Hubunngan Pola Asuh dengan Perilaku seks Remaja

Aeda Rizka Azifah

1601230835

Latar Belakang Masalah

aeda

Masa remaja merupakan masa transisi antara masa anak dan dewasa (Santrock, 2003). Pada masa tersebut keadaan fisik seorang remaja mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Diantara perubahan-perubahan fisik itu yang terbesar pengaruhnya pada perkembangan remaja adalah pertumbuhan tubuh yaitu mulai berfungsinya alat-alat reproduksi dan tanda-tanda seksual sekunder yang tumbuh. Perubahan itu terjadi karena mulai aktifnya hormon seks dalam tubuh. Hormon seks tersebut sangat besar pengaruhnya dalam menimbulkan dorongan seksual. Hal ini menjadi titik rawan karena remaja mempunyai sifat selalu ingin tahu dan mempunyai kecenderungan untuk selalu mencoba hal-hal baru (Sarwono, 2004).

Arus globalisasi kemajuan teknologi dan informasi cenderung mempengaruhi sikap remaja untuk melakukan penyimpangan perilaku sosial di lingkungan perkotaan. Lingkungan yang kurang baik, melemahnya fungsi dan kontrol keluarga, keterasingan yang dialami remaja dan kurangnya pengetahuan yang benar mengenai persoalan seksual yang sehat adalah akumulasi faktor penyebab timbulnya perilaku seks pranikah di kalangan remaja (Djubaidah, 2010).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Nursal (2008) ada beberapa faktor yang mempengaruhi seorang remaja untuk melakukan hubungan seksual. Faktor-faktor tersebut yaitu meliputi jenis kelamin, usia pubertas, pengetahuan, sikap, status perkawinan orang tua, pola asuh orang tua, jumlah pacar, lama pertemuan dengan pacar, paparan media elektronik dan media cetak. Berdasarkan uraian di atas salah satu faktor penting yang berhubungan dengan perilaku seksual adalah pola asuh orang tua. Pola asuh orang tua merupakan segala bentuk dan proses interaksi yang terjadi antara orang tua dan anak yang merupakan pola pengasuhan tertentu dalam keluarga yang akan memberi pengaruh terhadap perkembangan kepribadian anak (Baumrind, 2004).

Perilaku seksual yang tidak sehat dikalanganremaja bisa dikatakan cenderung meningkat. Halini juga dibuktikan berdasarkan penelitian dariAustralia National University (ANU) dan PusatPenelitian Kesehatan Universitas Indonesia (UI)pada tahun 2010/2011 di Jakarta , Tangerang, danBekasi dengan jumlah sampel 3006 respondenusia 17-24, menunjukkan 20,9 % remaja mengalamikehamilan dan kelahiran sebelum menikah. Dan 38,7 % remaja mengalami kehamilan sebelummenikah dan kelahiran setelah menikah(BKKBN, 2012).

Dari hasil survei secara acak selama kurunwaktu enam bulan terakhir, yang disampaikanoleh Ketua KPPA (Kantor Pemberdayaan Perempuandan Perlindungan Anak) kabupaten Ponorogo,terdapat 80% remaja putri di Ponorogopernah melakukan hubungan seks pranikah.Sedangkan pada remaja pria, data angka persentasenyasedikit lebih besar lagi. (data dari koranonline KOMPASIAN 2012, diakses pada harirabu 21 november pada jam 12.00 Wib di warnetSurya Bungkal, Ponorogo)

Pola asuh orangtua memiliki pengaruh penting terhadap perilaku seksual remaja, terutama berkaitan dengan perilaku seksual pranikah. Nilai-nilai moral, agama, dan norma-norma sosial dikenalkan kepada anak melalui interaksi di dalam keluarga. Menurut Baumrind (2004) ada tiga bentuk pola asuh yang sering diterapkan orang tua terhadap remaja, yaitu demokratis, otoriter dan permisif.

Hurlock (1994) mengemukakan mengertian pola asuh demokratis adalah pola asuh yang dicirikan sebagai orangtua yang lebih melihat pada pentingnya remaja mengetahui mengapa suatu peraturan dibuat,remaja juga diberi kesempatan untuk berbicara atau memberi alasan ketika melanggar peraturan. Hukuman yang diberikan

tergantung pelanggarannya dan bersifat mendidik. Selain itu orangtua juga memberikan hadiah dalam bentuk pujian ketika remaja berperilaku baik. Anak yang mendapat pola asuh demokratis, mereka akan tumbuh sebagai pribadi yang mampu

mengendalikan diri dan secara umum memiliki konsep diri yang positif

Pola asuh demokratis sebagaimana yang telah dijelaskan di atas merupakan pola asuh yang paling mendukung dalam pembentukan kepribadian remaja masa kini. Orangtua melalui pola asuh demokratis akan memberikan kehangatan, perhatian, kasih sayang, dukungan dan arahan bagi anak untuk melakukan hal-hal yang berguna. Orangtua akan mengakui dan menghargai keberadaan anak, berusaha menciptakan suasana yang kondusif bagi perkembangan anak. Lingkungan kondusif dimana anak dapat mengembangkan potensi dan kepribadiaannya ditemukan pada ciri-ciri pola asuh orangtua demokratis (Setiyati, 2006).

Dewasa ini masyarakat, terutama yang ada di perkotaan menunjukan kecenderungan yang cukup positif terutama terhadap pola asuh demokratis yang diterapkan dalam memperlakukan anak-anaknya. Orangtua sekarang tidak lagi menerapkan aturan secara kaku, atau memaksa anak melakukan hal yang tidak disukai sehingga komunikasi dengan anak semakin terbuka (Prayitno, 2007). Adanya kecenderungan yang cukup positif pada masyarakat perkotaan untuk penerapan pola asuh demokratis inilah yang diharapkan dapat menurunkan tingkat perilaku seksual yang dilakukan oleh remaja.

Penelitian Wulandari (2010) dengan judul “hubungan pola demokratis dengan sikap terhadap perilaku seksual remaja” yang membuktikan bahwa ada hubungan signifikan antara pola asuh demokratis dengan perilaku seksual remaja. Apabila pola asuh demokratis diterapkan dengan baik maka tingkat perilaku seksual remaja akan rendah. Penelitian lain tentang pola asuh dengan perilaku seksual remaja dilakukan oleh Setiyati (2006) dengan judul “Hubungan pola asuh otoriter orang tua terhadap perilaku seksual remaja” yang membuktikan bahwa ada hubungan yang positif antara pola asuh otoriter orangtua dengan perilaku seksual remaja, yang berarti semakin otoriter pola asuh orangtua, maka perilaku seksual remaja akan semakin tinggi

Pola asuh permisif dapat diartikan sebagai pola perilaku orang tua dalam berinteraksi dengan anak, yang membebaskan anak untuk melakukan apa yang ingin dilakukan tanpa mempertanyakan. Pola asuh ini tidak menggunakan aturan-aturan yang ketat bahkan bimbinganpun kurang diberikan, sehingga tidak ada pengendalian atau pengontrolan serta tuntutan kepada anak (Hurlock, 2006). Sejalan dengan itu, Baumrind (2004) mengatakan bahwa perilaku seksual pranikah yang dilakukan oleh para remaja lebih cenderung disebabkan terlalu longgarnya pengawasan dan aturan aturan yang diterapkan oleh orang tua. Remaja akan cenderung terjerumus ke dalam perilaku seksual pranikah manakala adanya pengawasan yang kurang dari orangtuanya. Kebanyakan orang tua memang tidak termotivasi untuk memberikan informasi seks dan kesehatan pada remaja, sebab mereka takut hal ini justru meningkatkan terjadinya perilaku seks pranikah. Padahal anak yang mendapatkan pendidikan seks dari orang tua cenderung berperilaku seks lebih baik daripada anak yang mendapatkan dari oranglain.

Berdasarkan uraian-uraian di atas diperlukan penelitian selanjutnya untuk melihat kecenderungan pola asuh orang tua untuk memberikan pengetahuan dan bimbingan positif kepada anak remaja mengenai perilaku seksual. Untuk membuktikan kecenderungan tersebut penelitian ini dengan judul “ Pengaruh Pola Asuh Terhadap Prilaku Seks Pada Remaja di SMAN 85 Jakarta”

 

 

Definisi pola asuh

Dalam keluarga terdapat pola pengasuhan anak,Wahyuning,et al.( (2005) mendefinisikan pola asuh sebagai cara atau perlakuan orang tua yang diterapkan kepada anak. Pola asuh menentukan bagaimana cara orang tua merespon kebutuhan dan keinginan anak, cara mereka mengatur anak dan akibat yang ditimbulkan bagi perkembangan anak selanjutnya (dalam Ijaz&Mahmood, 2009). Gunarsa (2002) menyatakan bahwa pola asuh orang tua adalah suatu interaksi antara orang tua dengan anak selama orang tua menerapkan pengasuhan, dalam hal ini orang tua mendidik, membimbing dan melindungi anak. Suami dan istri mungkin saja membawa pandangan yang berbeda mengenai pengasuhan ke dalam pernikahan (Santrock, 2007).

Berdasarkan definisi yang telah dikemukakan oleh para ahli maka dapat disimpulkan bahwa pola asuh orang tua merupakan suatu cara yang digunakan oleh orang tua untuk mendidik, membimbing dan melindungi anak mereka, dimana cara pengasuhan ini akan mempengaruhi anak sepanjang hidupnya.

 

Definisi Perilaku Seksual Pranikah

Perilaku seksual pranikah menurut Sarwono (dalam Taufik, 2013) adalah aktifitas seksual yang dilakukan dengan lawan jenis tanpa adanya ikatan pernikahan yang resmi baik secara agama maupun hukum. Tingkah laku seksual biasanya bersifat meningkat atau progresif. Biasanya diawali dengan necking(berciuman sampai kearah dada), kemudian diikuti oleh petting(saling menempelkan alat kelamin). Kemudian hubungan intim, atau pada beberapa kasus, seks oral, yang secara besar meningkat pada masa remaja selama beberapa tahun belakangan ini (DeLamater&MacCorquodale, dalam King, 2009).

Perilaku seksual timbul sebagai akibat dari dorongan atau hasrat dalam diri individu yang merasa tertarik dengan lawan jenisnya. Hubungan seksualitas antar individu tidak hanya melibatkan alat kelamin tetapi juga terdapat peran psikologis dan emosi didalamnya (Naedi, 2012). Selanjutnya Duvall& Miller (1985) membagi aktivitas seksual dalam empat kategori yakni:

  1. Touching adalah aktivitas yang dilakukan sebagai salah satu cara untuk membangkitkan dorongan seksual dengan meraba atau memegang daerah-daerah sensitif lawan jenis.
  2. Kissing adalah aktivitas yang dilakukan antara lawan jenis guna membangkitkan dorongan seksual dengan adanya kontak antara mulut dengan anggota tubuh lawan jenis.
  3. Petting adalah upaya membangkitkan dorongan seksual antar jenis kelamin dengan saling menyentuhkan alat kelamin tanpa melakukan aktivitas penetrasi.
  4. SexualIntercourse adalah hubungan seksual yang dilakukan dengan memasukkan alat kelamin pria kedalam alat kelamin wanita.

Menurut Irawati (dalam Taufik, 2013) remaja cenderung melakukan berbagai macam perilaku seksual beresiko yang dapat menuju ke perilaku seks pranikah. Perilaku seks pranikah merupakan aktifitas seksual yang dilakukan dengan lawan jenis tanpa adanya ikatan pernikahan yang resmi baik secara agama maupun hukum. Nanggala (dalam Naedi, 2012) menambahkan perilaku seks pranikah remaja dapat diartikan sebagai pola perilaku seks yang dilakukan secara bebas, tanpa batasan, dan tidak terikat oleh ikatan pernikahan baik secara agama maupun hukum.

Perilaku seks pranikah dipandang sebagai suatu larangan karena tidak sesuai dengan ajaran dan norma-norma yang ada di masyarakat. Secara psikologis perilaku seks pranikah remaja pada dasarnya adalah normal karena prosesnya diawali dari rasa ketertarikan kepada orang lain, selanjutnya muncul gairah dan diikuti oleh puncak kepuasan dan diakhiri dengan ketenangan (Naedi, 2012).

Hubunngan Pola Asuh dengan Perilaku seks Remaja

Berdasarkan hasil penelitianAguma, Dewi dan Karim (2013) kepada 177remaja didapatkan hasil analisa hubungan antara pola asuh orangtua dengan perilaku seksual remaja diperoleh bahwa remaja yang berperilaku seksual tidak beresiko, tertinggi 41(62,1%) dengan pola asuh orangtua secarademokratis. Sedangkan diantara remaja yang berperilaku seksual beresiko, tertinggi 25(75,8%) yang diasuh secara penelantar. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,001 maka dapat disimpulkan ada perbedaan proporsi kejadian perilaku seksual remaja antara pola asuh orangtua secara demokratis, otoriter, permisifdan penelantar (ada hubungan pola asuhorangtua dengan perilaku seksual remaja).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Wulandari (2010) yang membuktikan bahwa ada hubungan signifikanantara pola asuh demokratis dengan perilakuseksual remaja. Apabila pola asuh demokratis diterapkan dengan baik maka tingkat perilaku seksual remaja akan rendah. Penelitian lain tentang pola asuh dengan perilaku seksual remaja dilakukan Setiyati (2006) yang membuktikan bahwa ada hubungan yang positif antara pola asuh otoriter orangtua dengan perilaku seksual remaja, yang berarti semakin otoriter pola asuh orangtua, maka perilaku seksual remaja akan semakin tinggi.

 

Hypothesis

Pola Asuh

Pola Asuh yang baik akan menghasilkan pribadi yang sehat.

Perilaku Seks Pranikah

Perilaku seks pranikah pada remaja akan semakin tinggi bila pola asuhnya tidak diterapkan dengan baik.