“Pengaruh Bullying Verbal Terhadap Self-Confidence”
“Pengaruh Bullying Verbal Terhadap Self-Confidence”
Nama : Ria Septiana Widyastuti
NIM : 1601225135
Kelas : LE64 – Psikologi
- Latar Belakang
Masa remaja merupakan periode kehidupan yang penuh dengan
dinamika, dimana pada masa tersebut terjadi perkembangan dan perubahan
yang sangat pesat. Pada periode ini terdapat risiko tinggi terjadinya kenakalan dan kekerasan pada remaja baik sebagai korban maupun sebagai pelaku dari tindakan kekerasan. Perkembangan psikososial remaja merupakan hal yang menarik untuk dikaji. Hal ini didasari oleh masalah yang banyak dialami remaja yang disebabkan oleh hubungan sosialnya di sekolah salah satunya adalah bullying. Bullying adalah perilaku agresif yang dilakukan secara sengaja terjadi berulang-ulang untuk menyerang seorang target atau korban yang lemah, mudah dihina dan tidak bisa membela diri sendiri.
Korban bullying memiliki karakteristik mudah merasa takut, tidak menyukai dirinya sendiri dan cenderung berdiam diri di rumah setelah pulang dari sekolah. Bullying juga memiliki pengaruh secara jangka panjang dan jangka pendek terhadap korban bullying.
Pengaruh jangka pendek yang ditimbulkan akibat perilaku bullying adalah depresi karena mengalami penindasan, minat untuk mengerjakan tugas-tugas sekolah yang diberikan oleh guru, dan menurunnya minat untuk mengikuti kegiatan sekolah. Sedangkan akibat yang ditimbulkan dalam jangka
panjang dari penindasan ini seperti mengalami kesulitan dalam menjalin hubungan baik terhadap lawan jenis, selalu memiliki kecemasan akan
mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan dari teman-teman sebayanya.
Fakta menunjukkan, bullying berdampak secara fisik, psikis, dan sosial terhadap korban. Selain menurunnya prestasi belajar, bullying juga mengakibatkan dampak fisik, seperti kehilangan selera makan dan migrain. Korban juga rentan menjadi pencemas hingga mengalami depresi dan menarik diri dari pergaulan. Dalam tingkatan yang lebih ekstrem, korban bahkan ada yang sampai Bunuh Diri. Dampak yang mengarah ke akademi meliputi terganggu prestasi akademisnya atau sering sengaja tidak masuk sekolah. Lebih mengkhawatirkan lagi, perilaku bullying bahkan terus berkembang di lingkup yang lebih luas. Saat ini, bullying juga merambat ke tembok sekolah dasar.
Penelitian yang dilakukan oleh Yayasan Sejiwa (2008) tentang kekerasan bullying di tiga kota besar di Indonesia, yaitu Yogyakarta, Surabaya, dan Jakarta mencatat terjadinya tingkat kekerasan sebesar 67,9% di tingkatSekolah Menengah Atas (SMA) dan 66,1% di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP). Kekerasan yang dilakukan sesama siswa tercatat sebesar 41,2% untuk tingkat SMP dan 43,7% untuk tingkat SMA dengan kategori tertinggi kekerasan psikologis berupa pengucilan. Peringkat kedua ditempati kekerasan verbal (mengejek) dan kekerasan fisik (memukul). Gambaran kekerasan di SMP di tiga kota besar yaitu Yogya: 77,5% (mengakui ada kekerasan) dan 22,5% (mengakui tidak ada kekerasan); Surabaya: 59,8% (ada kekerasan); Jakarta:61,1% (ada kekerasan). Pada November 2009, setidaknya terdapat 98 kasus kekerasan fisik, 108 Kekerasan Seksual, dan 176 Kekerasan psikis pada anak yang terjadi di Lingkungan Sekolah. Data yang dirilis Pusat Data dan Informasi, Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), menyebutkan, angka kekerasan pada tahun 2011 menunjukkan kenaikan yang cukup signifikan sekaligus mengkhawatirkan. Untuk jumlah pengaduan yang masuk, peningkatannya mencapai 98 persen pada tahun 2011, yaitu 2.386 pengaduan dari 1.234 laporan pada tahun 2010. Kasus kekerasan seksual juga meningkat menjadi 2.508 kasus pada 2011, meningkat dari data tahun 2010 sebanyak 2.413 kasus. Sebanyak 1.020 kasus atau setara 62,7 persen dari angka tersebut adalah kasus kekerasan seksual yang dilakukan dalam bentuk sodomi, pemerkosaan, pencabulan, dan inses. Selebihnya adalah kekerasan fisik dan psikis. Fakta ini tentu sangat memprihatinkan.
Disini saya akan membahas tentang Bullying secara Verbal. Tipe bully secara verbal seperti ini biasanya bertujuan untuk merendahkan harga diri korbannya, misalnya dengan mengatakan dia jelek, atau atribut fisik lainnya yang mungkin saja dimiliki oleh korban tersebut dan membuat dia menjadi “aneh” di lingkungannya. Verbal bully ini sangat sulit untuk diketahui tanda-tandanya karena tidak ada tanda fisik yang terlihat. Akan tetapi, bullying verbal itu lebih mengena kepada sisi psikologis yang bisa dingat oleh seseorang seumur hidupnya. Verbal bully ini juga bisa dilakukan secara diam-diam, apalagi di zaman media sosial seperti sekarang, seseorang dapat mengejek orang lain secara anonim, sehingga sekarang muncul istilah cyber bullying (bully di dunia maya).
Bullying secara verbal sangat gampang ditemui dan terjadi dimana-mana. Seperti tindakan memaki, mengejek, menggosip, membodohkan dan mengkerdilkan. Baik itu dalam konteks disengaja ataupun tidak. Baik dilakukan dalam konteks bercanda atau pun serius.
Bullying verbal bisa terjadi baik di lingkungan keluarga, pergaulan, bahkan yang lebih parah adalah di lingkungan pendidikan. Verbal abuse, terjadi ketika orangtua, pengasuh atau lingkungan disekitarnya sering melontarkan kata-kata yang merendahkan, memojokkan, meremehkan, atau mencap anak dengan label negatif, yang membuat semua hinaan tersebut mengkristal dalam diri anak.
Setelah dampak tersebut mengkristal dalam diri sang anak, maka rasa percaya diri yang dimiliki sang anak akan relatif rendah dan juga akan mempengaruhi aspek-aspek kehidupannya baik kehidupan pribadi ataupun kehidupan sosialnya kelak. Terkadang, orangtua tanpa sadar juga sering melakukan bullying verbal kepada anaknya. Seperti mengejek atau memaki anak dengan mengatakan kalimat yang membuat anak drop.
Alih-alih anak akan terpacu untuk baik, malah bisa jadi si anak bisa jadi tidak percaya diri. Sejumlah penelitian mengatakan bahwa kekerasan verbal tersebut akan berdampak negatif, khususnya pada mental sang anak. Salah satu ciri khusus pada anak yang menjadi korban verbal abuse, adalah mereka mempunyai tingkat self-confidence yang relatif rendah. Hal itu disebabkan karena para pelaku verbal abuse secara terus menerus menghina, mengancam, dan berkata tidak pantas pada korban, atau para pelaku tidak pernah dan tidak mau mengakui kelebihan (baik fisik maupun non-fisik) yang dimiliki oleh sang korban, sehingga mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, dan hilangnya kemampuan untuk bertindak.
Selain itu, perilaku bullying verbal sering dilakukan oleh teman sebaya. Sering teman sebaya menyematkan gelar kepada teman dengan sebutan, jelek, gendut, dalam bercanda. Selain itu, perilaku mengkredilkan anak dengan meng gosipkan atau menjelek-jelekan yang dilakukan teman sebaya, sudah tentu juga menimbulkan efek bagi si korban. Di dunia pendidikan, kalau kita amati, juga sering terjadi bullying verbal. Bisa saja hal ini dilakukan oleh guru kepada siswa.
Kekerasan verbal seringkali dianggap remeh, selain karena dampaknya tidak terlihat secara fisik, orang-orang yang melakukannya pun seringkali tidak sadar telah melakukan kekerasan verbal. Padahal, kekerasan verbal dapat menimbulkan dampak buruk yang cukup besar terhadap kesehatan mental dan perkembangan psikologis seseorang.
Kekerasan verbal bahkan memiliki dampak yang lebih besar dan buruk dibandingkan dengan kekerasan fisik, karena sifatnya yang tersembunyi dan melukai aspek mental dan psikologis seseorang, yang lebih sulit disembuhkan daripada luka fisik. Yang lebih menyulitkan lagi adalah, orang yang mengalami kekerasan verbal seringkali tidak menyadari bahwa mereka telah menjadi korban, sehingga mereka merasa bahwa semua hal-hal buruk yang dikatakan terhadap mereka adalah benar, dan merekalah yang salah. Mereka juga mulai percaya bahwa semua hal buruk yang terjadi kepada mereka adalah sepenuhnya karena kesalahan mereka. Ini membuat mereka tumbuh menjadi pribadi dengan kepercayaan diri dan konsep diri yang rendah.
Dampak lain dari kekerasan verbal adalah terhambatnya perkembangan anak secara sosial dan emosional. Anak-anak yang sering mengalami kekerasan verbal juga dapat tumbuh dengan rasa rendah diri dan konsep diri yang rendah.
Saat mereka dewasa nanti, mereka pun memiliki kemungkinan lebih besar untuk terus menjadi korban kekerasan verbal, atau justru berbalik menjadi pelaku kekerasan verbal. Mereka juga memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk berperilaku agresif dan terlibat dalam tindak kenakalan dan perilaku yang bersifat merusak terhadap diri sendiri, seperti penggunaan narkoba, penyalahgunaan alkohol sampai percobaan bunuh diri. Korban kekerasan verbal juga dapat tumbuh menjadi pribadi dengan berbagai macam gangguan psikologis, seperti gangguan kecemasan, depresi dan ketidakstabilan emosional.
- Rumusan Masalah
- Apa yang dimaksud dengan bullyingdan jenis – jenis perbuatan bullying?
- Apa saja faktor yang menyebabkan perilaku bullying?
- Apa saja dampak yang didapat akibat dari perilaku bullying?
- Tujuan Penelitian
- Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang menyebabkan timbulnya bullying terhadap anak di Sekolah.
- Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan tindakan bullyingdan jenis -jenis perbuatan yang termasuk dalam tindakan itu.
- Untuk mengetahui faktor – faktor penyebab tindakan bullyingserta dampak yang diakibatkan dari tindakan itu.
- Variable
- Bullying
Salah satu bentuk dari perilaku agresi dengan kekuatan dominan pada perilaku yang dilakukan secara berulang-ulang dengan tujuan mengganggu anak lain atau korban yang lebih lemah darinya.
- Self-Confidence
Diartikan sebagai adanya sikap individu yakin akan kemampuannya sendiri untuk bertingkah laku sesuai dengan yang diharapkannya sebagai suatu perasaan yang yakin pada tindakannya, bertanggung jawab terhadap tindakannya dan tidak terpengaruh oleh orang lain.
- Hipotesis
- Faktor keluarga: Pelaku bullying seringkali berasal dari keluarga yang bermasalah: orangtua yang kerap menghukum anaknya secara berlebihan atau situasi rumah yang penuh stres, agresi dan permusuhan. Anak akan mempelajari perilaku bullying ketika mengamati konflik-konflik yang terjadi pada orangtua mereka dan kemudian menirunya terhadap teman-temannya. Atau sering terjadi tindak kekerasan yang dilakukan orang tua terhadap anaknya, ketika anak tidak berani melawan orang tua, maka “perlawanan” ini ditujukan pada teman-temannya.Faktor sekolah: Karena pihak sekolah sering mengabaikan keberadaan bullying ini, terutama pada kasus kekerasan verbal dan relasional, anak-anak sebagai pelaku bullying akan mendapatkan penguatan terhadap perilaku mereka untuk melakukan intimidasi anak-anak yang lainnya. Bullying berkembang dengan pesat dalam lingkungan sekolah yang didalamnya terdapat perilaku diskriminatif, kurangnya pengawasan dan bimbingan etika, adanya kesenjangan besar antara siswa yang kaya dan miskin, pola kedisiplinan yang sangat kaku ataupun yang terlalu lemah, bimbingan yang tidak layak dan peraturan yang tidak konsisten.3. Faktor kelompok sebaya: Anak-anak ketika berinteraksi di sekolah dan dengan teman sekitar rumah kadang kala terdorong melakukan bullying untuk membuktikan bahwa mereka bisa masuk dalam kelompok tertentu, untuk mendapatkan respek dari teman, atau untuk menunjukkan di depan teman-temannya bahwa dia punya kekuatan, dia yang paling berani, dialah orang yang berkuasa dikelompoknya.
4. Faktor lingkungan: Lingkungan sekitar rumah sangat besar pengaruhnya terhadap perilaku bullying, misalnya anak hidup pada lingkungan orang yang sering berkelahi atau bermusuhan, berlaku tidak sesuai dengan norma yang ada, maka anak akan mudah meniru perilaku lingkungan itu dan merasa tidak bersalah, atau menganggapnya sebagai hal yang biasa yang tidak melanggar norma. Juga tayangan berita, sinetron, film, dan media cetak yang secara vulgar menyuguhkan kekerasan, secara tidak langsung memberi legitimasi perilaku kekerasan.
Comments :