Merujuk kepada UU no. 4 tahun 1997, Disabilitas merupakan sebuah istilah yang merujuk kepada kelainan fisik dan/atau mental yang menimbulkan rintangan atau hambatan. Kelainan pada fisik dan/atau mental tersebut mengakibatkan para penyandangnya mengalami gangguan dalam beraktivitas sehari-hari. Gangguan yang dimilikinya itu membuat mereka pada akhirnya memiliki hambatan untuk ikut berpartisipasi di dalam masyarakat.

Istilah tersebut, yang merupakan terjemahan bebas dari kata Disability (Inggris), sebenarnya revisi dari istilah-istilah seperti impairment maupun handicap.  Perubahan tersebut dilakukan sebagai bentuk usaha mengubah persepsi masyarakat mengenai kecacatan. Disabilitas mengacu kepada ketidakmampuan, sedangkan impairment lebih kepada kerusakan, dan handicap merujuk kepada hambatan pada kegiatan sehari-hari karena adanya ketidakmampuan.

Penjelasan di atas merupakan sebagian kecil dari materi di dalam Intensive Course on Disability Development, yang diadakan oleh Jurusan Psikologi bekerja sama dengan Mimi Institute, pada tanggal 25 dan 26 Mei 2012 di Kampus Kijang Universitas Bina Nusantara. Dalam 3 sesi, Mimi Institute mengajak para peserta untuk memahami berbagai Undang-undang dan Kebijakan yang berkaitan dengan para penyandang disabilitas. Selain itu, para peserta juga diajak untuk berdiskusi mengenai apa dan bagaimana itu disabilitas.

Dalam kegiatan tersebut, Mimi Institute berusaha untuk membuka mata kita mengenai hambatan-hambatan yang seringkali ditemui oleh para penyandang disabilitas, baik yang berasal dari dirinya sendiri maupun dari masyarakat. Sadar atau tidak, masyarakat lebih sering melihat para penyandang disabilitas sebagai warga kelas dua, individu yang patut untuk dikasihani atau bahkan tidak perlu untuk diperhatikan. Dengan sebuah permainan, para peserta diperlihatkan betapa perlakuan dari orang-orang sekitarnya, para penyandang disabilitas semakin tidak mampu untuk beraktivitas dan berpatisapasi dalam kehidupan sehari-hari.

Untuk semakin mendapatkan pemahaman mengenai penyandang disabilitas, para peserta ditantang untuk mencoba menjadi penyandang disabilitas. Satu-persatu para peserta mencoba menggunakan kursi roda, menutup matanya, atau mengikat salah satu tangannya. Lalu, dengan kondisi tersebut, para peserta diminta untuk beraktivitas, baik itu berjalan menelusuri Kampus Kijang, makan siang, maupun berinteraksi dengan orang-orang yang ada di kampus.

Kegiatan ini dilakukan dengan maksud untuk mengajak para peserta tidak hanya memahami berbagai hal berkaitan dengan disabilitas, namun juga mulai bersama-sama bergerak melakukan sosialisasi mengenai disabilitas kepada masyarakat. Hal ini sejalan dengan fokus Jurusan Psikologi di area Psikologi Intervensi dan Kerekayasaan, yang berusaha untuk menerapkan berbagai teori Psikologi untuk peningkatan kinerja dan kesejahteraan manusia.

Kajian intensif ini menandai awal dimulainya kerja sama antara Jurusan Psikologi dengan Mimi Institute. Kerja sama yang dibangun ini selain berfokus pada pendidikan berkaitan dengan area disabilitas, juga akan diarahkan pada perancangan intervensi sosial untuk makin membuka kesempatan bagi penyandang disabilitas dalam berpartisipasi di masyarakat.