HUBUNGAN PERILAKU MEROKOK DENGAN TINGKAT KEPERCAYAAN DIRI PADA MAHASISWA UNIVERSITAS BINA NUSANTARA
HUBUNGAN PERILAKU MEROKOK DENGAN TINGKAT KEPERCAYAAN DIRI
PADA MAHASISWA UNIVERSITAS BINA NUSANTARA
Brigita Rima Ayu Kusumoastuti
1601215550
LB64
UNIVERSITAS BINA NUSANTARA
JURUSAN PSIKOLOGI
JAKARTA
2015
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN……………………………………………………………………………………… 3
- Latar Belakang……………………………………………………………………….3
- Rumusan Masalah……………………………………………………………………..4
- Tujuan Penelitian…………………………………………………………………………………………..4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………………………………….. 5
2.1 Perilaku Merokok…………………………………………………………………………………………. 5
2.1.1 Definisi Perilaku Merokok……………………………………………………5
2.1.2 Tahap-Tahap Perilaku Merokok…………………………………………………5
2.1.3 Klasifikasi Perilaku Merokok……………………………………………………6
2.2 Percaya Diri………………………………………………………………………………………………… 6
2.2.1 Definisi Percaya Diri…………………………………………………………………….6
2.2.2 Aspek-Aspek dalam Percaya Diri…………………………………………….7
2.3 Pria di Masa Dewasa Awal……………………………………………………………………………. 8
2.4 Kerangka Pikir…………………………………………………………………………………………….. 10
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………………………….. 11
BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Jumlah perokok tertinggi ke-3 di dunia berdasarkan data WHO (2008) adalah Indonesia sesudah Cina dan India (Kurniawan, 2013). Angka yang tertera pada data tersebut tentu bukan menjadi sebuah berita yang menggembirakan mengingat bahaya yang terkandung di dalam rokok. Penulis tertarik untuk meneliti persoalan ini karena rasa keprihatinan yang mendalam terhadap masa depan generasi muda kita yang terancam oleh bahaya merokok. Hal ini dikarenakan tidak sedikit dari jumlah pecandu rokok yang ada di Indonesia justru datang dari kalangan generasi muda. Hal pertama yang perlu kita ketahui bersama adalah faktor penyebab mengapa sebagian besar penduduk di Indonesia khususnya pemuda laki-laki sudah banyak yang menjadi seorang pecandu rokok. Adapun faktor- faktor penyebabnya adalah keinginan untuk coba-coba, pengaruh iklan TV, ingin kelihatan gagah dan lebih percaya diri, dan dipaksa teman (Kurniawan, 2013).
Demikian alasan yang dikemukakan oleh para pemuda yang sudah terlanjur menjadi pecandu rokok. Tentu ada langkah-langkah yang perlu diambil untuk menyelamatkan mereka supaya tidak semakin jauh menjadi pecandu rokok sebelum mereka harus merasakan dampak-dampak negatif rokok. Diperlukan kerja sama dan perhatian yang serius dari berbagai kalangan untuk menyelamatkan para generasi muda ini. Dalam hal ini orang tua tentu menjadi pihak pertama yang harus mengambil peran dalam mendidik dan mendampingi para putranya. Karena ketika orang tua tidak mampu mengambil peran tersebut secara optimal maka pengaruh dari lingkungan akan lebih “didengar“. Selain orang tua, pihak sekolah juga memiliki peran penting dalam mengantarkan anak didik mereka supaya tidak salah memilih hal-hal yang bersifat negatif. Perlu kerja sama yang baik pula antara pihak orang tua dan sekolah dan juga pihak yang berwenang serta masyarakat luas untuk secara serius memerangi bahaya merokok. Perlu sekali adanya pemahaman yang benar bahwa sesungguhnya rokok tidak memrepresentasikan kebanggaan, kehebatan dan kepercayaan diri bagi seseorang.
Dalam penelitian ini penulis akan menganalisis hubungan antara perilaku merokok dengan tingkat kepercayaan diri mahasiswa Universitas Bina Nusantara. Perilaku merokok adalah menghisap asap tembakau yang dibakar dan menghembuskannya kembali keluar (Armstrong, 1990). Sedangkan kepercayaan diri menurut Bandura (1978) adalah suatu keyakinan yang dimiliki seseorang bahwa dirinya mampu berperilaku seperti yang dibutuhkan dan memperoleh hasil seperti yang diharapkan (Siska, Sudardjo & Purnamaningsih, 2003).
Berdasarkan fenomena diatas, perilaku merokok berkaitan dengan kepercayaan diri individu. Hal ini dikarenakan individu dapat merasa lebih kelihatan gagah dan lebih percaya diri dengan merokok.
- Rumusan Masalah
Apakah ada hubungan antara perilaku merokok dengan kepercayaan diri pada mahasiswa Universitas Bina Nusantara?
- Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat hubungan antara perilaku merokok dengan kepercayaan diri pada mahasiswa.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perilaku Merokok
2.1.1 Definisi Perilaku Merokok
Perilaku merokok adalah menghisap asap tembakau yang dibakar dan menghembuskannya kembali keluar (Armstrong, 1990). Menurut Kurt Lewin (2002), perilaku merokok disebabkan oleh faktor-faktor dari dalam diri dan faktor lingkungan. Saat pertama kali mengkonsumsi rokok, gejala-gejala yang mungkin terjadi adalah batuk-batuk, lidah terasa getir, dan perut mual. Namun demikian, sebagian dari para pemula tersebut mengabaikan perasaan tersebut, biasanya berlanjut menjadi kebiasaan, dan akhirnya menjadi ketergantungan (Komasari & Helmi, 2000).
2.1.2 Tahap-Tahap Perilaku Merokok
Dalam Komalasari & Helmi (2000) terdapat 4 tahapan yang menjelaskan perilaku merokok sehingga menjadi perokok yaitu:
- Tahap preparatory
Pada tahap ini seseorang mendapatkan gambaran yang menyenangkan mengenai merokok. Hal ini menimbulkan minat untuk merokok.
- Tahap initiation
Tahap ini merupakan tahap perintisan merokok. Tahap perintisan merokok yaitu tahap apakah seseorang akan meneruskan perilaku merokok atau tidak.
- Tahap becoming a smoker
Seseorang yang mengkonsumsi rokok sebanyak 4 batang per hari maka mempunyai kecenderungan menjadi perokok.
- Tahap maintenance of smoking
Pada tahap ini merokok sudah menjadi bagian dari cara pengarturan diri (self regulating). Merokok dilakukan untuk memperoleh efek fisiologis yang menyenangkan.
2.1.3 Klasifikasi Perilaku Merokok
Menurut Smet (Hasnida & Kemala, 2005) ada tiga tipe peilaku merokok yang dapat diklasifikasikan menurut banyaknya rokok yang dihisap. Tiga tipe perilaku merokok tersebut adalah:
- Perokok berat yang menghisap lebih dari 15 batang rokok dalam sehari
- Perokok sedang yang menghisap 5-14 batang rokok dalam sehari
- Perokok ringan yang menghisap 1-4 batang rokok dalam sehari
2.2 Percaya Diri
2.2.1 Definisi Percaya Diri
Menurut Bandura (1978) kepercayaan diri adalah suatu keyakinan yang dimiliki seseorang bahwa dirinya mampu berperilaku seperti yang dibutuhkan dan memperoleh hasil seperti yang diharapkan (Siska, Sudardjo & Purnamaningsih, 2003). Kepercayaan diri adalah salah satu aspek kepribadian yang paling penting pada seseorang, seperti yang diungkapkan oleh Lauster (1978) bahwa percaya diri adalah: mandiri, tidak mementingkan diri sendiri, cukup toleran, ambisius, optimis, tidak pemalu, yakin dengan pendapatnya sendiri dan tidak berlebihan (Siska, Sudardjo & Purnamaningsih, 2003). Rasa percaya diri bukan merupakan sifat yang diturunkan melainkan diperoleh dari pengalaman hidup, serta dapat ditanamkan melalui pendidikan, sehingga upaya-upaya tertentu dapat dilakukan untuk membentuk dan meningkatkan rasa percaya diri (Lauster, 1978). Lebih lanjut Brennecke & Amich (dalam Yusni, 2002) menyatakan bahwa kepercayaan diri adalah suatu perasaan atau sikap tidak perlu membandingkan diri dengan orang lain, karena telah merasa cukup aman dan tahu apa yang dibutuhkan di dalam hidup.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa kepercayaan diri adalah keyakinan dan kepercayaan seseorang terhadap kemampuan dan potensi yang dimilikinya, serta perasaan mampu untuk mengerjakan segala tugas dan untuk meraih tujuan hidupnya dengan kemampuan dan potensi yang dimilikinya.
2.2.2 Aspek-Aspek Percaya Diri
Menurut Lauster (Winarni, 2013) kepercayaan diri memiliki beberapa aspek, antara lain:
- Percaya pada kemampuan diri sendiri
Keyakinan kemampuan diri yaitu sikap positif seseorang tentang dirinya sehingga ia merasa sangat mampu untuk melakukan tugasnya.
- Optimis
Sikap positif dan pandangan yang baik dalam menghadapi segala hal tentang diri dan kemampuannya.
- Objektif
Memandang permasalahan sesuai dengan kenyataan bukan menurut kebenaran pribadi.
- Bertanggung jawab
Kesediaan untuk menanggung segala yang telah menjadi konsekuensinya
- Rasional dan realistis
Menganalisis suatu masalah, sesuatu hal, dan atau suatu kejadian dengan menggunakan pemikiran yang dapat diterima oleh akal dan sesuai dengan kenyataan.
2.3 Pria di Masa Dewasa Awal
Individu akan memasuki usia dewasa awal ketika usia mereka memasuki 18-25 tahun. Individu di usia dewasa awal akan memiliki kondisi fisik yang paling bagus diantara usia mereka yang lain. Mereka juga akan merefleksikan segala sesuatu yang mereka lihat atau ketahui secara cepat (Freidman, 2013). Pada usia ini, individu akan memiliki perubahan secara fisik, perubahan ini juga akan mempengaruhi kehidupan social mereka karena mereka mulai memikirkan untuk menjalin kedekatan dengan lawan jenis dan mencari karir yang sesuai dengan mereka (Freidman, 2013).
Jeffrey Arnett (2006) mendeskripsikan lima ciri orang yang beranjak dewasa (Santrock, 2012). Lima ciri orang yang beranjak dewasa tesebut yaitu sebagai berikut:
- Eksplorasi identitas
Terjadi perubahan penting yang menyangkut identitas dalam masa dewasa awal.
- Ketidakstabilan
Masa dimana sering terjadi ketidakstabilan dalam hal relasi romantis, pekerjaan, dan pendidikan.
- Self-focused
Dalam masa dewasa awal, seseorang cenderung terfokus dalam diri sendiri. Seseorang menjadi kurang melibatkan diri dalam kewajiban sosial dan berkomitmen dengan orang lain. Hal ini mengakibatkan seseorang yang beranjak dewasa memiliki otonomi yang besar dalam mengatur kehidupannya sendiri.
- Feeling in between
Seseorang yang beranjak dewasa tidak menganggap dirinya sebagai remaja. Namun juga tidak menganggap dirinya sudah sepenuhnya dewasa dan berpengalaman.
- Usia dengan berbagai kemungkinan, masa dimana memiliki peluang untuk mengubah kehidupan
Masa beranjak dewasa merupakan masa dimana seseorang memiliki optimisme dengan masa depannya.
Masa dewasa awal merupakan masa dimana sebagian besar seseorang melakukan kebiasaan merugikan kesehatan. Hal ini dikemukakan oleh Haris dan kawan-kawan (2006) dalam Santrock (2012). Ketika beranjak dewasa, beberapa individu berhenti memikirkan gaya hidup yang akan berpengaruh dengan kesehatan mereka. Cousineau, Goldstein & Franco (2005) mengungkapkan bahwa saat beranjak dewasa, individu cenderung mengembangkan pola tidak sarapan, makan tidak teratur, mengandalkan kudapan sebagai sumber makanan utama sepanjang hari, makan berlebihan sampai melebihi batas berat badan normal, menjadi perokok baik sedang maupun berat, minum alcohol baik sesekali maupun menjadi peminum berat, tidak berolah raga, dan kurang tidur malam (Santrock, 2012).
2.4 Kerangka Pikir
Dari skema diatas menunjukkan bahwa beberapa individu memiliki persepsi bahwa merokok itu keren dan dengan merokok akan terlihat lebih gagah dan dewasa. Hal ini ditunjukkan dengan fenomena bahwa individu memulai perilaku merokok karena berbagai alasan yaitu keinginan untuk coba-coba, pengaruh iklan TV, dipaksa teman, dan ingin kelihatan gagah dan lebih percaya diri.
Berdasarkan teori Arnett (2006), individu di masa dewasa awal ingin memenuhi eksplorasi identitas mereka. Eksplorasi identitas dapat ditunjukkan dengan adanya rasa ingin lebih percaya diri. Individu yang ingin lebih percaya diri dengan cara memilih perilaku merokok akan meneruskan perilaku merokok mereka. Hal ini disebabkan mereka memiliki persepsi bahwa merokok membuat mereka menjadi lebih keren dan matang sehingga dapat merasa lebih percaya diri dan mereka memiliki identitas yang dapat diterima di kalangan mereka. Individu akan meneruskan perilaku merokok mereka meskipun sebenarnya mereka mengetahui bahwa merokok akan membahayakan kesehatan mereka seperti yang dikemukakan oleh Haris dan kawan-kawan (2006) dalam Santrock (2012) bahwa Masa dewasa awal merupakan masa dimana sebagian besar seseorang melakukan kebiasaan merugikan kesehatan.
Berdasarkan uraian diatas dapat diperoleh dugaan sementara bahwa ada hubungan antara perilaku merokok dengan tingkat kepercayaan diri
DAFTAR PUSTAKA
Afiatin, Tina; Andayani, Budi;. (1998). Peningkatan Kepercayaan Diri Remaja Penganggur Melalui Kelompok Dukungan Sosial. Jurnal Psikologi .
Armstrong, M. (1990). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT. Gramedia
Freidman, R.S. (2013). Psychology and your life.New York:McGraw-Hill.
Hasnida, & Kemala, I. (2005). Hubungan Antara Stres Dan Perilaku Merokok Pada Remaja Laki-Laki.
Idrus, M., & Rohmiati, A. (2008). Hubungan Kepercayaan Diri Remaja Dengan Pola Asuh Orang Tua Etnis Jawa.
Komasari, D., & Helmi, A. F. (2000). Faktor-Faktor Penyebab Perilaku Merokok Pada Remaja. Jurnal Psikologi .
Kurniawan, B. (2013, November 11). Tribunnewes.Com-Nasional-Umum. Retrieved April 25, 2015, From Www. Tribunnews.Com: Http://Www.Tribunnews.Com/Nasional/2013/11/11/Kebanyakan-Remaja-Mulai-Merokok-Karena-Coba-Coba
Santrock, J. W. (2012). Life Span Development. Ciracas: Erlangga.
Siska, Sudardjo, & Purnamaningsih, E. H. (2003). Kepercayaan Diri Dan Kecemasan Komunikasi Interpersonal Pada Mahasiswa.
Winarni, R. (2013). Kepercayaan Diri Dengan Kecemasan Komunikasi Di Depan Umum Pada Mahasiswa. Jurnal Online Psikologi .
Comments :