1. Multifactorial Model of Formation of Persecutory Delusion

Delusi adalah salah satu simptom utama pada skizofrenia. Individu dengan delusi, mempunyai keyakinan yang tidak rasional dan tidak sejalan dengan latar budaya individu tersebut. Meskipun telah dibuktikan secara objektif tidak adanya bukti dari keyakinannya, individu tetap meyakini kebenarannya. Berdasarkan penelitian oleh Sartorius et al. (1986), delusi persekutorik adalah salah satu jenis delusi yang paling banyak ditemui pada individu dengan skizofrenia, terdapat sekitar 50% kasus skizofrenia dengan delusi persekutorik. Delusi persekutorik menurut Freeman dan Garety (2000) adalah keyakinan individu bahwa dirinya berada dalam bahaya; atau akan mengalami sesuatu yang bahaya bagi dirinya; atau orang lain mempunyai intensi untuk menyakiti dirinya. Individu dengan delusi ini, secara konstan merasa dalam bahaya, dan menyebabkan dirinya menjadi cemas dan depresi.

 

            Multifactorial Model of Formation of Persecutory Delusi (Freeman et al., 2002) adalah model kognitif yang menjelaskan bagaimana delusi persekutorik terbentuk. Formasi delusi persekutorik dimulai dengan precipitant event. Precipitant event mengacu pada pengalaman traumatik, pengalaman personal yang signifikan, atau penyalahgunaan obat-obatan. Pengalaman tersebut menimbulkan anomalous experience. Anomalous experience mengacu pada pengalaman internal atau eksternal yang individu sulit interpretasi dan menimbulkan kekacauan mentalnya. Contohnya adalah halusinasi (auditorik, visual, dsb).

Keyakinan yang individu sudah punya mengenai dirinya dan dunia di sekitarnya juga turut berperan dalam perkembangan delusi persekutorik. Apabila individu melihat dunia di sekitarnya bahaya bagi dirinya, merasa dirinya pantas dihukum, atau merasa dirinya tidak berdaya, delusi akan semakin kuat terbentuknya. Selain itu, bias kognitif juga turut berperan dalam perkembangan delusi persekutorik. Bias kognitif mengacu pada rendahnya kapasitas kognitif individu dalam menginterpretasi stimulus yang ada.

Pada umumnya, precipitant event, keyakinan yang individu sudah punya mengenai dunia di sekitarnya, dan bias kognitif saling berinteraksi satu sama lain dan menghasilkan anomalous experience.

Dengan adanya kehadiran anomalous experience, individu berusaha mencari arti dari pengalamannya. Dalam mencari arti dari pengalamannya, keyakinan yang individu sudah punya mengenai dirinya dan dunia di sekitarnya, serta bias kognitif mempengaruhi penilaian individu. Apabila individu cenderung mengisolasi dirinya, merasa tidak berdaya, atau rendahnya kapasitas dalam mencari penjelasan, maka delusi persekutorik akan terbentuk.

 

  1. Aplikasi teori pada kasus

SA adalah pasien dengan skizofrenia paranoid yang dirawat di salah satu  rumah sakit jiwa di Jakarta. Sebelumnya, SA sudah mempunyai predisposisi gangguan mental di keluarganya. SA mempunyai keyakinan dirinya akan dibunuh dan tingkat kecurigaan yang tinggi terhadap orang yang tidak dikenal. Ia menuduh orang yang tidak dikenal akan membunuhnya. Kecurigaan ini terlihat dari perilakunya yang cenderung agresif dan tatapan matanya yang penuh curiga.

Masa kecil SA dipenuhi oleh kekerasan dari ayahnya. Ia sering dimaki dan dipukul oleh ayahnya. Pengalaman masa kecilnya mempengaruhi SA dalam melihat dunia di sekitarnya. Ia melihat dunia di sekitarnya jahat dan melihat dirinya sebagai individu yang tidak berdaya.

Saat SA berumur 17 tahun, ia tidak diterima di institusi pendidikan yang ia inginkan dan adik SA meninggal dunia. Kedua peristiwa ini membuat SA depresi. Ia mengisolasi dirinya dan menangis terus-terusan. Peristiwa ini dapat dilihat sebagai precipitant event karena mempunyai dampak signifikan terhadap SA. Gejala psikotik mulai muncul dalam bentuk halusinasi auditorik dan visual (SA mendengar suara petir dan sosok besar yang mau membunuhnya).

SA mempunyai kapasitas kognitif yang rendah. Ia tidak mampu membaca intensi orang terhadap dirinya. Apabila ada orang yang tidak dikenal menyapa SA, ia menilai orang tersebut mempunyai intensi untuk membunuh dirinya walaupun tidak ada kehadiran bukti orang tersebut mau membunuhnya.

Keyakinan yang SA sudah miliki sebelumnya, precipitant berupa pengalaman traumatik, dan bias kognitif  saling terkait satu sama lain, dan membentuk penjelasan mengenai pengalamannya tersebut. Topik kekerasan yang dilakukan oleh orang sekitarnya di masa lalu SA menjadi topik delusi pesekutorik SA. Kekerasan menjadi dasar konten delusi persekutorik SA. Konten kekerasan ini terefleksi pada suasana inti delusi persekutoriknya, yaitu ancaman dirinya akan dibunuh.

Ditulis oleh Louna Farsha Wielyanida, sebagai bagian dari laporan magangnya