Empati merupakan kemampuan manusia yang penting untuk menunjang keberhasilan masyarakat dalam berinteraksi sosial (Melchers, Li, Chen, Zhang, & Montag, 2015) dan sebagai komponen penting dari perkembangan moral seseorang (Hoffman, 2000). Kata asli dari Empati berasal dari sebuah kata Jerman “Einfihlung” yang ditemukan oleh Titchener (Cuff, Brown, Taylor, & Howat, 2014; Ioannidou & Konstantikaki, 2008). Empati di definisikan sebagai “memahami dan berbagi pengalaman atau emosi dengan orang lain” (Cohen & Strayer, 1996, hal 988). Empati terdiri dari dua aspek fungsional yaitu: sifat afektif, yang merupakan kapasitas sesorang untuk mengalami emosi dari orang lain baik emosi yang menyenangkan maupun tidak (Bryant, 1982) dan kognitif, dimana sesorang mampu untuk memahami emosi orang lain (Hogan, 1969).

Apabila seseorang memiliki empati afektif yang tinggi maka ia akan mencoba mengalami dan menempatkan diri di posisi orang lain. Sementara itu menurut Hogan orang yang berempati adalah mereka yang memahami kondisi atau pemikiran orang lain tanpa benar-benar mengalami perasaan orang lain tersebut. Sehingga pada saat seseorang ingin melakukan sesuatu ia dapat memahami bahwa perilaku tersebut dapat menyakiti atau merugikan orang lain atau tidak. Davis (1983) menyatakan bahwa aspek kognitif dari empati dapat berupa kemampuan seseorang untuk memposisikan dirinya dalam persepktif orang lain dan fantasi, sedangkan aspek afektif adalah pada saat orang fokus untuk berempati (mengalami emosi) dan terdapat tekanan personal. Pada saat seseorang mengalami tekanan personal tersebut maka ia tidak ingin suatu perilaku atau hal tertentu terjadi terhadap dirinya maupun orang lain dan sangat mungkin tidak ingin melakukan hal tersebut juga.

Hogan (dalam Johnson, Smither, & Cheek, 1983) menemukan beberapa karakteristik orang yang memiliki tingkat empati tinggi, yaitu:

  1. Memiliki kemampuan berimajinasi, berpura-pura, dan jenaka;
  2. Sadar akan impresi yang dilakukan oleh seseorang;
  3. Mampu untuk melihat dan mengevaluasi motif orang lain;
  4. Mampu memahami motif dan perilaku dari orang lain;
  5. Tanggap secara sosial

Sumber:

Melchers, M., Li, M., Chen, Y., Zhang, W., & Montag, C. (2015). Low Empathy is Associated with Problematic Internet Use of the Internet: Empirical Evidence from China and Germany. Asian Journal of Psychiatry, 17, 56-60.

Bryant, B. K. (1982). An Index of Empathy for Children and Adolescents. Child Development, 53, 413-425.

Cohen, D., & Strayer, J. (1996). Empathy in Conduct-Disordered and Comparison Youth. Developmental Psychology, 32(6), 988-998.

Cuff, B., Brown, S. J., Taylor, L., & Howat, D. (2014). Empathy: A review of the concept. Emotion Review. (Online). Diakses dari, http://emr.sagepub.com/content/early/2014/12/01/1754073914558466

Hoffman, M. L. (2000). Empathy and Moral Development: Implications for Caring and Justice. USA: Cambridge University Press.

Ioannidou, F., & Konstantikaki, V. (2008). Empathy and Emotional Intelligence: What is it really about? International Journal of Caring Sciences, 1(3), 118-123.

Johnson, J. A., Smither, R., & Cheek, J. M. (1983). The Structure of Empathy. Journal of Personality and Social Psychology, 45(6), 1299-1312.