Berkenalan dengan “Emotional Eating”
Sering sekali kita mendengar istilah emotional eating. Saya sendiri cukup sering menyebut istilah ini dalam tulisan-tulisan ataupun diskusi saya dalam kaitannya dengan topik eating behavior. Tetapi apakah itu emotional eating? Apa bedanya dengan eating yang biasa kita lakukan?
Jadi, secara sederhana emotional eating diartikan sebagai aktivitas makan yang disebabkan bukan karena lapar secara fisik (atau sering disebut hunger), namun lebih disebabkan karena dorongan emosi tertentu, misalnya saja marah, sedih, atau bisa jadi senang.
Lalu?
Ya tentunya rasa lapar yang disebabkan oleh factor emosional ini selamanya tidak akan pernah dipuaskan dengan makanan. Apa yang terjadi ketika makan kita jadikan sebagai mekanisme koping terhadap stress? Tentu seseorang akan makan setiap kali dia merasa tertekan. Rasa tertekan muncul biasanya karena ada masalah tertentu. Lhaa, padahal hidup ini kan selalu penuh dengan masalah masalah. Ketika setiap kali makan makan makan yang dijadikan pelarian, ya, prediksi yang paling mudah dijatuhkan adalah: 1) masalah tidak selesai 2) berat badan lah yang justru bertambah.
Jadi?
Ya stop it. Jika ada masalah, selesaikan. Jika sedang senang, berbagilah. Jika kesepian, carilah teman. Jika bosan, kreasikanlah aktivitas baru. Bukan makan. Ingat, sekilo coklat tak akan menghapuskan lara itu, sayang.
Nah,
Sayangnya, emotional eating itu sedemikian kuatnya hingga rasa lapar emosi ini seolah-olah muncul sebagai rasa lapar (fisik) yang sesungguhnya. Perlu waktu untuk memahami ini semua, namun, berikut beberapa tips sederhana (yang saya peroleh dari sini ) untuk mengenali emotional eating. Harapannya, jika dari hasil amatan anda kegiatan makan yang anda lakukan ternyata karena emosi semata, bisa segera dihentikan kegiatan makan anda, dan simpan untuk nanti ketika benar benar lapar (fisik).
- Emotional eating muncul dengan tiba-tiba. Tiba-tiba kita merasa “lapar” dan ingin makan! Jika memang lapar fisik, biasanya muncul dengan berkala (takes time). Makanya salah satu tips termudah mengatasi ini adalah dengan cara minum segelas air dan tunggu 15-20 menit. Tanyakan kembali ke diri, apakah memang lapar setelahnya.
- Jika memang lapar itu disebabkan oleh perkara emosional, biasanya akan memunculkan keinginan atas jenis makanan tertentu (craving). Selain itu, pilihan orang yang mengalami emotional eating biasanya pada jenis-jenis makanan tinggi lemak, tinggi gula dan garam. Sebut saja cheese cake, sebatang coklat, keripik kentang….. *drooollliiiing
- Tetap ingin mengunyah walaupun rasanya sudah kenyang! Sudah tau perut kenyang tapi rasanya pengen lagi… lagi… dan lagi…..
- Rasa laparnya tidak diperut, namun di KEPALA. Bukannya perut kriuk-kriuk, namun rasanya justru bayangan-bayangan makanan yang gak bisa lepas dari pikiran! Secara spesifik pula kita kebayang-bayang rasanya, teksturnya, baunya… Hmmmm………
- Tanda yang ini bisa didapatkan biasanya setelah kejadian. YAP! Jika itu merupakan emotional eating, biasanya akan menimbulkan penyesalan, rasa bersalah, tidak enak, dan… sebagainya.
Lalu?
Ya, silakan kenali kebiasaan makan anda. Apakah selama ini (ternyata) kebanyakan hanya emotional eating sahaja? Hanya kaaau yang tau (dan mau mengakui).
Salam,
/anggita
Comments :