Hana Zahra Putri – 1601264035 – LB64

Latar belakang

Bagi masyarakat Jakarta mungkin sudah sering mendengar kekerasan yang sering terjadi, seperti yang kita lihat di televisi, atau bahkan mungkin di lingkungan sekitar kita sendiri. Kekerasan bisa saja terjadi dalam bentuk verbal (cacian) atau kekerasan yang berbentuk fisik atau melukai fisik seseorang, dimana Kekerasan fisik adalah perilaku yang mengakibatkan pacar terluka secara fisik, seperti memukul, menampar, menendang dan sebagainya (Murray, 2007). Aksi kekerasan dalam remaja sering sekali terjadi saat ini, PKBI Yogyakarta mendapatkan bahwa dari bulan Januari hingga Juni 2001 saja, terdapat 47 kasus kekerasan dalam pacaran, 57% di antaranya adalah kekerasan emosional, 20% mengaku mengalami kekerasan seksual, 15% mengalami kekerasan fisik, dan 8% lainnya merupakan kasus kekerasan ekonomi (Kompas, 20 Juli 2002 dalam http://www.bkkbn.go.id ). Rifka Annisa, sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang kesehatan reproduksi dan jender menemukan bahwa sejak tahun 1994 – 2001, dari 1683 kasus kekerasan yang ditangani, 385 diantaranya adalah KDP (Komnas Perempuan, 2002).

Rumah Sakit Bhayangkara di Makassar yang baru-baru ini membuka pelayanan satu atap (One Stop Service) dalam menangani masalah kekerasan terhadap perempuan mendapatkan bahwa dari tahun 2000-2001 ada 7 kasus KDP yang dilaporkan. (Kompas-online 4 Maret 2002).Kekerasan yang dlakukan ini adalah salah satu perilaku agresi dari seseorang.Perilaku yang dilakukan ini bisa jadi tidak lepas dari bagaimana cara orang tua mendidik anak nya. Esensi hubungan antara orang tua dengan anak sangat ditentukan oleh sikap orang tua dalam mengasuh anak, bagaimana perasaan dan apa yang dilakukan orang tua. Hal ini bercermin pada pola asuh orang tua, yakni suatu kecenderungan cara‐cara yang dipilih dan dilakukan oleh orang tua dalam mengasuh anak.Siti Meichati (dikutip Dayakisni, 1988) mengemukakan bahwa pola asuh adalah perlakuan orang tua dalam rangka memenuhi kebutuhan, memberi perlindungan dan mendidik anak dalam kehidupan sehari‐hari.

Pola asuh orang tua adalah pola perilaku yang diterapkan pada anak dan bersifat relative konsisten dari waktu ke waktu. Pola perilaku ini dapat dirasakan oleh anak, dari segi negative maupun positif. Menurut Baumrind (1967), terdapat 3 macam pola asuh orang tua yaitu pola asuh demokratis, pola asuh otoriter dan pola asuh permisif. Hubungan baik yang tercipta antara anak dan orang tua akan menimbulkan perasaan aman dan kebahagiaan dalam diri anak. Begitupun juga dengan sebaliknya, apabila hubungan yang terjalin antara orang tua dan anak buruk akan mendatangkan akibat yang sangat buruk pula. perasaan aman dan kebahagiaan yang seharusnya dirasakan anak tidak lagi dapat terbentuk (Hurlock, 1994).

Jadi pola asuh orang tua juga merupaka suatu pola interaksi antara anak dan orangtuanya dengn mengajarkan bagaimana anak tersebut bersikap sesuai dengan norma yang ada di dalam lingkungan sehingga tidak menimbulkan kejadian negative seperti melakukan kekerasan (Santrock, 2012)

Terjadinya kekerasan seperti dalam hubungan pacaran merupakan Kekerasan yang dilakukan oleh seseorang karena karena tidak dapatnya rasa nyaman atau aman seperti yang seharusnya didapatkan olehnya.Kekerasan yang terjadi ini adalah bentuk sikap agresif yang tidak dapat mengontrol diri dan emosinya.Berkowitz (1995) mendefinisikan agresi sebagai segala bentuk perilaku yang di maksudkan untuk menyakiti seseorang, baik secara fisik maupun mental. Agresi yang dilakukan berturut‐ turut dalam jangka lama akan berdampak terhadap perkembangan kepribadian anak yang makin lama dikenal oleh masyarakat sebagai suatu kriminal. Sikap agresif merupakan penggunaan hak sendiri dengan cara melanggar hal orang lain. Seperti contoh disini yang dikutip oleh salah satu media bahwa selebrity Rihanna mengalami kekerasan oleh pasangannya Chris Brown sehingga Rihanna mengalami beberapa lebam pada wajahnya, namun setelah kejadian itupun rihanna mengakui masih menyayangi kekasihnya tersebut dan diberitakan kembali lagi kepada kekasihnya tersebut. untuk pertama kalinya Rihanna akan menceritakan kisahnya. Demikian seperti dikutip dari Showbizspy, Selasa 3 November 2009.

Disini terdapat hubungan sebab akibat. Bila moralitas anak baik maka ia mampu menjaga dirinya sendiri, begitupun sebaliknya. Peran orang tua dan lingkungan tempat tinggal sangat berpengaruh pada perkembangan moral anak. Apakah anak akan memiliki moral yang kokoh ataupun sebaliknya, dengan kata lain moralitas anak bisa dibina sejak dini. (dalam Ahmad rifai, 2013.) Menurut teori perkembangan Piaget, perkembangan moral berkaitan dengan aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan tentang apa yang seharusnya dilakukan oleh orang dalam berinteraksi dengan orang lain. Para pakar perkembangan anak mempelajari tentang bagaimana anak-anak berpikir, berperilaku dan menyadari tentang aturan-aturan tersebut.Pola asuh yang benar akan menciptakan pribadi yang percaya diri, tangguh, mudah bersosialisasi, ramah terhadap lingkungan sekitar dll. Namun, sebaliknya jika pola asuh yang diterapkan salah, maka akan menciptakan perilaku agresi diluar lingkungan keluarga yang timbul pada anak tersebut sehingga dapat terjadinya kekerasan yaitu salah satunya kekerasan yang terjadi saat pacaran di usia remaja.

Variable

2.1 Variabel terikat (IV)

Pola asuh orang tua adalah pola perilaku yang diterapkan pada anak dan bersifat relative konsisten dari waktu ke waktu. Pola perilaku ini dapat dirasakan oleh anak, dari segi negative maupun positif. Menurut Baumrind (1967), terdapat 3 macam pola asuh orang tua:

  1. Pola asuh Demokratis
  2. Pola asuh Otoriter
  3. Pola asuh Permisif

Pola asuh Demokratis adalah pola asuh yang memprioritaskan kepentingan anak, akan tetapi tidak ragu-ragu mengendalikan mereka. Orang tua dengan pola asuh ini bersikap rasional, selalu mendasari tindakannya pada rasio atau pemikiran-pemikiran.Orang tua tipe ini juga bersikap realistis terhadap kemampuan anak, tidak berharap yang berlebihan yang melampaui kemampuan anak.Orang tua tipe ini juga memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih dan melakukan suatu tindakan, dan pendekatannya kepada anak bersifat hangat.

Pola asuh otoriter sebaliknya cenderung menetapkan standar yang mutlak harus dituruti, biasanya dibarengi dengan ancaman-ancaman. Misalnya, kalau tidak mau makan, maka tidak akan diajak bicara. Orang tua tipe ini juga cenderung memaksa, memerintah, menghukum. Apabila anak tidak mau melakukan apa yang dikatakan oleh orang tua, maka orang tua tipe ini tidak segan menghukum anak. Orang tua tipe ini juga tidak mengenal kompromi, dan dalam komunikasi biasanya bersifat satu arah.Orang tua tipe ini tidak memerlukan umpan balik dari anaknya untuk mengerti mengenai anaknya.

Pola asuh Permisif atau pemanja biasanya meberikan pengawasan yang sangat longgar.Memberikan kesempatan pada anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang cukup darinya.Mereka cenderung tidak menegur atau memperingatkan anak apabila anak sedang dalam bahaya, dan sangat sedikit bimbingan yang diberikan oleh mereka.Namun orang tua tipe ini biasanya bersifat hangat, sehingga seringkali disukai oleh anak.

Ada beberapa sikap orang tua yang khas dalam mengasuh anaknya, antara lain (Hurlock, 1990:204):

  • Melindungi secara berlebihan. Perlindungan orang tua yang berlebihan mencakup pengasuhan dan pengendalian anak yang berlebihan.
  • Permisivitas. Permisivitas terlihat pada orang tua yang membiarkan anak berbuat sesuka hati dengan sedikit pengendalian.
  • Memanjakan. Permisivitas yang berlebih-memanjakan membuat anak egois, menuntut dan sering tiranik.
  • Penolakan. Penolakan dapat dinyatakan dengan mengabaikan kesejahteraan anak atau dengan menuntut terlalu banyak dari anak dan sikap bermusuhan yang terbuka.
  • Penerimaan. Penerimaan orang tua ditandai oleh perhatian besar dan kasih sayang pada anak, orang tua yang menerima, memperhatikan perkembangan kemampuan anak dan memperhitungkan minat anak.
  • Dominasi. Anak yang didominasi oleh salah satu atau kedua orang tua bersifat jujur, sopan dan berhati-hati tetapi cenderung malu, patuh dan mudah dipengaruhi orang lain, mengalah dan sangat sensitif.
  • Tunduk pada anak. Orang tua yang tunduk pada anaknya membiarkan anak mendominasi mereka dan rumah mereka.
  • Favoritisme. Meskipun mereka berkata bahwa mereka mencintai semua anak dengan sama rata, kebanyakan orang tua mempunyai favorit. Hal ini membuat mereka lebih menuruti dan mencintai anak favoritnya dari pada anak lain dalam keluarga.

Ambisi orang tua.Hampir semua orang tua mempunyai ambisi bagi anak mereka seringkali sangat tinggi sehingga tidak realistis.Ambisi ini sering dipengaruhi oleh ambisi orang tua yang tidak tercapai dan hasrat orang tua supaya anak mereka naik di tangga status sosial. (Elizabet B. Hurlock)

2.2Variable bebas

Agresivitas merupakan  salah satu bentuk perilaku yang dimiliki oleh setiap orang. (Dalam Ekawati,2001) mengemukakan bahwa manusia mempunyai dorongan bawaan atau naluri untuk berkelahi. Sebagaimana pengalaman fisiologis rasa lapar, haus, atau bangkitnya dorongan seksual, maka dibuktikan bahwa manusia mempunyai naluri bawaan untuk berperilaku agresi. (Freud, Mc Dougall, dan Lorenz)

Agresi berdasarkan fungsinya dibedakan menjadi dua yaitu:

  1. a)  Agresi reaktif, yaitu agresi yang terjadi sebagai reaksi terhadap stimulus yang dinilai mengancam. Penilaian terhadap stimulus sebagai ancaman dan pengalaman marah mendorong seseorang untuk melakukan agresi.Adapun agresi reaktif berfungsi untuk mengurangi atau melepaskan diri dari ancaman (ketidakenakan) yang dialami bukan sebagai cara untuk mendapatkan tujuan yang diinginkan.
  1. b)  Agresi proaktif, yaitu agresi yang dilakukan sebagai alat atau mempunyai fungsi untuk memperoleh tujuan tertentu. Agresi ini tidak berhubungan dengan provokasi maupun emosi yang menghasilkan kekuatan merusak, tetapi semata-mata diarahkan oleh beberapa tujuan eksternal yang ingin dicapai seperti makanan, barang, kekuasaan, dan wilayah. (Dodge dan Coie  1987)

Pengelompokan jenis agresi menurut berbagai ahli tentu saja cukup beragam. Pada penelitian ini, peneliti memilih teori dari Buss dan Perry, karena menurut peneliti, teori agresi dari Buss dan Perry dapat melihat tingkat agresivitas dari para gamers DotA dan Ragnarok Online melalui empat jenis agresi. Menurut Buss dan Perry, agresi terbagi dalam empat jenis yang menggambarkan perilaku agresi dari setiap indivdu diantaranya adalah Physical Agression, Verbal Agression, Anger, dan Hostility. (Brigham, Sears dkk, Berkowitz, Moyer serta Buss dan Perry).

  1. Physical Agression

Physical Agression merupakan perilaku agresi yang dapat diobservasi (terlihat/overt).Physical Agression kecenderungan individu untuk melakukan serangan secara fisik untuk mengekspresikan kemarahan atau agresi. Bentuk serangan fisik tersebut seperti memukul, mendorong, menendang, dan lain sebagainya.

  1. Verbal Agression

Verbal Agression merupakan perilaku agresi yang diobservasi (terlihat/overt).Verbal Agression adalah kecenderungan untuk menyerang orang lain atau memberikan stimulus yang merugikan dan menyakitkan kepada organisme lain secara verbal, yaitu melalui kata-kata atau penolakan. Bentuk serangan verbal tersebut seperti cacian, ancaman, mengumpat, atau penolakan.

  1. Anger

Beberapa bentuk anger adalah perasaan marah, kesal, sebal, dan bagaimana cara mengontrol hal tersebut. Termasuk di dalamnya Irritability, yaitu mengenai temperamental, kecenderungan untuk cepat marah, dan kesulitan untuk mengendalikan amarah.

  1. Hostility

Hostility tergolong dalam agresi covert (tidak terlihat).Hostility terdiri dari dua bagian, yaitu: Resentment seperti cemburu dan iri terhadap orang lain, dan Suspicion seperti adanya ketidakpercayaan, kekhawatiran, dan proyeksi dari rasa permusuhan terhadap orang lain.

Kaitan antar variable

Menurut Kohn, seperti dikutip Chabib Thoha, pola asuh orangtua adalah bagaimana cara mendidik orangtua terhadap anak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Baumrind mengatakan bahwa pola asuh terdiri dari 3 yaitu pola asuh otoriter, pola asuh demokratis dan pola asuh permisif. Sedangkan agresivitas merupakan  salah satu bentuk perilaku yang dimiliki oleh setiap orang. (Dalam Ekawati,2001) mengemukakan bahwa manusia mempunyai dorongan bawaan atau naluri untuk berkelahi. (Freud, Mc Dougall, dan Lorenz).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat (dalam Masykouri, 2005: 12.7) Lebih lanjut Masykouri menejelaskan, penyebab perilaku agresifdiindikasikan oleh empat faktor utama yaitu gangguan biologis dan penyakit, lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan pengaruh budaya negatif. Faktor-faktor penyebab ini sifatnya kompleks dan tidak mungkin hanya satu faktor saja yang menjadi penyebab timbulnya perilaku agresif. Untuk lebih khusus akan dibahas soal faktor keluarga yang berhubungan dengan ariable yang diangkat.

Faktor Keluarga

  1. Pola asuh orang tua yang menerapkan disiplin dengan tidak konsisiten. Misalnya orang tua sering mengancam anak jika anak berani melakukan hal yang menyimpang. Tetapi ketika perilaku tersebut benar-benar dilakukan anak hukuman tersebut kadang diberikan kadang tidak, membuat anak bingung karena tidak ada standar yang jelas. hal ini memicu perilaku agresif pada anak. Ketidakonsistenan penerapan disiplin jika juga terjadi bila ada pertentangan pola asuh antara kedua orang tua, misalnya si Ibu kurang disiplin dan mudah melupakan perilaku anak yang menyimpang, sedang si ayah ingin memberikan hukuman yang keras.
  2. Sikap permisif orang tua, yang biasanya berawal dari sikap orang tua yang merasa tidak dapat efektif untuk menghentikan perilaku menyimpang anaknya, sehingga cenderung membiarkan saja atau tidak mau tahu. Sikap permisif ini membuat perilaku agresif cenderung menetap.
  3. Sikap yang keras dan penuh tuntutan, yaitu orang tua yang terbiasa menggunakan gaya instruksi agar anak melakukan atau tidak melakukan sesuatu, jarang memberikan kesempatan pada anak untuk berdiskusi atau berbicara akrab dalam suasana kekeluargaan. Dalam hal ini muncul hukum aksi-reaksi, semakin anak dituntut orang tua, semakin tinggi keinginan anak untuk memberontak dengan perilaku agresif.
  4. Gagal memberikan hukuman yang tepat, sehingga hukuman justru menimbulkan sikap permusuhan anak pada orang tua dan meningkatkan sikap perilaku agresif anak.
  5. Memberi hadiah pada perilaku agresif atau memberikan hukuman untuk perilaku prososial.
  6. Kurang memonitor dimana anak-anak berada
  7. Kurang memberikan aturan
  8. Tingkat komunikasi verbal yang rendah
  9. Gagal menjadi model yang
  10. Ibu yang depresif yang mudah marah

Hipotesis

Untuk sementara ini, menurut pandangan pribadi pola asuh yang didapati oleh seorang anak dari orangtua mereka di dalam keluarga menentukan bagaimana seorang anak berperilaku di lingkungannya.Kekerasan yang dilakukan didalam hubungan pacaran pada masa remaja ini menurut pribadi saya dipengaruhi oleh beberapa factor termasuk salah satunya pola asuhnya dan apabila seseorang memiliki perlakuan yang kurang baik di lingkungannya tentu tingkat agresivitas anak itu pun tinggi sehingga dapat melakukan hal-hal seperti kekerasan.