HUBUNGAN CONFORMITY DENGAN MOTIVASI BELAJAR MAHASISWA BINA NUSANTARA JURUSAN PSIKOLOGI SEMESTER GENAP
ISMI KHOIRUNNISA – 1601244046 – LB64
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan adalah suatu hal yang penting bagi anak-anak Indonesia, untuk mendapatkan ilmu pengetahuan yang didapat dari proses ngajar mengajar di sekolah. Adanya pertukaran informasi antara guru dengan murid, dengan adanya pertukaran informasi tersebut akan menghasilkan pengetahuan yang luas. Dalam proses belajar yang dilalui diharapkan untuk mendapatkan prestasi yang membanggakan. Saat ini banyak anak-anak muda Indonesia yang berhasil menggapai kesuksesannya dari prestasi yang dimilikinya. Prestasi yang dicapai tak luput dari proses pembelajaran yang dilalui terlebih dahulu. Dimulai dari taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi. Dengan ketekunan dan kegigihan dalam belajar, semakin besar peluang untuk mencapai kesuksesan yang membanggakan di masa yang akan datang. Proses pembelajaran tidak hanya dapat dilakukan di sekolah atau kampus, tetapi bisa juga didapat di lingkungan sekitar, seperti keluarga, teman sebaya (peer), organisasi, dan lain-lain. Hal ini sangat disayangkan sekali apabila kaum muda bermalas-malasan untuk mencari wawasan yang lebih luas. Banyak pemuda Indonesia yang bisa dijadikan contoh oleh anak-anak muda yang lainnya untuk menghasilkan prestasi yang membanggakan. Contoh pemuda yang bisa menjadi motivasi anak Indonesia lainnya, seperti Irfan Haris, pelajar asal SMAN 1 Pringsewu yang meraih medali emas pada pada Olimpiade Biologi Internasional (Fipiranus, 2012) dan ada juga Dr. Sehat Sutardja di usiaya yang masih muda suda menjadi CEO dan co-founder Marvell Technology Group, yang merupakan perusahaan manufaktur produk semikonduktor yang banyak dipakai di berbagai perangkat elektronika yang berbasis di California (Noviandari, 2014). Dengan adanya orang-orang hebat yang berhasil atas prestasinya dapat memotivasi anak-anak Indonesia lainnya untuk terus belajar secara academic ataupun non academic.
Untuk menggapai prestasi yang membanggakan dibutuhkannya motivasi belajar yang tumbuh dari diri sendiri. Sardiman 2001:20 (dalam Iru, 2009) menyatakan bahwa belajar senantiasa merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan, dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru, dan lain sebagainya. Menurut Sardiman (2007) motivasi adalah keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan yang memberikan arah pada kegiatan belajar sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai. Menurut Barelson, Steiner dan Koontz (2001) mendefinisikan motivasi sebagai suatu keadaan dalam diri seseorang (inner state) yang mendorong, mengaktifkan atau menggerakkan dan yang mengarahkan atau menyalurkan perilaku ke arah tujuan. Motivasi adalah kekuatan (energy) seseorang yang dapat menimbulkan tingkat persistensi dan antusiasme dalam melaksanakan suatu kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri (motivasi instrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik) (Sudrajat, 2008). Menurut Lewin (dalam Arko, 2007) motivasi belajar mahasiswa dapat dikatakan sebagai fungsi dari faktor yang ada dalam dirinya sendiri (instrinsik) dan faktor-faktor yang ada di dalam lingkungan belajarnya atau di luar dirinya (ekstrinsik). Faktor yang ada dalam diri mahasiswa adalah minatnya terhadap bidang ilmu yang dipelajari serta orientasinya dalam mengikuti pendidikan tinggi. Sedangkan faktor-faktor yang ada di dalam lingkungan belajarnya adalah kualitas dosen, bobot materi kuliah, metode perkuliahan, kondisi dan suasana ruang kuliah, serta fasilitas perpustakaan.
Motivasi belajar (learning motivation) yaitu dorongan seseorang untuk belajar sesuatu guna mencapai suatu cita-cita. Seseorang akan memiliki motivasi belajar yang tinggi bila ia menyadari dan memahami tujuan yang akan dicapainya di kemudian hari (Dariyo, 2013). Motivasi belajar dapat dibagi menjadi berbagai faktor, salah satunya adalah cita-cita atau aspirasi siswa, cita-cita dapat berlangsung dalam waktu sangat lama, bahkan sepanjang hayat. Cita-cita siswa untuk ”menjadi seseorang” akan memperkuat semangat belajar dan mengarahkan pelaku belajar. Cita-cita akan memperkuat motivasi belajar intrinsik maupun ektrinsik sebab tercapainya suatu cita-cita akan mewujudkan aktualisasi diri. Siswa yang mempunyai cita-cita yang besar akan memiliki kemampuan belajar yang tinggi pula, biasanya anak-anak yang terfokus pada cita-cita yang ingin digapainya akan lebih termotivasi dalam belajar, karena siswa seperti itu lebih sering memperoleh sukses oleh karena itu kesuksesan memperkuat motivasinya.
Di zaman era globalisasi yang serba menggunakan teknologi canggih ini, banyak sekali proses pembelajaran yang dapat dilakukan secara virtual. Hal ini bisa juga membantu anak-anak Indonesia untuk melakukan proses belajar yang lebih mudah dan menyenangkan. Namun pada kenyataannya saat ini banyak sekali kalangan pelajar khususnya mahasiswa di Indonesia yang menyalah gunakan situs media sosial untuk menyelesaikan tugas-tugasnya tanpa mengerti atau memahami isi materi yang ada di dalam tugas tersebut, sungguh disayangkan sekali apabila hal seperti ini terus terjadi di generasi muda yang akan datang. Kebanyakan mahasiswa melakukan tindakan plagiarism atau istilah copy-paste yang diambil dari situs-situs media sosial yang sekarang mudah sekali untuk diakses oleh siapapun (Latief, 2015). Hal tersebut sangat mengkhawatirkan Negara Indonesia, karena akan mengakibatkan semakin turunnya originalitas prestasi mahasiswa Indonesia dalam taraf pendidikan. Faktor yang bisa saja membuat mahasiswa melakukan plagiarism atau copy-paste salah satunya adalah pengaruh dari conformity peer group. Menurut Hurlock (dalam Anwar, 2013) konformitas terhadap standar kelompok terjadi karena adanya keinginan untuk diterima kelompok sosial, semakin tinggi keinginan individu untuk diterima secara sosial maka semakin tinggi pula tingkat konformitasnya. Peer atau teman sebaya adalah anak-anak dengan tingat kedewasaan yang sama (Santrock, 2006). Dalam menjalin suatu hubungan pertemanan teman sebaya banyak dari mereka yang cenderung untuk membentuk suatu kelompok (conformity). Menurut Sarwono (dalam Anwar, 2013) ada dua jenis konformitas, yaitu compliance konformitas yang dilakukan secara terbuka sehingga terlihat oleh umum, walaupun hatinya tidak setuju. Misalnya, turis asing memakai selendang dipinggangnya agar dapat masuk ke pura di Bali, menyantap makanan yang disuguhkan nyonya rumah walaupun tidak suka, memeluk cium rekan akrab walaupun merasa risih. Lalu yang kedua adalah obedience, misalnya anggota tentara yang menembak musuh atas perintah komandannya, dan mahasiswa baru memakai baju compang camping dalam acara penerimaan mahasiswa baru (ospek) atas perintah seniornya dan konformitas penerimaan (accept) konformitas yang disertai perilaku dan kepercayaan yang sesuai dengan tatanan sosial, misalnya berganti agama sesuai dengan keyakinannya sendiri, belajar bahasa daerah atau Negara dimana ia ditugaskan atau tinggal, memenuhi ajakan teman-teman untuk membolos.
Konformitas teman sebaya secara operasional didefinisikan sebagai keinginan individu untuk mengikuti aktivitas dan kecenderungan teman sebaya mereka (Santor, Messervey, Kusumaker, 2000). Teman sebaya (peer) memiliki pengaruh yang positif dan negative. Hal-hal positif dapat berupa saling memotivasi dalam meraih prestasi, tolong menolong, bergabung dalam suatu organisasi untuk pengembangan dirinya dan lain sebagainya. Menurut Rothbaum dkk, 2000 (dalam Santrock, 2012) hal-hal negative dapat berupa seperti mencuri penutup roda mobil, membuat grafiti didinding, atau mencuri kosmetik dari konter toko bersama kawan sebayanya. Tindakan plagiarism termasuk kedalam pengaruh teman sebaya yang negative, karena mengambil karya orang lain tanpa izin dengan tidak mencantumkan sumbernya. Sekarang ini banyak sekali mahasiswa Indonesia yang melakukan sistem copy-paste untuk memenuhi menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan oleh dosen. Menurut Baron dan Byrne 2005:53 (dalam Anwar, 2013) tekanan untuk melakukan konformitas berakar dari kenyataan bahwa diberbagai konteks ada aturan-aturan eksplisit ataupun tak terucap yang mengindikasikan bagaimana kita seharusnya atau sebaiknya bertingkah laku. Aturan-aturan ini dikenal sebagai norma sosial (social norms) dan aturan-aturan ini seringkali menimbulkan efek yang kuat pada tingkah laku kita.
Dalam buku Life—Span Development mahasiswa masuk kedalam masa dewasa awal (early adulthood), dimana masa dewasa melibatkan periode transisi yang panjang. Transisi dari masa remaja ke dewasa disebut sebagai beranjak dewasa (emerging adulthood) yang terjadi dari usia 18 sampai 25 tahun (Arnett, 2006, 2007). Masa ini ditandai oleh eksperimen dan eksplorasi. Pada titik ini dalam perkembangan mereka, banyak individu masih mengeksplorasi jalur karier yang ingin mereka ambil, ingin menjadi individu seperti apa, dan gaya hidup seperti apa yang mereka inginkan. Pada tahap perkembangan dewasa awal pada mahasiswa bisa dikatakan mereka sudah memiliki hubungan pertemanan teman sebaya dengan populasi yang cukup banyak dan dari beberapa individu yang dikenalinya akan membentuk suatu kelompok teman sebaya (conformity peer group). Hal-hal yang bisa didapat jika membentuk conformity peer group, seperti hal-hal positif dapat berupa saling memotivasi dalam meraih prestasi, tolong menolong, bergabung dalam suatu organisasi untuk pengembangan dirinya dan lain sebagainya. Hal-hal negative banyak mahasiswa yang melakukan copy-paste untuk menyelesaikan tugas-tugasnya tanpa tahu atau mengerti materi yang ada dalam tugas tersebut. Dengan adanya hal tersebut pasti ada dampak yang harus diterimanya. Jika memang komunitas teman sebaya tersebut merupakan hal yang negative tak menutup kemungkinan bahwa mahasiswa tersebut terbawa oleh pergaulan yang tidak baik, yang bisa saja akan mempengaruhi proses belajarnya dalam taraf pendidikan dan hal ini akan berdampak menurunnya kualitas pendidikan di Indonesia dan akan berkepanjang untuk di masa yang akan datang. Jika komunitas teman sebaya merupakan hal yang positif, maka mahasiswa tersebut termasuk ke dalam pergaulan yang baik, teman sebaya yang saling memotivasi temannya dalam proses belajar yang akan menguntungkan dimasa yang akan datang.
Pada penelitian ini penulis ingin meneliti apakah adanya hubungan antara conformity dengan motivasi belajar Mahasiswa Bina Nusantara jurusan Psikologi semester genap. Dari uraian diatas menggambarkan adanya hubungan antara conformity peer group dengan motivasi belajar Mahasiswa. Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Hubungan antara conformity dengan motivasi belajar Mahasiswa Bina Nusantara jurusan Psikologi semester genap”.
1.2 Rumusan Maslah
Apakah ada hubungan antara conformity peer group dengan motivasi belajar Mahasiswa Bina Nusantara jurusan Psikologi semester genap?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Penelitian ingin mengetahui apakah adanya hubungan antara conformity peer group dengan motivasi belajar Mahasiswa Bina Nusantara jurusan Psikologi semester genap.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan:
- Secara teoritis
Dapat memberikan wawasan dalam dunia psikologi sosial mengenai conformity peer group dengan motivasi belajar
- Secara praktis
Penelitian ini diharapkan dapat penelitian ini diharapkan mampu memberi informasi, masukan ataupun pengetahuan serta pemikiran mengenai hubungan antara conformity peer group dengan motivasi belajar.
VARIABEL
- Conformity
Conformity secara umum adalah tekanan untuk berperilaku dalam aturan yang menunjukkan bagaimana kita harus atau seharusnya berperilaku (Baron, Brascombe, & Byrne, 2008)
- Motivasi belajar
Menurut Lewin (dalam Arko, 2007) motivasi belajar mahasiswa dapat dikatakan sebagai fungsi dari faktor yang ada dalam dirinya sendiri (instrinsik) dan faktor-faktor yang ada di dalam lingkungan belajarnya atau di luar dirinya (ekstrinsik).
- Masa dewasa awal (early adulthood)
Masa dewasa awal (early adulthood) adalah periode perkembangan yang dimulai pada awal usia 20-an sampai usia 30-an. Masa ini merupakan saat untuk mencapai kemandirian pribadi dan ekonomi, perkembangan karir, serta bagi sebagian besar orang adaah masa untuk memilih pasangan, belajar untuk mengenal seseorang seacra lebih dekat, memulai keluarga sendiri, dan mengasuh anak (Santrock, 2012: 18).
Masa dewasa awal (early adulthood) adalah periode perkembangan yang dimulai pada awal usia 20-an sampai usia 30-an (Santrock, 2012: 18). Pada mahasiswa yang menjadi target adalah mahasiswa yang menginjak usia 20-an dimana para mahasiswa masih menggali ilmu pengetahuan dalam bidang akademik atapun non akademik untuk mendapatkan pengetahuan, pengalaman dan persiapan di dunia kerja yang akan datang. Pada dasarnya mahasiswa Bina Nusantara pasti memiliki teman yang seumuran dengan dirinya (peer group). Peer atau teman sebaya adalah anak-anak dengan tingat kedewasaan yang sama (Santrock, 2006). Dari pertemanan teman sebaya tersebut mahasiswa akan membentuk kelompok (conformity). Conformity secara umum adalah tekanan untuk berperilaku dalam aturan yang menunjukkan bagaimana kita harus atau seharusnya berperilaku (Baron, Brascombe, & Byane, 2008). Menurut Hurlock (dalam Anwar, 2013) konformitas terhadap standar kelompok terjadi karena adanya keinginan untuk diterima kelompok sosial. Semakin tinggi keinginan individu untuk diterima secara sosial maka semakin tinggi pula tingkat konformitasnya. Ada dua jenis konformitas menurut Sarwono (dalam Anwar, 2013) :
- Compliance
Konformitas yang dilakukan secara terbuka sehingga terlihat oleh umum, walaupun hatinya tidak setuju. Misalnya, turis asing memakai selendang dipinggangnya agar dapat masuk ke pura di Bali, menyantap makanan yang disuguhkan nyonya rumah walaupun tidak suka, memeluk cium rekan arab walaupun merasa risih. Kalau perilaku menurut ini adalah terhadap suatu perintah, namanya adalah ketaatan (obedience), misalnya anggota tentara yang menembak musuh atas perintah komandan ya, dan mahasiswa baru memakai baju compang camping dalam acara perpeloncoaan atas perintah seniornya.
- Accept
Konformitas yang disertai perilaku dan kepercayaan yang sesuai dengan tatanan social. Misalnya, berganti agama sesuai dengan keyakinannya sendiri, belajar bahasa daerah atau Negara dimana ia ditugaskan atau tinggal, memenuhi ajakan teman-teman untuk membolos.
Hal-hal yang bisa didapat jika membentuk conformity peer group, seperti hal-hal positif dapat berupa saling memotivasi dalam meraih prestasi, tolong menolong, bergabung dalam suatu organisasi untuk pengembangan dirinya dan lain sebagainya. Hal-hal negative banyak mahasiswa yang melakukan copy-paste untuk menyelesaikan tugas-tugasnya tanpa tahu atau mengerti materi yang ada dalam tugas tersebut. Dengan adanya hal tersebut pasti ada dampak yang harus diterimanya. Jika memang komunitas teman sebaya tersebut merupakan hal yang negative tak menutup kemungkinan bahwa mahasiswa tersebut terbawa oleh pergaulan yang tidak baik, yang bisa saja akan mempengaruhi proses belajarnya dalam taraf pendidikan dan hal ini akan berdampak menurunnya kualitas pendidikan di Indonesia dan akan berkepanjang untuk di masa yang akan datang. Jika komunitas teman sebaya merupakan hal yang positif, maka mahasiswa tersebut termasuk ke dalam pergaulan yang baik, teman sebaya yang saling memotivasi temannya dalam proses belajar yang akan menguntungkan dimasa yang akan datang.
Hipotesis
- Hipotesis alternative (Ha):
Adanya hubungan antara conformity peer group dengan motivasi belajar Mahasiswa Bina Nusantara jurusan Psikologi semester genap
- Hipotesis Null (Ho):
Tidak adanya hubungan antara conformity peer group dengan motivasi belajar Mahasiswa Bina Nusantara jurusan Psikologi semester genap
Comments :