HUBUNGAN ANTARA CELEBRITY WORSHIP SYNDROME DENGAN PSYCHOLOGICAL OWNERSHIP

 

Mata Kuliah

METODE PENULISAN ILMIAH DAN PROPOSAL

Disusun Oleh :

CAROLINE WINATA

1601215355

 

Jurusan Psikologi

Fakultas Humaniora

Universitas Bina Nusantara

Jakarta

2015

 

  1. Latar Belakang

caroline

Setiap manusia dalam kehidupannya memiliki sebuah sosok yang dikagumi dan dijadikannya sebagai panutan. Sosok tersebut dapat disebut juga dengan idola. Idola menurut Cheung dan Yue (2000, dalam Liu, 2013) merupakan seseorang yang bakat, prestasi, status atau penampilan fisiknya dikenal dan diapresiasi oleh penggemarnya. Orang yang biasanya dijadikan idola adalah orang-orang terkenal dari berbagai bidang pekerjaan, salah satunya adalah bidang entertainment. Bidang entertainment sendiri mencakup berbagai profesi seperti penyanyi, aktor, dan juga atlit. Orang-orang yang berkecimpung dalam bidang ini seringkali disebut sebagai selebriti.

Kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh selebriti membuat banyak orang yang mengaguminya. Akan tetapi pada masa kini telah terjadi sebuah fenomena dimana para penggemar mengagumi selebriti favoritnya secara berlebihan, bahkan sampai terobsesi. Sebagai contoh yaitu fenomena seperti “Bieber Fever” dan “One Direction Infection” yang terjadi sejak beberapa tahun terakhir dimana para penggemar terus menerus mencari informasi mendetail mengenai selebriti favorit mereka mulai dari makanan favoritnya sampai dengan apa yang sedang dilakukannya. Para penggemar juga sangat terobsesi dengan mereka sampai berani melakukan hal yang ekstrem untuk dapat bertemu dengan mereka atau mendapat perhatian dari mereka (Saed, 2013). Perilaku-perilaku yang dimunculkan oleh para penggemar ini ada karena mereka memiliki kebutuhan untuk mengenal para selebriti yang digemarinya, sehingga segala hal dilakukan oleh mereka agar dapat mengenal dan juga dikenal oleh sang selebriti. Fenomena seperti ini dapat juga disebut sebagai Celebrity Worship Syndrome.

Celebrity Worship Syndrome merupakan sebuah sindrom perilaku obsesif dan adiktif terhadap selebriti dan segala sesuatu yang berhubungan dengan artis tersebut, tak terkecuali kehidupan pribadinya (Griffiths, 2012). Sindrom ini membuat para penggemar mengalami ledakan emosional yang ekstrem dan tidak dapat mereka kendalikan, yang menyebabkan mereka merasakan euforia yang tidak natural hanya dengan keberadaan selebriti tersebut (Hollander, 2010 dalam Ketsoglou, 2013). Hal ini pun menyebabkan banyak penggemar yang menangis dan berteriak histeris ketika mereka bertemu dengan selebriti favorit mereka.

Maltby dan Day (2011) mendeskripsikan Celebrity Worship Syndrome sebagai hubungan parasosial antara penggemar dan sang selebriti. Hubungan parasosial merupakan hubungan satu arah dimana seseorang mengenal orang lain, akan tetapi orang tersebut tidak mengenalnya (Horton, 1956 dalam Maltby & Day 2011). Walaupun para penggemar mengetahui bahwa para selebriti tersebut tidak mengenal mereka secara pribadi, mereka merasa bahwa mereka memiliki hubungan dekat yang nyata dengan selebriti tersebut sehingga perilaku sang selebriti dan peristiwa yang terjadi dalam kehidupannya juga dapat mempengaruhi emosi dan perasaan penggemar.

Hal ini menyebabkan munculnya kejadian seperti penggemar One Direction yang menangis ketika Zayn Malik, salah satu anggota dari group band tersebut meninggalkan One Direction. Para penggemar yang bersedih ketika selebriti favoritnya itu keluar dari group band tersebut pun menangis dan meluapkan kesedihannya di media sosial. Para penggemar menuliskan kata-kata seperti “Saya tak tahu apa yang harus saya lakukan dan katakan. Saya terkejut dan menangis. Saya tak ingin ini menjadi kenyataan,” dan juga “Zayn meninggalkan 1D dan saya merasa dunia berhenti berputar” (Kodrati, 2015). Selain peristiwa yang fenomenal seperti itu, peristiwa meninggalnya Olga juga membuat sebagian masyarakat Indonesia yang merupakan penggemar dari Olga juga merasa sedih ketika mendengar kabar tersebut (Galamedianews.com, 2015). Kedua peristiwa ini menunjukkan bahwa para penggemar merasakan kedekatan dengan selebriti favorit mereka dimana emosi mereka pun turut dipengaruhi oleh keberadaan selebriti tersebut. Perasaan sedih yang muncul pada penggemar juga disebabkan karena ada rasa memiliki terhadap selebriti tersebut. Rasa memiliki yang dirasakan penggemar dapat disebut dengan Psychological Ownership.

Menurut Pierce, Kostova dan Dirks (2001, dalam Van Dyne & Pierce, 2004), Psychological Ownership adalah suatu keadaan dimana seseorang merasa bahwa suatu objek (material ataupun immaterial) merupakan miliknya. Ketika seseorang mempunyai rasa memiliki, mereka merasakan suatu hubungan antara dirinya dengan objek tersebut (Dittmar, 1992 dalam Avey, Avolio, Crossley dan Luthans, 2009). Objek dari rasa memiliki tersebut dapat tertanam dengan kuat ke dalam identitas diri orang tersebut sehingga objek tersebut menjadi bagian dari dirinya (Belk, 1988; Dittmar, 1992; Cram & Paton, 1993 dalam Avey dkk., 2009).

Keadaan seperti ini terjadi di antara para penggemar dimana mereka merasa bahwa selebriti yang mereka kagumi merupakan milik mereka dan mereka merasa bahwa mereka memiliki suatu hubungan yang nyata antara diri mereka dengan sang selebriti. Karena rasa memiliki itu pula mereka memiliki keterikatan emosi dengan sang selebriti sehingga setiap hal yang terjadi atau dilakukan oleh selebriti tersebut mempengaruhi emosinya, baik emosi positif maupun negatif. Selain itu, selebriti juga menjadi bagian dari identitas diri mereka karena mereka mengaitkan selebriti tersebut sebagai bagian dari dirinya. Contohnya yaitu para penggemar Taylor Swift seringkali mengenalkan bahwa mereka adalah Swifties. Hal ini mengindikasikan bahwa Taylor Swift yang merupakan selebriti favorit mereka adalah bagian dari diri mereka dan dimana mereka berada berarti ada bagian dari Taylor Swift yang dibawa bersama mereka.

Penelitian mengenai Celebrity Worship Syndrome dengan Psychological Ownership telah dilakukan oleh Sari (2013) dan hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sangat kuat dan signifikan pada tingkat signifikansi 0.05. Akan tetapi penelitian yang dilakukannya berfokus pada fandom ELF, yaitu fandom resmi Super Junior. Pada kenyataannya, fandom yang ada di Indonesia tidak hanya ELF. Masih ada banyak fandom lain di Indonesia seperti Sone (fandom resmi Girls Generation), Directioner (fandom resmi One Direction), The Swifties (fandom resmi Taylor Swift), dan lainnya untuk selebriti dari luar negeri. Sedangkan untuk selebriti dari dalam negeri ada fandom seperti SLANKERS (fandom resmi SLANK), Penggemar JKT48 (fandom resmi JKT48), dan fandom lainnya. Selain itu penggemar yang ada di Indonesia bukanlah hanya ada penggemar para penyanyi, melainkan juga penggemar para aktor maupun para atlit. Oleh karena itu penulis mencoba untuk memperluas target sampel dari yang sebelumnya hanya fokus terhadap penggemar Super Junior menjadi penggemar secara umum. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai “Hubungan antara celebrity worship syndrome dengan psychological ownership”.

 


 

  1. Variabel

 

  • Celebrity Worship Syndrome

Tujuan          : untuk mengetahui pada tingkatan mana seorang penggemar berada dalam memuja selebriti.

 

Definisi Operasional

Celebrity worship syndrome dapat dilihat berdasarkan 3 tingkatan, yaitu entertainment-social, intense-personal dan pathological-borderline dimana entertainment-social merupakan tingkat pemujaan terendah dan pathological-borderline merupakan tingkat pemujaan tertinggi. Entertainment-social dicirikan dengan perilaku penggemar yang tertarik dengan kehidupan selebriti favorit hanya untuk hiburan dan juga sumber obrolan dengan sesama penggemar. Tingkatan intense-personal dicirikan dengan perilaku penggemar yang sering memikirkan selebriti favorit dan merasa bahwa mereka memiliki hubungan personal yang sangat dekat dengan sang selebriti, sedangkan tingkatan pathological-borderline dicirikan dengan perilaku penggemar yang terobsesi secara berlebihan terhadap selebriti favorit sehingga mereka rela untuk melakukan apapun demi selebriti tersebut.

 

  • Psychological Ownership

Tujuan          : untuk mengetahui sejauh mana rasa kepemilikan yang dimiliki seseorang terlihat dalam sikap dan perilakunya.

 

Definisi Operasional

Psychological Ownership dapat dilihat dari sikap dan perilaku seseorang dimana ia merasa mampu untuk dapat mengendalikan dan mempengaruhi objek kepemilikannya (self-efficacy). Selain itu dapat dilihat bahwa orang yang memiliki psychological ownership terhadap suatu objek akan menjadikan objek tersebut sebagai ekstensi dari dirinya dan menjadikannya sebagai bagian dari identitas diri (self-identity), serta merasa bahwa objek tersebut adalah ‘rumah’ bagi mereka (belongingness). Orang itu juga merasa bertanggung jawab untuk mempengaruhi objek kepemilikannya (accountability) serta bertanggung jawab atas objek tersebut (responsibility). Ia dapat mengatur dirinya sendiri mengatur dan mempengaruhi objek tersebut (autonomy) serta tidak ingin membagi objek kepemilikannya kepada orang lain (territoriality).

 

  1. Keterkaitan antar Variabel

Penulis mengaitkan dimensi entertainment-social pada CWS dengan dimensi self-identity. Hal ini disebabkan para penggemar yang ada di tingkatan tersebut mengaitkan dirinya dengan sang selebriti favoritnya walaupun masih dalam tingkat yang wajar.

Dimensi intense-personal dikaitkan dengan self-efficacy, self-identity dan belongingness karena pada tingkatan ini, penggemar mulai merasa bahwa dirinya memiliki hubungan yang sangat kuat antara dirinya dengan selebriti favoritnya sehingga ia merasa bahwa ia merasa bahwa ia memiliki pengaruh dalam hidup sang selebriti dan juga merasa bahwa selebriti tersebut adalah bagian dari dirinya sehingga ia pun selalu membawa esensi dari selebriti favoritnya. Walaupun tidak selalu berwujud namun esensi itu tetap ada pada dirinya, contohnya yaitu sang selebriti sering muncul dalam pikirannya.

PO yang ada di dalam diri penggemar dimanifestasikan ke dalam perilakunya yang merasakan ikatan emosional dengan sang selebriti sehingga mereka menangis ketika sang selebriti sedang dalam keadaan yang tidak baik dan merasa senang ketika terjadi hal yang baik padanya. Selain itu juga mereka merasakan sense of belonging ketika mereka berada dekat dengan selebriti atau melihat dan mendengar berita/lagu/film mengenai selebriti tersebut karena mereka merasa bahwa mereka memiliki hubungan dengan selebriti tersebut.

Dimensi pathological-borderline dikaitkan dengan seluruh dimensi yang ada pada PO karena pada tingkatan ini mereka sudah sangat ekstrem sehingga seluruh perilaku yang dimunculkannya disebabkan oleh rasa kepemilikan yang sangat mendalam. Seperti pada tingkat intense-personal, mereka merasakan sense of belonging dan juga menganggap selebriti favoritnya sebagai bagian dari dirinya. Akan tetapi pada tingkatan ini, mereka merasa bahwa mereka memiliki tanggung jawab atas sang selebriti sehingga mereka akan melakukan apapun demi sang selebriti. Selain itu mereka juga lebih protektif terhadap sang selebriti sehingga mereka tidak mau ‘membagi’ sang selebriti kepada orang lain.

  1. Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah:

  1. Terdapat hubungan antara CelebrityWorship Syndrome dan Psychological Ownership
  2. Hubungan antara Celebrity Worship Syndrome dan Psychological Ownership merupakan hubungan yang bersifat positif