masing-masing tingkatan ini memiliki keunikan dalam memahami perbedaan individu dalam perilaku dan pengalamannya. Namun, jumlah sifat kepribadian dan skala kepribadian tetap dirancang tanpa hentihentinya (Goldberg dalam John & Srivastava, 1999).
Psikologi kepribadian memerlukan model deskriptif atau taksonomi mengenai kepribadian itu sendiri. Salah satu tujuan utama taksonomi dalam ilmu pengetahuan adalah untuk menyederhanakan defenisi yang saling tumpang-tindih. Oleh karena itu, dalam psikologi kepribadian, suatu taksonomi akan mempermudah para peneliti untuk meneliti sumber utama karakteristik kepribadian daripada hanya memeriksa ribuan atribut yang berbeda-beda yang membuat setiap individu berbeda dan unik (John & Srivastava, 1999).
Big Five Personality merupakan pendekatan dalam psikologi kepribadian yang mengelompokan trait kepribadian dengan analisis faktor. Tokoh pelopornya adalah Allport dan Cattell. Big Five Personality adalah suatu pendekatan yang digunakan dalam psikologi untuk melihat kepribadian manusia melalui trait yang tersusun dalam lima buah domain kepribadian yang telah dibentuk dengan menggunakan analisis faktor. Lima traits kepribadian tersebut adalah extraversion, agreeableness, conscientiousness, neuoriticism, openness to experiences.
Trait-trait dalam domain-domain dari Big Five Personality Costa & McCrae (1997) adalah sebagai berikut; Faktor pertama adalah extraversion, atau bisa juga disebut faktor dominan-patuh (dominance-submissiveness). Faktor ini merupakan dimensi yang penting dalam kepribadian, dimana extraversion ini dapat memprediksi banyak tingkah laku sosial. Menurut penelitian, seseorang yang memiliki faktor extraversion yang tinggi, akan mengingat semua interaksi sosial, berinteraksi dengan lebih banyak orang dibandingkan dengan seseorang dengan tingkat extraversion yang rendah. Dalam berinteraksi, mereka juga akan lebih banyak memegang kontrol dan keintiman. Peergroup mereka juga dianggap sebagai orang-orang yang ramah, fun-loving, affectionate, dan talkative.
Extraversion dicirikan dengan afek positif seperti memiliki antusiasme yang tinggi, senang bergaul, memiliki emosi yang positif, energik, tertarik dengan banyak hal, ambisius, workaholic juga ramah terhadap orang lain. Extraversion memiliki tingkat motivasi yang tinggi dalam bergaul, menjalin hubungan dengan sesama dan juga dominan dalam lingkungannya Extraversion dapat memprediksi perkembangan dari hubungan sosial. Seseorang yang memiliki tingkat extraversion yang tinggi dapat lebih cepat berteman daripada seseorang yang memiliki tingkat extraversion yang rendah. Extraversion mudah termotivasi oleh perubahan, variasi dalam hidup, tantangan dan mudah bosan. Sedangkan orang-orang dengan tingkat ekstraversion rendah cenderung bersikap tenang dan menarik diri dari lingkungannya.
Agreebleness dapat disebut juga social adaptibility atau likability yang mengindikasikan seseorang yang ramah, memiliki kepribadian yang selalu mengalah, menghindari konflik dan memiliki kecenderungan untuk mengikuti orang lain. Berdasarkan value survey, seseorang yang memiliki skor agreeableness yang tinggi digambarkan sebagai seseorang yang memiliki value suka membantu, forgiving, dan penyayang.
Namun, ditemukan pula sedikit konflik pada hubungan interpersonal orang yang memiliki tingkat agreeableness yang tinggi, dimana ketika berhadapan dengan konflik, self esteem mereka akan cenderung menurun. Selain itu, menghindar dari usaha langsung dalam menyatakan kekuatan sebagai usaha untuk memutuskan konflik dengan orang lain merupakan salah satu ciri dari seseorang yang memiliki tingkat aggreeableness yang tinggi. Pria yang memiliki tingkat agreeableness yang tinggi dengan penggunaan power yang rendah, akan lebih menunjukan kekuatan jika dibandingkan dengan wanita. Sedangkan orang-orang dengan tingkat agreeableness yang rendah cenderung untuk lebih agresif dan kurang kooperatif.
Pelajar yang memiliki tingkat agreeableness yang tinggi memiliki tingkat interaksi yang lebih tinggi dengan keluarga dan jarang memiliki konflik dengan teman yang berjenis kelamin berlawanan.
Neuroticism menggambarkan seseorang yang memiliki masalah dengan emosi yang negatif seperti rasa khawatir dan rasa tidak aman. Secara emosional mereka labil, seperti juga teman-temannya yang lain, mereka juga mengubah perhatian menjadi sesuatu yang berlawanan. Seseorang yang memiliki tingkat neuroticism yang rendah cenderung akan lebih gembira dan puas terhadap hidup dibandingkan dengan seseorang yang memiliki tingkat neuroticism yang tinggi. Selain memiliki kesulitan dalam menjalin hubungan dan berkomitmen, mereka juga memiliki tingkat self esteem yang rendah. Individu yang memiliki nilai atau skor yang tinggi di neuroticism adalah kepribadian yang mudah mengalami kecemasan, rasa marah, depresi, dan memiliki kecenderungan emotionally reactive.
Faktor keempat adalah Openness terhadap pengalaman merupakan faktor yang paling sulit untuk dideskripsikan, karena faktor ini tidak sejalan dengan bahasa yang digunakan tidak seperti halnya faktor-faktor yang lain. Openness mengacu pada bagaimana seseorang bersedia melakukan penyesuaian pada suatu ide atau situasi yang baru. Openness mempunyai ciri mudah bertoleransi, kapasitas untuk menyerap informasi, menjadi sangat fokus dan mampu untuk waspada pada berbagai perasaan, pemikiran dan impulsivitas. Seseorang dengan tingkat openness yang tinggi digambarkan sebagai seseorang yang memiliki nilai imajinasi, broadmindedness, dan a world of beauty. Sedangkan seseorang yang memiliki tingkat openness yang rendah memiliki nilai kebersihan, kepatuhan, dan keamanan bersama, kemudian skor openess yang rendah juga menggambarkan pribadi yang mempunyai pemikiran yang sempit, konservatif dan tidak menyukai adanya perubahan.
Openness dapat membangun pertumbuhan pribadi. Pencapaian kreatifitas lebih banyak pada orang yang memiliki tingkat openness yang tinggi dan tingkat agreeableness yang rendah. Seseorang yang kreatif, memiliki rasa ingin tahu, atau terbuka terhadap pengalaman lebih mudah untuk mendapatkan solusi untuk suatu masalah.
Conscientiousness adalah faktor yang terakhir, dapat disebut juga dependability, impulse control, dan will to achieve, yang menggambarkan perbedaan keteraturan dan self discipline seseorang. Seseorang yang conscientious memiliki nilai kebersihan dan ambisi. Orang-orang tersebut biasanya digambarkan oleh teman-teman mereka sebagai seseorang yang well-organize, tepat waktu, dan ambisius.
Conscientiousness mendeskripsikan kontrol terhadap lingkungan sosial, berpikir sebelum bertindak, menunda kepuasan, mengikuti peraturan dan norma, terencana, terorganisir, dan memprioritaskan tugas. Di sisi negatifnya trait kepribadian ini menjadi sangat perfeksionis, kompulsif, workaholic, membosankan. Tingkat conscientiousness yang rendah menunjukan sikap ceroboh, tidak terarah serta mudah teralih perhatiannya.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah seberapa besar pengaruh kepribadian seseorang berdasarkan Five Factor Model terhadap intesitas penggunaan jejaring sosial Instagram.
1.3 Tujuan
Dalam penelitian ini, tujuan yang ingin dicapai adalah mengetahui besar pengaruh kepribadian seseorang berdasarkan Five Factor Model terhadap intensitas penggunaan jejaring sosial Instagram.
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Teoritis
Dari segi teoritis, penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan pemikiran, wacana, ide dan informasi terhadap pengembangan psikologi sosial terutama dalam bahasan psikologi komunikasi terkait tingkat intensitas penggunaan situs jejaring sosial online dan psikologi klinis terkait pembahasan tentang teori kepribadian.
1.4.2 Manfaat Praktis
Dari segi praktis, penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi bagi masyarakat luas terutama bagi para remaja terkait penggunaan situs jejaring sosial yang sewajarnya, serta dapat meningkatkan komunikasi maupun membangun hubungan interpersonal dengan baik dan positif.
BAB 2
Kajian Pustaka
2.1 Kepribadian
2.1.1 Definisi Kepribadian
Kepribadian telah dikonsepkan dari bermacam-macam perspektif teoritis yang masing-masing berbeda tingkat keluasannya (McAdams dalam John & Srivastava, 1999). Masing-masing tingkatan ini memiliki keunikan dalam memahami perbedaan individu dalam perilaku dan pengalamannya. Namun, jumlah sifat kepribadian dan skala kepribadian tetap dirancang tanpa hentihentinya (Goldberg dalam John & Srivastava, 1999).
Psikologi kepribadian memerlukan model deskriptif atau taksonomi mengenai kepribadian itu sendiri. Salah satu tujuan utama taksonomi dalam ilmu pengetahuan adalah untuk menyederhanakan defenisi yang saling tumpang-tindih. Oleh karena itu, dalam psikologi kepribadian, suatu taksonomi akan mempermudah para peneliti untuk meneliti sumber utama karakteristik kepribadian daripada hanya memeriksa ribuan atribut yang berbeda-beda yang membuat setiap individu berbeda dan unik (John & Srivastava, 1999).
Menurut Freud, kehidupan jiwa memiliki tiga tingkat kesadaran, yakni sadar (conscious), prasadar (preconscious), dan tak sadar (unconscious). Baru pada tahun 1923 Freud mengenalkan tiga model struktural yang lain, yakni id, ego, dan superego. Struktur baru ini tidak mengganti struktur lama, tetapi melengkapi atau menyempurnakan gambaran mental terutama dalam fungsi atau tujuannya.
- Sadar (Conscious Tingkat kesadaran yang berisi semua hal yang kita cermati pada saat tertentu. Menurut Freud, hanya sebagian kecil saja dari kehidupan mental yang masuk ke kesadaran.
- Prasadar (pereconscious) Disebut juga ingatan siap (available memory), yakni tingkat kesadaran yang menjadi jembatan antara sadar dan taksadar. Isi preconscious berasal dari conscious dan dari unconscious. Materi taksadar yang sudah berada di daerah prasadar itu bisa muncul kesadaran dalam bentuk simbolik, seperti mimpi, lamunan, salah ucap, dan mekanisme pertahanan diri.
- Tak sadar (Unconscious) Bagian yang paling dalam dari struktur kesadaran dan menurut Freud merupakan bagian terpenting dari jiwa manusia. Ketidaksadaran berisi insting, impuls, dan drives yang dibawa dari lahir, dan pengalaman- pengalaman traumatik (biasanya pada masa anak-anak) yang ditekan oleh kesadaran dipindah ke daerah tak sadar.
Id atau Das Es (Aspek Biologis) Id adalah sistem kepribadian yang asli, dibawa sejak lahir. Dari Id ini kemudian akan muncul Ego dan Superego. Saat dilahirkan, Id berisi semua aspek psikologik yang diturunkan seperti insting, impuls, dan drives. Id berada dan beroperasi dalam daerah Unconscious,. Freud juga menyebut Id dengan realitas psikis yang sebenar-benarnya ( The True Physic Reality). Id beroperasi berdasarkan prinsip kenikmatan (pleasure principle) yaitu: berusaha memperoleh kenikmatan dan menghindari rasa sakit. Pleasure principle diproses dengan dua cara, tindak refleks (reflex actions) dan proses primer (primary process). Tindak refleks adalah reaksi otomatis yang dibawa sejak lahir seperti mengejapkan mata dipakai untuk menangani pemuasan rangsang sederhana dan biasanya segera dapat dilakukan. Proses primer adalah reaksi membayangkan/menghayal sesuatu yang dapat mengurangi atau menghilangkan tegangan-dipakai untuk menangani stimulus kompleks, seperti bayi yang lapar membayangkan makanan atau puting ibunya. Sistem lain yang menghubungkan Id dengan dunia objektif adalah Das Ich (ego).
Ego atau Das Ich (aspek rasional) Ego berkembang dari Id agar orang mampu menangani realita: sehingga Ego beroperasi mengikuti prinsip realita (Reality Principle). Prinsip itu dikerjakan melalui proses sekunder (Secondary Process), yakni berfikir realistik menyusun rencana dan menguji apakah rencana itu menghasilkan objek yang dimaksud. Proses itu disebut uji realita (Reality Testing). Ego sebagian besar berada di kesadaran dan sebagian kecil beroperasi di daerah prasadar dan taksadar. Ego adalah eksekutif (pelaksana) dari kepribadian yang memiliki dua tugas utama:
- Memilih stimuli mana yang hendak direspon dan atau insting mana yang akan dipuaskan sesuai dengan prioritas kebutuhan.
- Menentukan kapan dan bagaimana kebutuhan itu dipuaskan sesuai dengan tersedianya peluang yang resikonya minimal. Dalam menjalankan fungsinya seringkali Das Ich harus mempersatukan pertentangan-pertentangan antara Das Es dan Das Ueber Ich dan dunia luar.
Superego atau Das Ueber Ich (aspek sosial atau moral) Superego adalah kekuatan moral dan etik dari kepribadian, yang beroperasi memakai prinsip idealistik (idealistic principle) sebagai lawan dari prinsip kepuasan Id dan prinsip realistik dari Ego. Prinsip idealistik mempunyai dua sub prinsip, yakni conscience dan ego-ideal. Apapun tingkah laku yang dilarang, dianggap salah, dan dihukum oleh orang tua, akan diterima anak menjadi suara hati (conscience), yang berisi apa saja yang tidak boleh dilakukan. Apapun yang disetujui, dihadiahi dan dipuji orang tua akan diterima menjadi standar kesempurnaan (Ego-Ideal), yang berisi apa saja yang seharusnya dilakukan. Proses mengembangkan konsensia dan ego-ideal, yang berarti menerima standar salah dan benar itu disebut introyeksi (introjection). Sesudah terjadi introyeksi, kontrol pribadi akan mengganti kontrol orang tua.
Menurut Murray, kepribadian adalah sebuah abstraksi yang dirumuskan oleh ahli teori dan bukan hanya satu deskripsi tentang perilaku seseorang. Yakni, kepribadian adalah sebuah formulasi yang didasarkan baik pada perilaku yang teramati dan pada faktor-faktor yang sekarang hanya dapat kita simpulkan dari apa yang dapat diamati.
Kendatipun sifat abstraknya yang penting, Konsepsi Murray akan kepribadian mengasumsikan bahwa ada proses sentral yang menyusun dan mengendalikan dalam individu, proses-proses yang fungsinya adalah untuk menyatuakan dorongan-dorongan yang bertentangan dimana orang itu dihadapkan, memenuhi kebutuhan orang dan rencana untuk pencapaian tujuan personal.
Kepribadian harus merefleksikan tidak hanya elemen perilaku bertahan dan berulang namun juga harus merefleksikan apa yang unik dan asing. Kepribadian juga harus merefleksikan keaktifan orang selama rentang hidupnya: Peristiwa individu dalam kehidupan orang dapat dipahami hanya jika dihubungkan dengan masa lalu, sekarang dan masa depannya.
Terakhir, Murray sangat menekankan pentingnya menghubungkan proses psikologi dan peristiwa dengan struktur dan keaktifan otak, walaupun kita belum tahu secara persis bagaimana hal-hal ini berhubungan. Bagi Murray, fenomena yang menyusun kepribadian benar-benar bergantung pada keaktifan sistem syaraf utama: sebagaimana yang dia katakan secara ringkas, “ Tak ada otak, tak ada kepribadian” (Murray, 1951a, hal 267).
2.1.2 Five Factor Model
Setelah beberapa dekade, cabang psikologi kepribadian memperoleh suatu pendekatan taksonomi kepribadian yang dapat diterima secara umum yaitu dimensi “Big Five Personality”. Dimensi Big Five pertama kali diperkenalkan oleh Goldberg pada tahun 1981. Dimensi ini tidak mencerminkan perspektif teoritis tertentu, tetapi merupakan hasil dari analisis bahasa alami manusia dalam menjelaskan dirinya sendiri dan orang lain. Taksonomi Big Five bukan bertujuan untuk mengganti sistem yang terdahulu, melainkan sebagai penyatu karena dapat memberikan penjelasan sistem kepribadian secara umum (John & Srivastava, 1999).
Big Five disusun bukan untuk menggolongkan individu ke dalam satu kepribadian tertentu, melainkan untuk menggambarkan sifat-sifat kepribadian yang disadari oleh individu itu sendiri dalam kehidupannya sehari-hari. Pendekatan ini disebut Goldberg sebagai Fundamental Lexical (Language) Hypothesis; perbedaan individu yang paling mendasar digambarkan hanya dengan satu istilah yang terdapat pada setiap bahasa (dalam Pervin, 2005). Big Five Personality atau yang juga disebut dengan Five Factor Model oleh Costa & McRae dibuat berdasarkan pendekatan yang lebih sederhana. Disini, peneliti berusaha menemukan unit dasar kepribadian dengan menganalisa kata-kata yang digunakan orang pada umumnya, yang tidak hanya dimengerti oleh para psikolog, namun juga orang biasa (Pervin, 2005).
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa big five personality terdiri dari lima tipe atau faktor. Terdapat beberapa istilah untuk menjelaskan kelima faktor tersebut. Namun, di sini kita akan menyebutnya dengan istilah-istilah berikut:
- Neuroticism (N)
- Extraversion (E)
- Openness to New Experience (O)
- Agreeableness (A)
- Conscientiousness (C)
Untuk lebih mudah mengingatnya, istilah-istilah tersebut di atas disingkat menjadi
OCEAN (Pervin, 2005).
Dari hasil penelitian Costa dan McRae (1985;1992) disebutkan bahwa Neuroticism berlawanan dengan Emotional stability yang mencakup perasaan-perasaan negatif, seperti kecemasan, kesedihan, mudah marah, dan tegang. Openness to Experience menjelaskan keluasan, kedalaman, dan kompleksitas dari aspek mental dan pengalaman hidup. Extraversion dan Agreeableness merangkum sifat-sifat interpersonal, yaitu apa yang dilakukan seseorang dengan dan kepada orang lain.
Yang terakhir Conscientiousness menjelaskan perilaku pencapaian tujuan dan
kemampuan mengendalikan dorogan yang diperlukan dalam kehidupan sosial
(Pervin, 2005).
Menurut Costa & McRae (dalam Pervin, 2005), setiap dimensi dari Big
Five terdiri dari 6 (enam) faset atau subfaktor. Faset-faset tersebut adalah:
- Extraversion terdiri dari:
- Gregariousness (suka berkumpul)
- Activity level (level aktivitas)
- Assertiveness (asertif)
- Excitement Seeking (mencari kesenangan)
- Positive Emotions (emosi yang positif)
- Warmth (kehangatan)
- Agreeableness terdiri dari:
- Straightforwardness (berterusterang)
- Trust (kepercayaan)
- Altruism (mendahulukan kepentingan orang lain)
- Modesty (rendah hati)
- Tendermindedness (berhati lembut)
- Compliance (kerelaan)
- Conscientiousness terdiri dari:
- Self-discipline (disiplin)
- Dutifulness (patuh)
- Competence (kompetensi)
- Order (teratur)
- Deliberation (pertimbangan)
- Achievement striving (pencapaian prestasi)
- Neuroticism terdiri dari:
- Anxiety (kecemasan)
- Self-consciousness (kesadaran diri)
- Depression (depresi)
- Vulnerability (mudah tersinggung)
- Impulsiveness (menuruti kata hati)
- Angry hostility (amarah)
- Openness to new experience terdiri dari:
- Fantasy (khayalan)
- Aesthetics (keindahan)
- Feelings (perasaan)
- Ideas (ide)
- Actions (tindakan)
- Values (nilai-nilai)
2.2 Jejaring Sosial
2.2.1 Definisi Jejaring Sosial
Jejaring sosial adalah suatu struktur sosial yang dibentuk dari simpul-simpul (yang umumnya adalah individu atau organisasi) yang dijalin dengan satu atau lebih tipe relasi spesifik seperti nilai, visi, ide, teman, keturunan, dll.
Analisis jaringan jejaring sosial memandang hubungan sosial sebagai simpul dan ikatan. Simpul adalah aktor individu di dalam jaringan, sedangkan ikatan adalah hubungan antar aktor tersebut. Bisa terdapat banyak jenis ikatan antar simpul. Penelitian dalam berbagai bidang akademik telah menunjukkan bahwa jaringan jejaring sosial beroperasi pada banyak tingkatan, mulai dari keluarga hingga negara, dan memegang peranan penting dalam menentukan cara memecahkan masalah, menjalankan organisasi, serta derajat keberhasilan seorang individu dalam mencapai tujuannya.
Dalam bentuk yang paling sederhana, suatu jaringan jejaring sosial adalah peta semua ikatan yang relevan antar simpul yang dikaji. Jaringan tersebut dapat pula digunakan untuk menentukan modal sosial aktor individu. Konsep ini sering digambarkan dalam diagram jaringan sosial yang mewujudkan simpul sebagai titik dan ikatan sebagai garis penghubungnya.
2.2.2 Jejaring Sosial Instagram
Zaman ini, muncul jejaring sosial yang bermacam-macam fungsinya. Salah satunya adalah jejaring sosial yang bernama Instagram. Kata ini pasti tidak asing di telinga para pengguna jejaring sosial yang eksis di dunia maya. Apalagi yang hobi berfoto-foto, jejaring sosial ini sangat cocok bagi Anda yang hobi dengan foto. Instagram adalah jejaring sosial yang tepat bagi pengguna jejaring sosial di dunia.
Instagram merupakan salah satu jejaring sosial populer saat ini. Instagram adalah suatu jejaring sosial yang di dalamnya fokus kepada berbagi foto penggunanya. Nama instagram terdiri dari dua kata yaitu “insta” dan “gram”. Insta berasal dari kata instan, yang dapat diartikan dengan kemudahan dalam mengambil dan melihat foto. Gram berasal dari kata telegram, yang dapat diartikan dengan mengirimkan sesuatu(foto) kepada orang lain.
Instagram saat ini sangat dininati oleh pengguna smartphone karena mereka bisa saling berbagi foto satu sama lain. Disamping itu, setiap penggunanya dapat saling berkomentar foto yang sudah di bagikan. Jadi, Instagram dapat mengubungkan orang-orang yang belum dikenal. Jejaring sosial ini sangat populer terutama di kalangan para remaja zaman sekarang. Bagi mereka Instagram merupakan sebuah aplikasi yang wajib dimiliki bagi para pengguna smartphone.
Untuk menggunakan jejaring sosial ini, Anda perlu mengunduhnya terlebih dahulu. Setelah Anda mengunduh, hal utama yang perlu Anda lakukan yaitu membuat akun baru dengan cara mendaftarkan diri Anda dengan e-mail yang Anda punya. Pengguna jejaring sosial ini biasanya menggunakan android. Hal ini dikarenakan, Instagram sendiri hanya bisa diinstal untuk unit yang operasi sistemnya (OS) android. Jadi, bagi para pengguna baru tidak bias menggunakan aplikasi ini dengan mudah. Hal ini, mengakibatkan tersendatnya perkembangan Instagram terutama penggunanya.
2.3 Hubungan Kepribadian dengan Penggunaan Jejaring Sosial
Sebuah teknologi pada hakikatnya diciptakan untuk membuat hidup manusia menjadi semakin udah dan nyaman, tuntutan kebutuhan pertukaran informasi yang cepat, peranan teknologi komunikasi menjadi sangat penting, teknologi sangat bermanfaat dalam memudahkan manusia untuk mencapai sesuatu yang diinginkan secara efisisen dalam waktu yang singkat. Salah satu cara yang digunakan remaja dalam memenuhi kebutuhan untuk menjalin komunikasi yaitu dengan menggunakan media jejaring sosial.Munculnya media jejaring sosial berbanding terbalik dengan frekuensi komunikasi tatap muka antar pribadi yang dilakukan baik pada individu dengan tipe kepribadian ekstrovert dan introvert.Intensitas komunikasi menggunakan jejaring sosial yang berlebihan dapat menjadi candu karena kesenangan yang ditawarkan, seseorang dengan intensitas komunikasi tinggi dalam menggunakan jejaring sosial maka semakin rendah intensitas komunikasi tatap muka pada komunikasi antarpribadi (Sulaeman, 2010).
Komunikasi berfungsi untuk menghubungkan dan mengajak orang lain untuk mengerti apa yang kita sampaikan, apabila penerima berita mengerti benar mengenai pesan yang disampaikan pengirim pesan, maka dapat disebut sebagai komunikasi yang efektif, jika tidak, maka terjadi kesalahan pesan atau disebut miscomunication. Terdapat lima unsur dalam proses komunikasi yang terdiri dari adanya pengirim berita, penerima berita, adanya berita yang dikirimkan, adanya media atau alat pengirim berita serta adanya sistem yang digunakan untuk menyatakan berita (Sarwono, 2012).
Komunikasi menggunakan media jejaring sosial dijadikan sarana pengganti proses komunikasi secara tatap muka. Penggunaan komunikasi media jejaring sosial dapat menimbulkan ketidak sepahaman terhadap makna dan tujuan pesan yang disampaikan dalam berkomunikasi, hal ini dikarenakan komunikasi melalui jejaring sosial tanpa disertai dengan bahasa nonverbal, padahal komunikasi nonverbal dapat membantu menekankan beberapa bagian dari pesan verbal (Devito, 1997).
Dalam pemanfaatan penggunaan media jejaring sosial, pengguna cenderung memiliki karakteristik yang berbeda. Hal ini dikarenakan setiap orang memiliki pengalaman, motif, sikap dan tipe kepribadian yang relatif berbeda dalam penggunaan jejaring sosial.Kepribadian bersifat unik dan konsisten sehingga dapat digunakan untuk mebedakan antara individu satu dengan lainnya. Terkait dengan perbedaan tipe kepribadian, Jung menggolongkan kepribadian menjadi dua yaitu tipe kepribadian ekstrovert dan introvert (Suryabrata, 2002).
Kepribadian dalam bahasa inggris disebut dengan istilah personality, istilah ini berasal dari bahasa latin yaitu persona yang berarti topeng, topeng digunakan dalam pertunjukan drama untuk mewakili karakteristik kepribadian tertentu, berdasarkan penjelasan tersebut kepribadian diartikan sebagai seseorang yang nampak di hadapan orang lain (Irwanto, 1989).
Kepribadian merupakan karakteristik seseorang yang menyebabkan munculnya konsistensi perasaan, pemikiran dan perilaku. Menurut Allport, kepribadian didefinisikan sebagai organisasi dinamis dari sistem psikofisik individu yang menentukan penyesuaian dirinya terhadap lingkungan (Friedman & Schustack, 2008).
2.4 Hipotesa
Berdasarkan rumusan masalah, tujuan, manfaat dan metode penulisan penulis dapat mengambil suatu hipotesis yang mengatakan bahwa, Sekarang ini, dapat kita lihat betapa jejaring sosial telah mempengaruhi gaya hidup dan pola pikir masyarakat, terutama di kalangan remaja. Saya lebih menekankan dampak dari kepribadian menurut teori Five Factor Model pada intensitas penggunaan jejaring sosial Instagram yang kini sedang marak kehidupan remaja dengan alasan merekalah yang lebih dekat dan lebih banyak berinteraksi dengan teknologi internet. Dan juga secara pengaruh.
KERANGKA BERFIKIR
Daftar Pustaka
McCrae, R.R., & Allik, J. (2002). The Five Factor Model of personality across cultures. New York: Kluwer Academic/ Plenum Publishers.
Pervin, L. A. (1993). Personality: theory and research. (Ed. ke-6). Canada: John Wiley & Sons.
Pervin, L. A. (1996). The Science of personality. USA: John Wiley & Sons
Raihana, P. a. (2009). Perbedaan kecenderungan kecanduan internet ditinjau dari tipe kepribadian introvert-ekstrovert dan jenis kelamin.
Ramdhani, N. (2006). Meta-analysis Towards the Relationship between Extraversion, Neuroticism, and Openness to Experience with Email Usage.
Riduwan, & Sunarto. (2010). pengantar statistika untuk penelitian pendidikan , sosial, komunikasi, ekonomi, dan bisnis. Bandung: Alfabeta Bandung.
Santrock, J. W. (2007). Remaja edisi kesebelas. Jakarta: Erlangga. Sarwono, S. W. (2012). Pengantar Psikologi Umum. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada. Sarwono, S. W. (2012). Psikologi Remaja. Jakarta: PT Raja Grafindo.
http://www.academia.edu/6492375/PSIKOANALISIS_KLASIK_Sigmund_Freud
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23333/3/Chapter%20II.pdf
Comments :