Pada artikel sebelumnya, saya membahas mengenai kecemasan dan gangguan kecemasan, kali ini saya akan mengulas salah satu teknik mengatasi kecemasan, yaitu dengan memahami dan akhirnya bisa mengatasi automatic thoughts dengan berlatih berpikir seimbang. Enjoy!

Automatic thoughts atau pikiran otomatis adalah pikiran yang secara otomatis muncul di kepala seseorang dalam kehidupan sehari-hari. Pikiran ini berisi komentar terhadap hal yang terjadi dan apa yang diakukan. Pikiran ini selalu ada dan sangat penting karena mempengaruhi apa yang seseorang lakukan dan mempengaruhi apa yang dirasakan. Pikiran otomatis inilah yang seringkali membuat seseorang merasa cemas atau depresi. Oleh karena itu, mari kita kenali ciri pikiran otomatis yang ada pada diri kita.

http://licensedmentalhealthcounselor.org/2012/08/15/cognitive-behavioral-therapy-a-brief-primer-part-1-automatic-thoughts-assumptions-and-personal-schemas/
Automatic thoughts

Pikiran otomatis ini biasanya tentang diri Anda:

  • bagaimana anda memandang diri sendiri –> Saya pintar”, “Saya tidak pandai bergaul”.
  • bagaimana anda menilai diri sendiri –>  “Semua yang saya lakukan selalu salah”, “Saya sudah melakukan yang terbaik untuk tes matematika tadi.”
  • cara Anda melihat masa depan –> “Suatu hari nanti saya akan berbahagia.”

Pikiran ini bisa merupakan pikiran positif yang mendorong Anda untuk melakukan hal positif, contoh: “Saya senang jalan dengan teman-teman malam ini, maka lain kali saya akan membuat janji jalan dengan teman-teman”. Tetapi pikiran ini bisa juga negatif sehingga mendorong Anda berhenti atau menghindar melakukan sesuatu, contoh: “Gak ada teman yang bicara sama saya malam ini, maka saya jadi enggan pergi keluar dan bertemu teman-teman”.

Kita bisa memiliki campuran pikiran otomatis yang positif dan negatif. Kebanyakan orang bisa melihat dari dua belah sisi dan akhirnya membuat keputusan dan penilaian yang seimbang.

Beberapa orang lailnnya lebih sulit berpikir positif mengenai suatu hal sehingga melihat melalui “kacamata negatif” dan hanya melihat hal-hal yang tidak benar.

Pikiran negatif ini sebaknya kita kenali. Ada beberapa “hot thoughts” atau pikiran yang muncul dengan sering dan lebih kuat dibandingkan pikiran-pikiran otomatis lain. Beberapa “hot thoughts” ini dapat membuat Anda merasa tidak enak dan menghambatmu dalam melakukan beberapa hal. Pikiran otomatis yang negatif ini dapat berputar-putar dalan kepala kita dan semakin sering mendengar pikiran tersebut, semakin kita mencari bukti yang mendukung pikiran itu. Ini dinamakan “thinking errors”.

Ada 6 jenis kesalahan berpikir (thinking errors) yang seringkali terjadi pada seseorang:

  1. The Downers

Jenis eror ini berfokus pada aspek negatif dari kejadian yang terjadi. Kita hanya melihat hal-hal yang tidak berjalan dengan baik. Sementara hal-hal positif seringkali terlewatkan, tidak dipercaya, atau dianggap sebagai hal yang tidak penting. Ada dua tipe downers:

a. Negative glasses

Hanya melihat satu sisi dari kejadian, yaitu hal negatif yang terjadi. Misal: Anda dan teman-teman bersenang-senang seharian tetapi waktu makan siang, restoran favorit Anda penuh. Saat ditanya apakah Anda senang hari itu, Anda menjawab “Gak. Kita gak dapet tempat di resto favorit”.

b. Positive doesn’t count

Kesalahan berpikir ini melihat mengabaikan hal-hal positif yang terjadi. Misal: orang yang mendengar bahwa ada lawan jenis yang ingin kencan dengan mereka, berpikir bahwa “Ah, dia mungkin tidak menemukan orang lain untuk diajak pergi”.

 

  1. Blowing things up

Tipe kedua ini cenderung membesar-besarkan hal negatif yang ada. Terbagi lagi dalam tiga jenis:

a. All-or-nothing thinking

Segala hal dilihat sebagai: iya atau tidak sama sekali. Panas atau dingin sekali, tidak bisa melihat hal di antara kedua titik ekstrim tersebut. Misal: Saat ada hal yang tidak disetujui dengan teman, Anda berpikir “Oke, cukup sudah, Anda bukan teman saya lagi”. Atau saat mendapat nilai 72 di pelajaran Matematika, Anda berpikir “Ah, saya gak akan bisa kerjain soal matematika, saya nyerah aja deh”.

b. Magnifying the negative

Jenis ini membesar-besarkan derajat kepentingan dari peristiwa yang terjadi. Misalnya: “Saya menjatuhkan buku dan semua orang di kelas melihat ke saya.”

c. Snowballing

Jenis ini melihat satu peristiwa dan diteruskan menjadi pola yang “mengecilkan diri sendiri”. Misalnya: Tidak dipilih dalam tim inti olah raga bisa menimbulkan pikiran “Saya gak jago olah raga, Saya juga gak ngerti matematika, Saya emang gak bisa apa-apa”.

 

  1. Predicting failure

Tipe yang lain dari thinking eror ialah mengenai harapan kita mengenai apa yang akan terjadi, dapat terjadi dengan dua cara:

a. The mind reader

Kesalahan berpikir ini membuat seseorang berpikir bahwa mereka tahu apa yang sedang dipikirkan orang lain, misalnya: “Saya tahu, dia gak suka sama saya” atau “Taruhan, pasti semua orang lagi ngetawain saya”.

b. The fortune teller

Dalam kesalahan berpikir ini, seseorang berpikir bahwa mereka mengetahui apa yang akan terjadi di masa depan. Misal: “Kalau kita jalan rame-rame, pasti akhirnya saya duduk sendirian di cafe”, atau “Saya tau, saya gak akan bisa ngerjain pekerjaan ini”.

 

  1. Feeling thoughts

Pada kesalahan berpikir ini, perasaan kita menjadi sangat kuat sehingga menghalangi kita memikirkan dan melihat suatu peristiwa dengan lebih jelas. Kita jadi berpikir berdasarkan apa yang kita rasaan dan bukan berdasarkan apa yang sebenarnya terjadi.

a. Emotional reasoning

Saat Anda merasa tidak enak, sedih, down, kemudian Anda berasumsi bahwa semua hal adalah tidak enak. Perasaan Anda mengambil kendali sehingga mempengaruhi cara berpikir Anda.

b. Dustbin label

Anda memberikan label (yang buruk) pada dirimu dan melandaskan pikiran Anda berdasarkan label ini, misal “Saya pecundang” atau “Saya sampah” atau “Saya gak punya harapan”.

 

  1. Setting yourself up to fail

Kesalahan berpikir ini terkait dengan standar dan ekspektasi yang kita buat sendiri. Terkadang, target kita terlalu tinggi sehingga kelihatannya tidak mungkin kita capai sampai kapan pun. Ini berarti kita sudah “memperkirakan” diri kita untuk gagal. Akhirnya kita jadi sangat memperhatikan kegagalan kita dan hal-hal yang belum kita lakukan. Pikiran ini biasanya bermula dari kata:

  • Saya seharusnya..
  • Saya tidak bisa..
  • Saya mestinya..

Kata-kata ini akan membuat kita menentukan standar yang tidak mungkin kita capai.

  1. Blame me!

Ada masa-masa dimana kita merasa bertanggung jawab terhadap kejadian negatif yang terjadi, bahkan di saat kita tidak memiliki kendali terhadap kejadian tersebut. Akhirnya semua kesalahan yang terjadi ditimpakan pada diri kita sendiri. Misal: “Kalo saya naik bus itu, pasti nanti bus itu mogok” atau, kalau temanmu tidak melihat Anda dan berlalu tanpa menyapamu, Anda berpikir “Saya pasti bilang sesuatu yang membuat dia kesal pada saya”.

 

Balanced Thinking

Pertanyaan yang bisa membantu menantang pikiran negatif:

  • Apa bukti yang mendukung pikiran ini?
  • Apa bukti yang bisa meragukan pikiran ini?
  • Apa yang akan dikatakan orangtua/guru/pacar/teman kalau mereka tau saya berpikiran seperti ini?
  • Apa yang akan saya katakan pada sahabat saya kalau saya tahu dia berpikir seperti ini?
  • Apakah saya membuat kesalahan berpikir?

Berpikir seimbang bukanlah mencari alasan rasional untuk mendukung pikiran kita. Berpikir seimbang bukan melihat sesuatu dengan cara positif. Berpikir seimbang ialah mencari informasi baru yang seringkali tidak kita lihat. Pikiran kita sebaiknya realistis, bukan berarti tanpa masalah.

Berpikir seimbang ialah cara mengetes pikiran kita dan memeriksa apakah kita sudah melihat kejadian secara menyeluruh. Secara ringkas, Anda bisa melakukan hal-hal berikut untuk dapat berpikir dengan seimbang:

  • Cari bukti-bukti baru,
  • Pikirkan apa yang akan dikatakan orang lain tentang pikiran tersebut,
  • Periksa apakah ada kesalahan berpikir yang terjadi.

Selamat mencoba! Semoga berhasil mengurangi kecemasan Anda dan membuat Anda lebih percaya diri untuk berprestasi! 🙂

http://www.keepcalm-o-matic.co.uk/p/keep-calm-and-challenge-automatic-thoughts-1/
Keep calm and challenge automatic thoughts..

Reference:

Stallard, P. (2002). Think Good-Feel Good: A Cognitive Behaviour Therapy Workbook for Children and Young People. West Sussex: John Wiley & Sons.