Allegra Carisha Nada – 1601279384 – LC64

 

1.1  Latar Belakang

 

Film animasi yang diproduksi oleh Walt Disney Animation studios selalu dikenal semua orang diseluruh dunia dan kalangan. Walt Disney berhasil membuat dunia hiburan menjadi lebih hidup. Ia merealisasikan sesuatu yang tadinya hanya berada diimajinasi. Semua berawal hanya dari seekor tikus. Siapa yang tidak mengenal film Snow White? Atau yang sekarang sedang sangat booming, Elsa dan Anna dari Arendaile tokoh dari film Frozen? Dan anak perempuan mana yang tidak pernah bermimpi untuk menjadi Cinderella, hanya untuk semalam, dan bertemu pangerannya?

Sekarang studio Disney sudah berada dan memberi pengaruh pada kehidupan anak – anak selama kurang lebih 70 tahun dari tahun tahun 1937 (Walt Disney Animation Studios, 2014). Selain film, Disney memasuki kehidupan anak- anak lewat banyak hal. Contohnya dengan adanya taman bermain Disneyland dan Disney world yang menjadi tempat wisata masyarakat sedunia yang bahkan rela terbang jauh dari rumah untuk mengunjungi dan merasakan keajaiban yang ada di taman bermain yang bertemakan Disney tersebut.Disney juga memiliki stasiun tv, radio dan rumah produksinya (Towbin, Haddock, Zimmerman, Lund&Tanner, 2004). Selain itu soundtrack dari film – film tersebut sangat melekat diingatan semua anak. Sekarang kita dapat mendengar lagu Let it go dari Frozen kemanapun kita pergi. Beberapa orang juga menjadikan Hakuna matata dari The Lion King Sebagai moto hidupnya. Disney membuat pertunjukan – pertunjukan bertema film – film animasinya seperti Disney live!, Disney on ice juga adaptasi teater broadway dari beberapa film seperti Beauty and the beast dan The Lion King broadway yang semuanya sudah ditonton masyarakat dunia dan tur ke berbagai penjuru dunia. Disney juga menjual banyak barang mulai dari kostum, aksesoris, dan semua barang yang banyak dikoleksi seseorag dan membuat anak – anak merasa semakin dekat lagi dengan tokoh favorit mereka.

Menurut Fouts, Callan, Piasentin& Lawson (2006) ada beberapa alasan mengapa film yang diproduksi oleh Walt Disney studios sangat memiliki pengaruh bagi kehidupan semua anak.Pertama adalah film-film ini merupakan film animasi yang durasinya panjang, serta ditonton oleh semua anak. Kedua, karena durasinya yang panjang, ada pendirian dari tokoh-tokoh yang biasanya tidak memungkinkan difilm yang durasinya lebih pendek. Oleh karena itu, film-film ini membuat penonton lebih dekat dengan karakter, kita bisa merasakan emosi, dan memungkinkan kita mendapatkan pelajaran terutama bagi anak-anak dengan menonton film – film produksi Disney dibanding dengan media lain. Ketiga adalah karena film – film ini sudah ada dalam bentuk fisik seperti dvd dan bluray, orang tua memilih film – film Disney sebagai hiburan dan bisa dinikmati bersama keluarga. Menurut Lin (2001) dalam Towbin et al (2004) ketika mereka memiliki dvd/bluray ini mereka menontonnya berulang kali. Menurut Fouts et al (2006),karena menonton film – film ini, bisa mempengaruhi cara anak – anak berperilaku dan sikap mereka serta cara mereka memahami dunia yang mebawa kita ke alasan keempat, yaitu dalam film Disney memiliki banyak “pahlawan’ yang menunjukan perilaku baik dan “penjahat” yang menunjukan perilaku yang buruk sehingga mempengaruhi cara anak anak.

Seperti yang dikatakan diatas, banyak pelajaran yang bisa didapat oleh anak- anak dengan mengenal dan menonton film – film Disney. Contohnya perilaku iri yang ditunjukan oleh evil queen dalam film Snow White, atau kebaikan dan kesabaran akan menghasilkan kebaikan pula seperti yang diajarkan oleh Cinderella.Film – film animasi Disney juga mengandung nilai – nilai kepahlawanan seperti pantang menyerah yang ditunjukan di film Hercules, toleransi, kesetiakawanan dan rasa kesatuan yang ditunjukan oleh Buzz Lightyear dan Woody pada film toys story (Deviyana, 2011).Film – film Disney juga mengajarkan bahwa menjadi berbeda bukanlah hal yang buruk seperti yang ditunjukan oleh Belle pada film Beauty and the Beast, juga Elsa pada film Frozen yang merasa berbeda karena kekuatan yang dimilikinya. Akan tetapi kemudian ditunjukan bahwa Elsa percaya akan kekuatannya sendiri. Film – film ini juga mengajarkan rasa rela berkorban untuk orang yang kita sayangi seperti Anna yang menerjang salju untuk menyelamatkan kakanya Elsa dalam film frozen(Deviyana, 2011).

Dengan menonton film – film Disney Walt Disney mengajak anak – anak untuk terus bermimpi dan tidak menyerah untuk mendapatkan mimpi tersebut. Disney menyelipkan pesan dalam film – filmnya bahwa dengan kerja keras, percaya, dan sedikit magic semua bisa kita capai. Akan tetapi yang juga ditampilkan juga oleh Disney adalah stereotype tentang yang cantik. Seperti yang dikatakan oleh Bazzini et al (2010) bahwa film – film Disney bahwa yang cantik adalah orang yang baik. Contohnya hampir disemua film Disney pangeran dan putri ditampilkan sangat cantik, dan penjahat atau musuhnya ditampilkan sebagai buruk (Bazzini,Curtin, Joslin, Regan &Martz, 2010) Hal lain yang diajarkan oleh film – film Disney secara umum adalah, kita belajar untuk percaya. Percaya akan kekuatan dan harapan yang kita miliki. Film – film Disney juga mengajarkan tentang cinta, entah itu cinta keluarga seperti yang diajarkan Lilo & Stitch, cinta dari teman Seperti yang diajarkan Winnie The Pooh.Akan tetapi yang menjadi masalah adalah, terkadang film – film ini menunjukan kekerasan.Contohnya dalam film Frozen, pangeran Hans, yang merupakan “penjahat” dari film tersebut membiarkan Anna, salah satu tokoh utama dan merupakan “pahlawan” difilm ini dibiarkan mati kedinginan.

Karena besarnya pengaruh film animasi pada dunia hiburan anak – anak, orang tua tentunya menginginkan anaknya mengikuti dan mengambil pesan yang baik dari film – film tersebut. Karena kognitif seorang anak berkembang sejak masih sangat kecil, seperti teori piaget dalam King (2011) bahwa anak – anak mengunakan skema dalam memproses pengalaman mereka. Skema adalah konsep mental atau kerangka pemikiran yang mengatur informasi dan memberikan struktur dalam mengintrepetasikannya. Piaget mengatakan ada 2 proses yang mempengaruhi cara anak – anak menggunakan skema, yaitu asimilasi & akomodasi. Asimilasi adalah penggabungan informasi baru kedalam informasi yang sudah ada, sedangkan akomodasi adalah pengaturan atau pencocokan skema individu ke informasi baru (King, 2011).

Yang dilakukan anak – anak ketika mereka melihat dan terpengaruh oleh film – film ini adalah proses belajar. Dalan teori observational learning Bandura, nama lainnya Imitasi dan modeling, adalah belajar yang muncul ketika seseorang mengobservasi dan mengimitasi perilaku (King, 2011). Tidak bisa dipungkiri hanya dengan mencontoh seseorang, kita bisa mengembangkan skill kita, dalam olah raga contohnya (Powell, Honey& Symbaluk, 2013). Eksperimen yang paling terkenal dan dijadikan contoh adalah Bobo Doll study, yang dijelaskan oleh Chery (n.d). Dalam eksperimen dibagi 2 kelompok, kelompok kontrol dan eksperimen (Cherry, n.d). Selanjutnya, model, yang merupakan orang dewasa, diminta berinteraksi dengan boneka Bobo didepan anak – anak. Selanjutnya Cherry menjelaskan bahwa pada kelompok eksperimen, model memberi perlakuan agresif seperti memukul, meninju, mendorong, menendang, sedangkan pada kelompok kontrol model tidak melakukan apa – apa dan bermain dengan mainan lain tidak menghiraukan bobo doll. Hasilnya,di dalam King (2011) dijelaskan bahwa anak yang menonton model yang berperilaku agresif lebih cenderung melakukan perilaku agresif ketika ditinggal sendiri bersama boneka Bobo dibanding anak yang menonton perilaku non – agresif   Menurut bandura, dengan mengobservasi dan menyadari konsekuensi dari perilaku seseornag, mungkin bagi kita untuk mengikuti perilaku tersebut (King, 2011).

Contoh perilaku imitasi anak – anak karena film animasi Disney adalah, anak perempuan meniru perilaku putri – putri yang ada didalam film. Mereka menggunakan kostum kostum cinderella pada saat Halloween, mengadakan pesta ulang tahun bertema frozen, menghafalkan dialog lalu mengulangnya dengan gaya bicara yang sama dengan karakter film, menghafalkan lagu dan mengikuti gerakan yang dilakukan karakter pada saat menyanyikan lagu tersebut.

Dengan mengetahui besarnya peran film Disney dalam kehidupan anak – anak ada baiknya semua pihak seperti keluarga dan pengajar memperhatikan apa yang ada dalam film – film tersebut. Anak – anak perlu di tuntun dalam menonton film – film , apapun bentuknya. Dengan berkembangnya teknologi semakin mudah akses mereka mendapatkan film – film ini.

1.2  Pertanyaan Penelitian

 

Apakah hubungan film animasi Disney dengan observational learning Albert Bandura?

1.3  Tujuan

 

Mengetahui hubungan film animasi Disney dengan observational learning, modelling dan imitasi, oleh Albert Bandura.

 

 

 

 

 

 

 

 

Variabel

2.1 Film Animasi Disney

            2.1.1 Definisi film animasi

 

Film disebut juga gambar hidup, yaitu serangkaian gambar diam yang meluncur secara cepat dan diproyeksikan sehingga menimbulkan kesan hidup dan bergerak (Murtarik, 2013). Secara mendasar film mengandung pengertian sebagai gambar hidup atau rangkaian gambar – gambar yang bergerak menjadi suatu alur cerita yang ditonton orang, bentuk film yang mengandung unsur dasar cahaya, suara dan waktu (Murtarik, 2013).

Animasi adalah konseptualisasi dari aksi, proses dan hasil dari menjelaskan kehidupan (Barak& Dori, 2011). Dijelaskan juga dalam Barak &Dori (2011) bahwa animasi berhubungan dengan seni atau proses dari menyiapkan film animasi yang membutuhkan ilusi dari pergerakan didalam layar.Dari tahun ke tahun, film animasi ditampilkan di layar lebar dan televisi. (Barak&Dori, 2011).

 

Pada tahun 2013, Mutarik menjelaskan bahwa film animasi berasal dari dua disiplin, yaitu film yang berakar pada dunia fotografi dan animasi yang berakar pada dunia gambar yaitu ilustrasi disaind grafis ( desaind komunikasi visual ). Secara umum film animasi merupakan film yang diciptakan dengan menganalisis gambar per gambar atau kerangka demi kerangka oleh aminator, lalu direkam gambar demi gambar atau gerak demi gerak dengan menggunakan kamera stop-frame, kamera yang memakai alat mesin penggerak frame by frame (Mutarik, 2013).

 

2.1.2 Pengaruh tayangan film & televisi

Santrock (2012) menjelaskan bahwa menonton televisi dan film dapat memberikan dampak negatif seperti menjadi pasif dan menimbulkan agresifitas dan dapat juga memberikan dampak positif seperti memberikan contoh perilaku prososial. Tayangan – tayangan ini tidak terlihat memiliki hubungan positif dengan kreatifitas akan tetapi memiliki hubungan negatif dengan kemampuan mental mereka, meskipun sejumlah tayangan yang bertema pendidikan dapat membantu prestasi di sekolah (Santrock, 2011).

 

2.1.3 Sejarah Disney animation studios

 

Disney animation company sudah membuat film lebih dari 70 tahun (Robinson et al, 2007). Dari tahun 1937 – 2001 Disney animation studios membuat kurang lebih 40 film animas (Fouts et al, 2007). Menurut Robinson et al (2006) film – film Disney menjadi sangata populer karena topic yang diangkat dari film merupakan berorientasi keluarga, marketing yang baik, akses yang terjangkau, dan kesuksesan dalam pasar penonton dirumah. Kesuksesan film Disney turun menurun dari generasi ke generasi, mulai dari nilai, kepercayaan dan sikap eksplisit dan implisit dikomunikasikan lewat film (Robinson et al, 2006).Giroux (1995) mengatakan dalam Bazzini et al (2010) bahwa ada peneliti yang mengatakan bahwa film – film animasi disney menginspirasi legitimasi dalam mengajarkan peran tertentu, nilai dan ideal daripada cara pengajaran tradisional seperti sekolah, institusi agama dan keluarga mereka sendiri.

2.1.4 Penelitian sebelumnya dari film animasi Disney

 

Penelitian sebelumnya sudah membahas stereotip tentang gender, ras dan orientasi sosial (Towbin et al, 2008), stereotip tentang yang baik adalah yang cantik (Bazzini et al, 2010), pandangan tentang orang tua (Robinson, 2006), pandangan tentang pasangan & keluarga (Tanner et al, 2003).

 

2.2 Observational Learning

2.2.1 Definisi Observational Learning

 

            Belajar adalah pengaruh yang relative permanen pada perilaku, pengetahuan dan kemampuan berfikir yang datang dari pengalaman (Santrock, 2012). Santrock (2012) mengatakan bahwa tidak semua yang kita lakukan adalah belajar. Sebagian kita warisi dan bawaan sejak lahir, contohnya menelan (Santrock, 2012). Ada 2 pendekatan dalam belajar yang pertama adalah Behavioral approach atau behaviorism yang merupakan pandangan yang mengatakan bahwa perilaku dijelaskan dengan pengalaman yang dapat diobservasi dan bukan karena mental proses (Santrock,2012). Yang kedua adalah cognitive approach, cognitive yang artinya pikiran (Santrock,2012). Dalam observational learning, terdapat beberapa bentuk, yaitu:

  1. Modelling adalah perilaku mengobservasi dan mengikuti perilaku orang lain (Powell at al,2013). Dalam modelling ada model yaitu orang yang diobservasi dan ditiru perilakunya da nada observer yaitu orang yang mengobservasi perilaku (Powell et al, 2013). Menurut Bandura, modelling membutuhkan proses kognitif, dan bukan hanya sekedar mimic dan imitasi perilaku (Feist et al, 2013). Beberapa faktor mempengaruhi apakah perilaku akan ditiru dari model seperti karakteristik dari model,karakter dari observer, dan konsekuensi dari perilaku (Feist et al, 2013).
  2. Imitasi adalah istilah yang dihubungkan dengan observational learning (Powell et al, 2013). Menurut Powell et al (2013) ada istilah yang disebut true imitation yaitu meniru dengan sangat mirip perilaku baru yang diobservasi dari orang lain. Sedangkan generalized imitation adalah ketika seseorang mengimitasi perilaku baru dari model tanpa reinforce yang mendukung (Powell et al, 2013). Berbeda dengan modelling, imitasi tidak ada proses kognitif aktif.
  3. Powell et al (2013) menjelaskan bahwa ruleadalah deskripsi verbal dari kemungkinan – kemungkinan, yang dimaksud adalah rule menyatakan bahwa pada situasi tertentu, perilaku tertentu akan menghasilkan konsekuensi tertentu.Perilaku yang terbentuk karena mengikuti rule yang ada disebut rule – governed behavior. (Powell et al, 2013).

 

 

2.2.2 Proses observational learning

 

Pada tahun 1977, teori social learning Albert Bandura menyatakan bahwa perilaku terbentuk dari mengobservasi dan meniru perilaku orang lain (Benson et al, 2012). Dengan mengobservasi perilaku model, maka perilaku observer akan berubah .Menurut bandura, ada 4 proses yang ada dalam observational learning yaitu attention, kita harus ada dan memperhatikan apa yang model lakukan dan katakana. Yang kedua adalah retition, proses dimana kita menyerap dan menyimpan dalam ingatan. Proses yang ketiga adalah Motor reproduction yaitu proses dimana kita mengimitasi perilaku model tersebut, dan yang terakhir adalah reinforcement yaitu apakah perilaku model tersebut memiliki konsekuensi. Melihat model mendapat reward kita akan mengulang perilaku model hal ini disebut vicarious reinforcement, begitupun sebaliknya, ketika model mendapatkan konsekuensi hukuman kita cenderung untuk tidak mengulang perilaku tersebut – hal ini disebut vicarious punishment.

Ada 2 pengaruh sosial yang berhubungan dengan observational learning yaitu contagious behavior yaitu ketika kita melakukan perilaku secara insting dan reflektif yang muncul karena perilaku itu dilakukan orang lain. Selanjutnya adalah stimulus enhancement yaitu ketika perilaku kita berubah karena fokus seseorang tertuju pada suatu tempat atau benda karena perilaku orang lain(Powell et al 2013).

2.2.3 Triadic Reciprocal Causation

 

Karena pikiran anak – anak mempengaruhi perilaku dan cara belajar, ada beberapa pandangan tentang belajar (Santrok,2012). Teori sosial kognitif bandura menyatakan bahwa factor sosial dan kognitif, termasuk perilaku, berperan penting dalam proses belajar (Santrock, Educational psychology, 2012).

Bandura menjelaskan bahwa perilaku seseorang adalah hasil interaksi 3 variabel yaitu lingkungan, perilaku, dan orang hubungan ini dijelaskan dalam triadic reciprocal causation (Feist et al, 2013). Konsep ini dijelaskan dalam sebuah model. Orang yang dimaksud disini adalah factor kognitif seperti memori, antisipas, perencanaan, penilaian. Selanjutnya karena orang tersebut menggunakan kognitifnya, ia mampu memilih dan membentuk lingkungannya, jd kognitif mempengaruhi lingkungan seseorang seperti acara apa yang didatangi, tempat mana yang akan dikunjungi dan bagaimana dampaknya. Kedua variable itu tidak berdiri sendiri melainkan ada perilaku seperti instinc, kebutuhan dan dorongan. Kognitif sendiri dipengaruhi oleh lingkungan dan perilaku (Feist et al, 2013)

 

2.3 Perkembangan sosio – emosi di masa anak – anak awal

 

Dimasa anak – anak awal, perkembangan sosio – emosi anak- anak ditandai dengan perubahan (Santrock 2012).

2.3.1 Inisiatif vs rasa bersalah

 

Dimasa kanak – kanak awal, erik erikson mengatakan bahwa konflik yang dihadapi adalah insiatif vs rasa bersalah (Santrock, 2012). Dalam Santrock (2012) dikatakan bahwa anak – anak menjadi tambah yakin bahwa mereka adalah diri mereka sendiri dan menemukan pribadi yang diinginkan. Anak anak menggunakan keterampilan perseptual, motorik, kognitif dan bahasa dalam melakukan sesuatu.

 

2.3.2 Pemahaman diri

 

Untuk memahami diri sendiri, anak – anak berfikir bahwa dirinya dapat dideskripsikan dengan berbagai karakteristik material seperti ukuran, bentuk, dan warna. Mereka membedakan dirinya dengan orang lain dari aspek fisik dan material (Santrock, 2012). Walaupun demikian, mereka juga mulai mendeskripsikan dirinya dengan istilah dan sifat dalam mendeskripsikan dirinya. Mereka juga bisa mendeskripsikan orang lain dengan istilah istilah psikologis seperti sifat (Santrock, 2011).

2.3.3 Perkembangan emosi

 

Di masa kanak – kanak awal, rentang emosi anak – anak meluas seiring dengan meningkatntya pengalaman emosi – emosi sadar – diri seperti bangga, malu, dan rasa bersalah (Santrock, 2011). Dalam Santrock (2011) dijelaskan bahwa anak – anak usia 2 sampai 3 tahun telah menggunakan banyak istilah untuk mendeskripsikan emosi dan banyak belajar mengenai penyebab dan konsekuensi dari perasaan. Pada usia 4 sampai 5 tahun, anak – anak memperlihatkan peningkatan kemampuan untuk merefleksikan emosi – emosi dan memahami bahwa sebuah kejadian dapat membangkitkan emosi – emosi berbeda pada orang yang berbeda. Mereka juga memperlihatkan peningkatan kesadaran dari kebutuhan mengelola emosi – emosi untuk memenuhi standard sosial (Santrock, 2011). Para orang tua yang melatih emosi memiliki anak – anak yang lebih efektif dalam meregulasikan diri berkaitan dengan emosi – emosinya, dibandingkan dengan orang tua yang menolak emosi. Regulasi emosi memainkan peranan penting bagi keberhasilan menjalin relasi dengan kawan sebaya (Santroc, 2011).

2.3.4 Perkembangan moral

 

Perkembangan moral melibatkan pikiran, perasaan, dan tindakan, dalam mempertimbangkan kaidah – kaidah serta peraturan – peraturan mengenai apa yang seharusnya dilakukan seseorang ketika berinteraksi dengan orang lain (Santrock, 2011).                                  Emosi – emosi positif seperti empati juga berkontribusi pada perkembangan moral anak (Santrock, 2011).

 

2.3.4.1 Moralitas heteronom Piaget

 

Dari usia 4 sampai 7 tahun anak – anak memperlihatkan moralitas heteronom yaitu tahap pertama perkembangan menurut piaget (Santrock, 2011). Pada tahap ini, anak – anak berpikir bahwa keadilan dan aturan – aturan dibayangkkan sebagai sesuatu yang tidak boleh berubah dan lepas dari kendali manusia. Karena anak – anak adalah moralis heteronom , mereka menilai kebenaran perilaku berdasarkan konsekuensi dari perilaku , dan bukan berdasarkan intensi dari perilaku. Pemikir heteronom juga percaya pada immanent justice yaitu konsep bahwa hukuman akan langsung diberikan jika sebuah aturan dilanggar.

 

2.4 Hubungan antara menonton Film animasi Disney dengan observational learning Albert Bandura

 

Penelitian tentang apakah animasi membantu proses belajar mengenai fenomena mendapat hasil yang positif dan negatif (Barak&Dori, 2011). Hal ini dikarenakan perbedaan representasi yang dihasilkan animasi. Peneliti menemukan bahwa animasi menghasilkan efek positif pada proses belajar dan skil berfikir anak, selain itu ditemukan juga hasil negatif yaitu miskonsepsi tentang fenomena karena biasanya yang ditunjukan dalam animasi adalah versi yang sudah disimplifikasi (Barak&Dori).

Salah satu elemen dalam Observational learning bandura adalah modelling. Model adalah seseorang yang diobservasi dan ditiru perilakunya. Konsumsi yang banyak dari film-film Disney membuat anak – anak dapat meniru dan mengobservasi perilaku dari karakter – karakter yang ada dalam film tersebut. Mereka melihat konsekuensi dan reward yang didapat dari perilaku karakter – karakter. Perilaku dari karakter – karakter dalam film tersebut diadaptasi dalam kehidupan sehari – hari mereka. Yang ditiru oleh anak bisa mulai dari Bahasa sama perilaku yang non- verbal. Anak – anak mengimitasi perilaku karakter tersebut. Mereka mengimitasi karena mereka ingin menjadi karakter – karakter dalam film ini, jd mereka meniru apa yang mereka tonton seperti pakaian,,cara berbicara, menghafal dialog – dialog.

Mereka belajar banyak hal karena karakter – karakter tersebut merupakan inspirasi bagi mereka dan merupakan seorang yang patut untuk dicontoh perilakunya. Mereka memberi penilaian dari mengobservasi dengan berulang kali menonton film – film tersebut.

ALLEGRA

Hipotesis:

Ada Hubungan positif antara film animasi Disney dan observational learning.