Hubungan Gaya Hidup dan Konsep Diri dengan Keputusan Pembelian Kendaraan bermotor Roda Dua di Jakarta

najmuddinsomadi

1601273960

Latar belakang

najmuddin

Di era globalisasi ini membawa perubahan yang cepat pada berbagai aspek kehidupan, khususnya untuk individu yang tinggal di kawansan perkotaan. Kawasan perkotaan adalah suatu kawasan pemukiman dengan kepadatan penduduk kurang lebih mencapai 50 juta per ha, sebagian besar berusaha atau bekerja pada sektor industri, perdagangan, dan jasa. Salah satu kawasan perkotaan adalah Jakarta dimana kota tersebut menjadi pusat pemerintahan di Indonesia. Jumlah penduduk di Jakarta sekitar 10 juta jiwa. Tingginya jumlah penduduk akan berdampak terhadap pemanfaatan sumber daya kota yang terbatas.

http://d-riyana-h-feb10.web.unair.ac.id/artikel_detail-50389-Karya%20Mahasiswa%20Airlangga-FENOMENA%20MASALAH%20PERKOTAAN.html

Pemanfaatan sumber daya kota Jakarta sejalan dengan perkembangan teknologi, karena teknologi semua hal menjadi lebih mudah, mulai membeli makanan, akses komunikasi, sampai akses transportasi. Perkembangan teknologi sudah semakin cepat dan tidak tertahan lagi, perkembangan ini bukan serta merta tanpa sebab. Perkembangan teknologi diakibatkan perkembangan dari setiap individu dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Pesatnya perkembangan teknologi seiring dengan perkembangan zaman, turut berimbas pada kemajuan teknologi transportasi

Transportasi adalah pemindahan manusia atau barang dari suatu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan sebuah alat yang bisa bergerak oleh menusia maupun mesin. Tujuan dari penggunaan transportasi ini adalah untuk memudahkan manusia dalam melakukan aktivitasnya sehari-hari. Kebutuhan transportasi merupakan kebutuhan turunan akibat aktivitas ekonomi, sosial, dan sebagainya.

Kemajuan teknologi transportasi menjadi pendorong proses globalisasi. Perkembangan transportasi yang pesat berimbas pada pekembangan ekonomi. Dalam hal ini, trasportasi berperan sebagai penghemat biaya produksi dalam hal mempersingkat jarak dan waktu. Transportasi terkait dengan produktivitas, meningkatkan mobilitas manusia dan mobilitas produksi serta pemasaran. Semakin tinggi mobilitas yang terjadi, makan semakin tinggi pula produktivitas. Peningkatan produktivitas merupakan kendali penting dalam peningkatan kesajahteraan manusia dan penunjang kemajuan ekonomi.

Namun, kemajuan teknologi transportasi juga tidak luput dari dampak negatif. Dizaman yang serba cepat, arus pergerakan manusia juga di tuntut lebih cepat. Terutama di kota Jakarta, kebutuhan akses untuk mobilisasi secepat mungkin sangat diperlukan. Masyarakat kemudian memilih untuk memiliki kendaraan pribadi khususnya roda dua agar pergerakan bisa semakin cepat sesuai dengan kebutuhan mereka. Peningkatan kebutuhan kendaraan roda dua dapat dilihat dari perkembangan industri sepeda motor. Pertumbuhan industri sepeda motor di Jakarta berkembang sangat cepat. Dalam setahun produsen sepeda motor bisa memproduksi sebanyak 7.000.000 unit. Pada tahun 2013 jumlah kendaraan roda dua dijalan Jakarta sudah mencapai 11.929.103 unit, seiring dengan banyaknya warga yang memakai kendaraan pribadi khususnya roda dua karena tuntutan waktu, maka kendaraan yang memenuhi jalan raya semakin banyak.

http://www.tempo.co/read/news/2014/11/11/083621293/Tahun-Ini-Motor-di-Jakarta-Tambah-9-Juta

Pertumbuhan kendaraan bermotor terutama roda dua sudah diluar batas kewajaran, perharinya 4.000 hingga 4.500 kendaraan roda dua bertambah dijalanan ibu kota. Dan ini merupakan faktor utama dari kemacetan jalan raya di kota Jakarta. Pertambahan unit sepeda motor setiap tahun di Jakarta tidak didukung dengan fasilitas yang mempuni. Pelebaran ruas jalan Jakarta yang tidak sampai 0,1% menjadi salah satu faktor pendukung kemacetan di Jakarta.

http://www.antaranews.com/berita/473169/jumlah-motor-dan-mobil-di-jakarta-tumbuh-12-persen-tiap-tahun

 

Dari tingginya permintaan terhadap kendaraan roda dua kita bisa melihat adanya kemajuan ekonomi yang memberi dampak pada peningkatan pendapatan individu, Kotler (dalam Simamora, 2004:21) menjelaskan bahwa keputusan seseorang atas merek, kategori produk, tempat untuk didatangi, waktu pembelian dan jumlah pembelian, merupakan hasil dari rangsangan (stimuli) yang berasal dari luar dirinya, yang diolah dalam diri konsumen, sehingga individu saat ini lebih berorientasi pada nilai suatu produk dari pada harganya. Individu rela mengeluarkan uang lebih demi mendapat produk dan merek yang diinginkan.

Produk kendaraan roda dua yang dibeli masyarakat bukan hanya sekedar kebutuhan berkendara melainkan adanya gaya hidup yang berkembang dimasyarakat. Perilaku individu membeli atau mengkonsumsi produk, selain dipengaruhi oleh faktor sosial: kelas, perbedaan usia, gender, dan lain-lain. Perilaku konsumsi suatu produk seringkali dipengaruhi dan dibentuk oleh gaya hidup. Gaya hidup yang dimaksud adalah adaptif aktif dari individu terhadap kondisi sosial dalam rangka memenuhi kebutuhan untuk berinteraksi dan menyatu dengan orang lain. Gaya hidup dipengaruhi oleh keterlibatan seseorang dalam kelompok sosial, dari seringnya berinteraksi dan menanggapi berbagai stimulus yang ada (Adlin et.al.,2006). Gaya hidup selalu berkaitan dengan upaya untuk membuat diri eksis dalam cara tertentu dan berbeda dari kelompok lain. Disini ada suatu perilaku konsumsi yang merupakan dampak dari perkembangan zaman, dimana individu mengalami rasa ketidakpuasaan. Gaya hidup yang mengikuti trend biasanya memiliki tujuan agar terlihat sama seperti pengguna produk lain atau dari dalam diri menginginkan suatu perhatian lebih dari individu lain. Di indonesia tidak sedikit individu membeli kendaraan roda dua bukan hanya kebutuhan tapi juga eksistensi. Hal ini bisa dilihat dari kegiatan demo buruh, saat itu sseorang buruh terlihat mengendarai sepeda motor NINJA 250. Harga motor tersebut berada dikisaran 50 juta rupiah dalam kondisi baru dan 32 juta rupiah dalam kondisi bekas. Sedangkan demo buruh tersebut meminta kenaikan upah minimum regional sebesar 3 juta rupiah.

http://www.merdeka.com/peristiwa/demo-pakai-motor-seharga-rp-50-juta-buruh-di-bully-di-medsos.html

Selain gaya hidup, konsep diri juga mempengaruhi individu dalam mengambil keputusan pembelian. Menurut Sarlito (2009) konsep diri pada dasarnya merupakan suatu skema, yaitu pengetahuan yang terorganisasi mengenai sesuatu yang kita gunakan untuk menginterpretasikan pengalaman. Konsep diri dimiliki setiap individu terhadap produk yang akan dibeli. Konsep diri merupakan perasaan terhadap diri, gambaran deskriptif dan evaluativ mengenai kemampuan dan sifat seseorang. Fie Xue (2005) menemukan bahwa kesesuaian antara konsep diri dengan merek yang akan dikonsumsi akan mempengaruhi persepsi mereka pada iklan merek tersebut. Semakin sesuai konsep diri dengan merek yang di gunakan maka konsumen akan memiliki emosi dan respon kognitif yang positif pada merek tersebut. Bahkan produk yang memiliki tingkat visibilitas tinggi sering digunakan oleh konsumen sebagai alat ampuh untuk menggambarkan pribadi yang bagaimana seesungguhnya yang ingin diciptakannya (Hughes,1986). Kembali pada gaya hidup, gaya hidup pada dasarnya bagaimana seseorang itu memberlakukan dirinya atau konsep dirinya dan ditentukan oleh pengalaman masa lalu, karakteristik bawaan dan situasi saat ini.

Dari hasil wawancara penelitia dengan beberapa pegawai perusahaan kredit motor, pegawai mengatakan setidaknya ada 5 motor sehari yang kami lepas kepasar atas permintaan konsumen dan biasanya konsumen cukup membayar uang muka langsung bisa membawa sepeda motornya kerumah. Dari pegawai itu juga diperoleh informasi alasan konsumen membeli sepeda motor, salah satu alasan adalah agar dilihat orang lain karena memiliki kendaraan baru dan mencoba produk baru karena sudah bosan dengan sepeda motor yang dimiliki.

Dari fenomena yang telah diuraikan di atas, penulis ingin meneliti lebih lanjut “ Hubungan Gaya Hidup dan Konsep Diri dengan Keputusan Pembelian Kendaraan bermotor Roda Dua di Jakarta”

 

Variable

2.1 Keputusan Pembelian

2.1.1 Pengertian Keputusan Pembelian

 

Pengertian keputusan pembelian adalah hal yang sangat utama dalam membeli suatu produk oleh konsumen. Menurut Kotler (2009), yaitu beberapa tahap yang dilakukan oleh konsumen sebelum melakukan keputusan pembelian suatu produk. Beberapa model urutan tahap proses keputusan pembelian yaitu: pengenalan masalah, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian dan perilaku pasca pembelian.

Sedangkan menurut Amirullah (2002) keputusan pembelian adalah suatu kondisi dimana konsumen melakukan penilaian terhadap berbagai alternatif pilihan dan memilih salah satu atau lebih alternatif yang diperlukan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Dalam mengambil sebuah keputusan, konsumen juga memerlukan pertimbangan-pertimbangan dalam memilih sebuah produk yang diinginkan agar mendapatkan hasil yang memuaskan.

Selaras dengan pendapat sebelumnya, Sweeney dan McFarlin (2002) mendefinisikan pengambilan keputusan sebagai proses dalam mengevaluasi satu atau lebih pilihan dengan tujuan untuk meraih hasil terbaik yang diharapkan (dalam sarlito,2009). Proses mengevaluasi menandakan adanya sebuah indetifikasi yang dilakukan sebelumnya, hal ini sesuai dengan pernyataan Kinicki dan Kretiner (2003) yang mendefiniskan pengambilan keputusan sebagai proses mengidentifikasi dan memilih solusi yang mengarah pada hasil yang diinginkan (dalam sarlito, 2009)

Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Keputusan pembelian adalah proses dimana konsumen berfikir dan mempertimbangkan dua atau lebih alternatif pilihan, yang melaui lima proses seperti pengenalan masalah, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian dan perilaku pasca pembelian untuk memperoleh kepuasan pada konsumen itu sendiri.

2.1.2 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan

 

Menurut Munandar (2012) dalam proses pengambilan keputusan untuk membeli, konsumen dipegaruhi, selain oleh faktor dalam dirinya dan jenis produk hal ini juga dipengaruhi karena adanya faktor lingkungan, seperti kebudayaan, keluarga, status sosial , dan kelompok acuannya. Sependapat dengan Munandar, Kotler dan Amstrong menyatakan (dalam Setiadi, 2003), keputusan pembelian dari pembeli sangat dipengaruhi oleh faktor kebudayaan, sosial, pribadi dan psikologi dari pembeli. Sebagian besar adalah faktor-faktor yang tidak dapat dikendalikan oleh pemasar, tetapi harus benar-benar diperhitungkan. Berikut uraian dari faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan membeli:

  1. Faktor-faktor Kebudayaan
  • Budaya

Kebudayaan merupakan faktor penentu yang paling dasar dari keinginan dan perilaku seseorang. Bila makhluk-makhluk lainnya bertindak berdasarkan naluri, maka perilaku manusia umumnya dipelajari. Seorang anak yang sedang tumbuh mendapatkan seperangkat nilai, persepsi, preferensi dan perilaku melalui suatu proses sosialisasi yang melibatkan keluarga dan lembaga-lembaga sosial penting lainnya.

  • Sub Budaya

Setiap kebudayaan terdiri dari sub-budaya – sub-budaya yang lebih kecil yang memberikan identifikasi dan sosialisasi yang lebih spesifik untuk para anggotanya. Sub-budaya dapat dibedakan menjadi empat jenis: kelompok nasionalisme, kelompok keagamaan, kelompok ras, area geografis.

  • Kelas Sosial

Kelas sosial adalah kelompok-kelompok yang relatif homogen dan bertahan lama dalam suatu masyarakat, yang tersusun secara hierarki dan keanggotaannya mempunyai nilai, minat, dan perilaku yang serupa.

 

  1. Faktor Sosial
  • Kelompok Acuan

Kelompok acuan seseorang terdiri dari seluruh kelompok yang mempunyai pengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap sikap atau perilaku seseorang. Beberapa di antaranya adalah kelompok-kelompok primer, yang dengan adanya interaksi yang cukup berkesinambungan, seperti keluarga, teman, tetangga dan teman sejawat. Kelompok-kelompok sekunder, yang cenderung lebih resmi dan yang mana interaksi yang terjadi kurang berkesinambungan. Kelompok yang seseorang ingin menjadi anggotanya disebut kelompok aspirasi. Sebuah kelompok diasosiatif (memisahkan diri) adalah sebuah kelompok yang nilai atau perilakunya tidak disukai oleh individu.

  • Keluarga

Keluarga yang dimaksud adalah jumlah dan umur anak-anak menentukan banyak keinginan konsumen. Perubahan dalam cirri-ciri keluarga menghasilkan perubahan gaya hidup dan perubahan yang dramatis pada keinginan – keinginan konsumen. Hubungan keluarga akan terus berkembang seiring dengan perkembangan keluarga tersebut.

  • Status/harapan finansial

Pada umumnya seseorang akan sangat dipengaruhi oleh finansial disetiap pengambilan keputusannya. Perubahan dalam status finansial dapat mempengaruhi keadaan yang diinginkan konsumen. Seperti perubahan kenaikan atau penurunan gaji, hal ini menyebabkan konsumen sering kali mengubah keinginannya sedemikian rupa sehingga keadaan yang ada akan sesuai dengan status yang dialami.

 

  1. Faktor Pribadi
  • Umur dan Tahap dalam Siklus Hidup

Konsumsi seseorang juga dibentuk oleh tahapan siklus hidup keluarga. Beberapa penelitian terakhir telah mengidentifikasi tahapan-tahapan dalam siklus hidup psikologis. Orang-orang dewasa biasanya mengalami perubahan atau transformasi tertentu pada saat mereka menjalani hidupnya.

  • Pekerjaan

Para pemasar berusaha mengidentifikasi kelompok-kelompok pekerja yang memiliki minat di atas rata-rata terhadap produk dan jasa tertentu.

  • Keadaan Ekonomi

Yang dimaksud dengan keadaan ekonomi seseorang adalah terdiri dari pendapatan yang dapat dibelanjakan (tingkatnya, stabilitasnya, dan polanya), tabungan dan hartanya (termasuk presentase yang mudah dijadikan uang), kemampuan untuk meminjam dan sikap terhadap mengeluarkan lawan menabung.

  • Gaya Hidup

Gaya hidup seseorang adalah pola hidup didunia yang di ekspresikan oleh kegiatan, minat dan pendapatan seseorang. Gaya hidup menggambarkan “seseorang secara keseluruhan” yang berinteraksi dengan lingkungannya. Gaya hidup juga mencerminakan sesuatu dibalik kelas sosial seseorang.

  1. Faktor Psikologis
  • Motivasi

Beberapa kebutuhan bersifat biologis, kebutuhan ini timbul dari suatu keadaan fisiologis tertentu, seperti rasa lapar, rasa haus, rasa tidak nyaman. Sedangkan kebutuhan-kebutuhan lain bersifat psikologis yaitu kebutuhan yang timbul dari keadaan fisiologis tertentu, seperti kebutuhan untuk diakui, kebutuhan harga diri atau kebutuhan diterima.

 

  • Presepsi

Persepsi didefinisikan sebagai proses dimana seseorang memilih, mengorganisasikan, mengartikan masukan informasi untuk menciptakan suatu gambaran yang berarti dari stimulus yang diterima. Orang dapat memiliki persepsi yang berbeda dari objek yang sama karena adanya tiga proses persepsi:

  1. Perhatian yang selektif
  2. Gangguan yang selektif
  3. Mengingat kembali yang selektif

Faktor-faktor persepsi ini yaitu: perhatian, gangguan dan mengingat kembali yang selektif berarti bahwa para pemasar harus bekerja keras agar pesan yang disampaikan diterima.

 

  • Proses Belajar

Proses belajar menjelaskan perubahan dalam perilaku seseorang yang timbul dari pengalaman.

  • Kepercayaan dan sikap

Kepercayaan adalah suatu gagasan deskriptif yang dimiliki seseorang terhadap sesuatu.

  1. Kepribadian dan Konsep Diri

Yang dimaksud dengan kepribadian adalah karakteristik psikologis yang berbeda dari setiap orang yang memandang responnya terhadap lingkungan yang relatif konsisten. Kepribadian dapat merupakan suatu variabel yang sangat berguna dalam menganalisa perilaku konsumen. Bila jenis-jenis kepribadian dapat diklasifikasikan dan memiliki korelasi yang kuat antara jenis-jenis kepribadian tersebut dengan berbagai pilihan produk atau merek.

 

2.1.3 Proses Pengambilan Keputusan

 

            Hampir setiap hari, bahkan dalam hitungan menit individu selalu membuat keputusan untuk membeli, baik disadari ataupun tidak disadari. Hawkins, et,al (1983) mengembangan sebuah model dari proses pengambilan keputusan dari konsumen. Model ini menunjukan unsur-unsur dasar dalam proses pengambilan keputusan dari konsumen (dalam Munandar, 2012). Ada lima unsur dalam proses pengambilan keputusan:

  1. Pengenalan masalah

Dimana sebuah keputusan diambil karena adanya sebuah masalah. Mengenali adanya masalah merupakan langkah penting dalam proses pengambilan keputusan konsumen. Masalah konsumen ialah perbedaan antara keadaan yang ada dengan suatu keadaan yang diinginkan. Keadaan yang diinginkan dan keadaan yang ada, kedua-duanya dipengaruhi oleh gaya hidup konsumen dan situasi yang berlangsung sekarang. Sejumlah faktor dapat mempengaruhi pengenalan masalah yakni:

  1. Kebudayaan / golongan sosial
  2. Kelompok-kelompok acuan
  3. Cirri-ciri keluarga
  4. Status / harapan finansial
  5. Keputusan-keputusan yang diambil seblumnya
  6. Perkembangan individual
  7. Situasi-situasi yang belangsung sekarang
  1. Pencarian Informasi

Langkah kedua dalam proses pengambilan keputusan konsumen ialah pencarian informasi. Konsumen dapat melakukan pencarian informasi yang ekstensif internal dan eksternal, pencarian internal dan eksternal yang terbatas, atau hanya pencarian internal. Informasi dapat dicari tentang:

  1. Kriteria penilian yang sesuai untuk pemecahan masalah
  2. Adanya berbagai macam alternatif pemecahan
  3. Unjuk-kerja dari setiap pemecahan alternatif terhadap setiap criteria evaluasi merupakan langkah terakhir.

Selain pencarian informasi konsumen secara internal ( informasi yang disimpan dalam ingatan), dapat pula dicari dari empat macam sumber eksternal, yaitu:

  1. Sumber pribadi seperti teman, kenalan dan keluarga.
  2. Sumber bebas seperti kelompok-kelompok konsumen, professional bayaran dan badan-badan pemerintah.
  3. Sumber pemasaran seperti karyawan penjualan dan iklan.
  4. Sumber pengalaman langsug (experimental sources)

Menurut Munandar (2012), Kenyataan menunjukkan bahwa pencarian informasi eksternal secara ekspilisit setelah adanya pengenalan masalah dilakukan secara terbatas. Sering disarankan agar konsumen sebaiknya melibatkan diri dalam pencarian eksternal yang relative ekstensif sebelum membeli suatu produk.

  1. Penilaian dan Seleksi dari Alternatif

Selama dan setelah konsumen mengumpulkan informasi tentang jawaban-jawaban alternatif terhadap satu masalah yang dikenali, mereka menilai alternatif-alternatif dan menyeleksi tindakan yang paling baik memecahkan masalahnya. Kriteria penilian yang digunakan konsumen berbeda-beda ditinjau dari masalah khusus mereka. Sejumlah kriteria penilaian seperti harga, besaran warna, mutu, ketahanan dan kesehatan bisa menjadi acuan konsumen memilih produk. Ada lima aturan keputusan yang pada umumnya digunakan untuk penilaian dan seleksi, yaitu:

  1. Konjuktif, produk harus memenuhi nilai minimal dari seluruh kriteria penilaian, seperti kualitas mutu, harga dan ketahanan produk.
  2. Disjunktif, produk harus memenuhi nilai minimal yang cukup tinggi untuk salah satu kriteria yang digunakan.
  3. Eliminasi, sebuah produk harus memnuhi semua kriteria yang digunakan pada tingkat yang dapat diterima.
  4. Leksikografis, kriteria penilaian disusun berdasarkan prioritas kepentingnnya, dari kriteria yang terpenting ke kriteria yang paling kurang penting.
  5. Kompensatoris, kriteria penilaian memiliki nilai kepentingan yang berbeda-beda. Satu produk dapat memiliki nilai rendah untuk satu kriteria tapi juga dapat nilai tinggi untuk kriteria lain.
  1. Seleksi Saluran Distribusi dan Pelaksanaan Keputusan

Kebanyakan produk konsumen peroleh melalui salah satu bentuk saluran distribusi barang atau penjual eceran. Dengan demikian konsumen ada baiknya menyeleksi saluran distribusi sebagiamana mereka menyeleksi produk. Keputusan ini bertujuan mendapatkan produk yang benar-benar baik dan didapat dari penyalur atau saluran distibusi yang benar. Keputusan untuk ini dapat dilakukan dengan tiga cara: (1) secara simultan, bersama-sama, (2) produk dulu, penyalur kemudian, (3) penyalur dulu, produk kemudian.

Proses pengambilan keputusan yang digunakan oleh konsumen untuk menyeleksi penyalur eceran sama dengan proses pengambilan keputusan memilih satu merek. Yang berbeda ialah penggunaan kriteria penilaian.

  1. Proses Pasca Pembelian

Setelah melakukan pembelian, beberapa konsumen mengalami kesangsian atau kecemasan tentang kebijakan pembeliannya. Gejala ini dikenal sebagai pertentangan pasca-pembelian (postpurchase dissonance). Pada umumnya terjadi (1) antara invidu-individu dengan kecenderungan mengalami kecemasan, (2) setelah satu pembelian yang tidak dapat ditiadakan, (3) jika penting bagi konsumen, dan (4) jika melibatkan pilihan yang sulit antara dua pilihan altenatif.

 

2.1.4 Model Pengambilan Keputusan Konsumen

 

Menurut Schiffman&Kanuk (2007) membagi tiga model pengambilan keputusan membeli pada konsumen yaitu :

  1. Pemecahan Masalah yang Luas

Jika konsumen tidak mempunyai kriteria yang mapan untuk menilai kategori produk atau merek tertentu dalam kategori tersebut atau tidak membatasi jumlah merek yang akan dipertimbangkan menjadi rangkaian kecil yang dapat dikuasai, usaha pengambilan keputusan konsumen dapat diklasifikasikan sebagai pemecahan masalaah yang luas. Pada tingkat ini, konsumen membutuhkan berbagai informasi untuk menetapkan serangkaian kriteria guna menilai mereek-merek tertentu dan banyak informasi yang sesuai mengenai setiap merek yang kan dipertimbangkan.

  1. Pemecahan Masalah yang Terbatas

Pada tingkat pemecahan masalah ini, konsumen telah menetapkan kriteria dasar untuk menilai kategori produk dan berbagai merek dalam kategori tersebut. Tetapi, mereka belum sepenuhnya menetapkan pilihan terhadap kelompok merek tertentu. Pencarian informasi tambahan yang mereka lakukan lebih merupakan penyesuaian sedikit-sedikit. Mereka harus mengumpulkan informasi merek tambahan untuk melihat perbedaan diantara berbagai merek.

  1. Perilaku Sebagai Orang yang Rutin

Pada tingkat ini, konsumen sudah mempunyai beberapa pengalaman mengenai kategori produk dan serangkaian kriteria yang ditetapkan dengan baik untuk menilai berbagai merek yang sedang dipertimbangkan. Dalam beberapa situasi, konsumen mungkin mencari informasi tambahan dalam situasi lain meninjau kembali apa yang sudah diketahui.

 

 

2.2 Konsep Diri

2.2.1 Pengertian Konsep Diri

 

Konsep diri merupakan gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya, yang dibentuk melalui pengalaman-pengalaman dan diperoleh dari interaksi dengan lingkungan serta kesadaran seseorang mengenai dirinya. Menurut Deaux, et.al (1993) konsep diri adalah sekumpulan keyakinan dan perasaan seseorang mengenai dirinya sendiri. Keyakinan seseorang mengenai dirinya bisa berkaitan dengan bakat, minat, kemampuan, penampilan fisik, dan lain sebagainya. Orang pun kemudian memiliki perasaan terhadap keyakinan mengenai dirinya tersebut, apakah ia merasa positif atau negatif, bangga atau tidak bangga terhadap dirinya, dan mampu atau tidak mampu menilai kemampuan dirinya ( dalam sarlito, 2009).

Menurut Santrock (2002) konsep diri (self concept) merupakan evaluasi terhadap dominan yang spesifik terhadap diri. Remaja dapat membuat evaluasi diri terhadap berbagai domain dalam hidupnya-akademik, atletik, penampilan fisik, dan sebagainya. Jadi, konsep diri lebih kepada evaluasi terhadap domain yang spesifik.

Menurut Sarlito (2009) konsep diri pada dasarnya merupakan suatu skema, yaitu pengetahuan yang terorganisasi mengenai sesuatu yang kita gunakan untuk menginterpretasikan pengalaman. Selaras dengan pernyataan tersebut, Vaughan dan Hogg (2002) menyatakan konsep diri adalah skema diri, yaitu pengetahuan tetang diri, yang mempengaruhi cara seseorang megolah informasi dan mengambil tindakan (dalam Sarlito 2009).

Rakhmat (2001) mendefinisikan bahwa konsep diri bukan hanya sekedar gambaran deskriptif, tetapi penilaian individu terhadap dirinya yang meliputi apa yang dipikirkan dan apa yang dirasakan individu. Mendukung pendapat sebelumnya Hurlock (2004:234) menerangkan konsep diri menyangkut gambaran fisik dan psikologis. Aspek fisik berkaitan dengan tampang atau penampakan lahiriah (appereance) anak, sedangkan konsep diri yang bersifat psikologis berdasarkan pikiran, perasaan, dan emosional. Hal ini berhubungan dengan kualitas dan abilitas yang memainkan peran penting dalam penyesuaian kehidupan, seperti kejujuran, keberanian, kepercayaan diri, kemandirian dan kemampuan diri dari tipe-tipe yang berbeda.

Berdasarkan uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa konsep diri adalah pandangan individu tentang diri sendiri, meliputi gambaran tentang diri yang bersifat fisik maupun psikologis, dan diperoleh melalui pengalaman-pengalaman dari interaksi dengan lingkungan dan berkembang terus menerus dari setiap pengalaman yang diperoleh.

 

2.2.2 Aspek – Askep Konsep Diri

 

            Staines (dalam Rakhmat, 2001) menjelaskan ada tiga aspek dalam konsep diri, yaitu:

  1. Konsep diri dasar. Aspek ini merupakan pandangan individu terhadap status, peranan, dan kemampuan dirinya.
  2. Diri sosial. Aspek ini merupakan diri sebagaimana diyakini individu dan orang lain yang melihat dan mengevaluasi.
  3. Diri ideal. Aspek ini merupakan gambaran mengenai pribadi yang diharapkan oleh individu, sebagian berupa keinginan dan keharusan.

 

Pendapat lain mengenai pembagian konsep diri dikemukakan oleh Hurlock (2004) menjadi dua aspek yaitu:

  1. Aspek Psikologis

Aspek ini meliputi penilain individu terhadap keadaan psikis dirinya, seperti rasa percaya diri, harga diri serta kemampuan dan ketiakmampuan. Penilaian perihal mampu atau tidak individu yang di kendalikan psikis akan berpengaruh terhadap rasa percaya diri dan harga diri individu. Individu yang merasa mampu akan memiliki dan mengalami peningkatan rasa percaya diri dan harga diri, sedangkan indvidu yang tidak mampu akan merasa rendah diri dan mengalami penurunan harga diri.

  1. Aspek fisik

Aspek ini mencakup sejumlah konsep yang dimiliki individu mengenai penampilan, jenis kelamin, arti penting tubuh dan rasa gengsi dihadapan orang lain disebabkan oleh keadaan fisik. . Hal penting yang berkaitan dengan keadaan fisik adalah daya tarik dan penampilan tubuh dihadapan orang lain. Individu dengan penampilan yang menarik cenderung mendapatkan sikap sosial yang menyenangkan dan penerimaan sosial dari lingkungan yang akan menimbulkan konsep yang positif bagi individu.

 

2.2.3 Dimensi Konsep Diri

 

Menurut Fitts (dalam Agustiani, 2006) terdapat dua dimensi utama dalam konsep diri, yaitu :

  1. Dimensi Internal

Dimensi internal merupakan penilaian yang dilakukan individu terhadap dirinya sendiri berdasarkan dunia di dalam dirinya. Dimensi internal terdiri atas tiga bentuk:

  • Diri indentitas (identity self)

Diri identitas merupakan aspek yang paling mendasar pada konsep diri. Dalam aspek ini terdapat informasi mengenai identitas individu yang bersangkutan sehingga dapat menjawab pertanyaan “siapa saya?” dan membangun identitas dirinya. Individu memberikan berbagai label yang akan membantu mendeskripsikan dirinya dan menjawab pertanyaan- pertanyaan tentang identitas diri.

  • Diri perilaku (behavioral self)

Diri perilaku merupakan persepsi individu mengenai tingkah lakunya sendiri. Kesadaran mengenai apa yang dilakukan termasuk kedalam diri perilaku.

  • Diri penerimaan/penilai (Judging self)

Diri penilai berfungsi sebagai pengobservasi, penentu standar serta evaluator. Judging self menentukan keputusan seseorang terhadap dirinya atau seberapa jauh ia dapat menerima dirinya

  1. Dimensi Eksternal

Pada dimensi eksternal, individu menilai dirinya melalui hubungan dan aktivitas sosialnya, nilai yang dianutnya, serta hal-hal lain di luar dirinya. Dimensi eksternal ini terdiri dari lima bentuk, yaitu:

  • Diri fisik (physical self)

Diri fisik menyangkut aspek konsep diri yang berhubungan dengan keadaan diri secara fisik baik kesehatan diri maupun penampilannya.

  • Diri etik-moral (moral-ethic self)

Diri etik moral merupakan persepsi diri yang dihubungkan dengan nilai moral dan etika serta meliputi batasan baik dan buruk.

  • Diri Pribadi (personal self)

Diri pribadi merupakan perasaan individu mengenai dirinya yang tidak dipengaruhi kondisi fisik atau hubungan dengan orang lain namun berhubungan dengan perasaan puas terhadap pribadinya.

  • Diri Keluarga (family self)

Diri keluarga mencerminkan perasaan berarti dan berharga pada individu dalam menjalankan peran sebagai anggota dari suatu keluarga.

  • Diri Sosial (social self)

Diri sosial merupakan penilaian individu mengenai hubungannya dengan orang lain di lingkungan sekitarnya.

 

2.2.4 Karakteristik Konsep Diri

 

Brooks dan Emmert (dalam Rakhmat, 2001) mengemukakan bahwa individu yang memiliki konsep diri yang positif ditandai dengan lima hal:

  1. Yakin akan kemampuannya dalam mengatasi masalah
  2. Merasa setara dengan orang lain
  3. Menerima pujian tanpa rasa malu
  4. Menyadari bahwa setiap individu memiliki berbagai perasaan, keinginan dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui masyarakat.
  5. Mampu memperbaiki dirinya karena sanggung mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang tidak disenanginya dan berusaha merubahnya.

 

Sebaliknya individu yang memiliki konsep diri yang negatif sebagai berikut:

  1. Peka terhadap kritik

Individu ini tidak tahan terhadap kritik yang diterimanya dan mudah marah. Bagi individu ini koreksi seringkali dipersepsi sebagai usaha untuk menjatuhkan.

  1. Responsif terhadap pujian

Walaupun mungkin seolah-olah berpura-pura menghindari pujian, namun tidak dapat menyembuhkan antusiasmenya pada waktu menerima pujian, segala macam embel-embel yang menunjang harga dirinya menjadi pusat perhatiannya, individu tersebut selalu mengeluh, mencela, atau meremehkan apapun dan siapapun, dan tidak sanggup mengungkapkan penghargaan atau pengakuan pada kelebihan individu lain.

 

  1. Kecenderungan merasa tidak disenangi orang lain

Individu yang merasa tidak disenangi individu lain juga akan merasa tidak diperhatikan, karena itulah individu ini bereaksi pada individu lain sebagai musuh, sehingga tidak dapat melahirkan kehangatan dan keakraban persahabatan dan tidak akan mempermasalahkan dirinya, tetapi akan menganggap dirinya sebagai korban.

  1. Sikap pesimis terhadap kompetisi

Hal ini terungkap dari keengganannya untuk bersaing dengan orang lain dalam membuat prestasi.

 

2.2.5 Fungsi Konsep Diri

 

Konsep diri memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Folker (dalam Burns, 1993:293) menyebutkan ada tiga fungsi dari konsep diri yaitu:

  • Konsep diri Sebagai Pemelihara Konsistensi Internal

Manusia memang cenderung untuk bersikap konsisten dengan pandangannya sendiri. Hal ini bisa dimaklumi karena bila pandangan, ide, perasaan dan persepsinya tidak membentuk suatu keharmonisan atau bertentangan maka akan menimbulkan perasaan yang tidak menyenangkan.

  • Konsep Diri Sebagai Interpretasi dari Pengalaman

Pengalaman terhadap suatu peristiwa diberi arti tertentu oleh setiap orang. Hal ini tergantung dari bagaimana individu tersebut memandang dirinya.

  • Konsep diri Sebagai Suatu Harapan

Setiap orang mempunyai suatu harapan tertentu terhadap dirinya dan hal itu tergantung dari bagaimana individu itu melihat dan mempersepsikan dirinya sebagaimana adanya

 

2.3 Gaya Hidup

2.3.1 Pengertian Gaya Hidup

 

Gaya hidup mempengaruhi perilaku seseorang, dan akhirnya menentukan pilihan-pilihan konsumsi seseorang. Orang-orang yang berorientasi pada pencapaian kenikmatan hidup, ingin menjadi pusat perhatian, berorientasi eksternal, menyukai keramaian hidup, menyukai kegiatan yang besifat hura-hura, terlalu konformis dengan kelompoknya berbeda dengan mereka yang memiliki orientasi pada lebih banyak menghabiskan waktu dirumah, kurang aktif bergaul, tidak terlalu mementingkan penampilan, dan lebih banyak terlibat dengan kegiatan sosial.

Menurut Adler (Hall, Calvin S & Gardner Lindzsey. 1985) Gaya hidup seseorang mengindikasikan pendekatan yang konsisten. Melalui konsep gaya hidup, Adler menjelaskan keunikan manusia. Setiap manusia memiliki tujuan, perasaan inferior, berjuang menjadi superior dan dapat mewarnai atau tidak mewarnai usaha mencapai superioritasnya itu dengan minat sosial. Akan tetapi, setiap manusia melakukannya dengan cara yang berbeda. Gaya hidup merupakan cara unik dari setiap individu dari setiap orang dalam mencapai tujuan khusus yang ditentukan dalam lingkungan hidup tertentu, di tempat orang tersebut berada.

Sedangkan menurut Munandar (2012) gaya hidup seseorang adalah fungsi dari ciri-ciri dalam diri individu yang telah dibentuk melalui interaksi sosial sewaktu orang tersebut menjalankan kehidupan. Gaya hidup dipengaruhi oleh faktor-faktor dalam diri individu dan faktor-faktor di luar individu seperti budaya, status sosial, kelompok dan keluarga. Munandar juga menambah pengertian gaya hidup adalah manifestasi dari konsep diri atau citra diri.

Gaya hidup didefinisikan sebagai pola dimana orang menghabiskan waktu serta uang (Engel, 1994). Gaya hidup adalah fungsi motivasi konsumen dan pembelajaran sebelumnya, kelas sosial, demografi, dan variabel lain. Gaya hidup adalah konsep ringkasan yang mencerminkan nilai konsumen.

Menurut Setiadi sikap tertentu yang dimiliki konsumen terhadap suatu objek tertentu bisa mencerminkan gaya hidupnya. Gaya hidup seseorang bisa juga dilihat dari apa yang disenangi, ataupun pendapatnya mengenai objek tertentu.

Dari berbagai teori di atas dapat disimpulkan bahwa gaya hidup adalah pola hidup seseorang yang dinyatakan dalam kegiatan ( segala sesuatu yang berhubungan dengan kegiatan manusia sehari – hari , baik di dalam maupun di luar rumah ) minat (hal yang berhubungan dengan keinginan dan kemampuan manusia untuk membuat dirinya merasa nyaman) dan pendapatnya ( keyakinan atau pendapat manusia akan suatu hal dalam membelanjakan uangnya dan bagaimana mengalokasikan waktu.

 

2.3.2 Bentuk Gaya Hidup

 

Menurut Hawkins dan rekan (1983) (dalam Munandar, 2012) secara singkat menjelaskan ke-9 gaya hidup sebagai berikut:

  • The intergrated: Mereka dewasa sepenuhnya dala arti psikologis, toleransi, aktualisasi dan memiliki presfektif dunia.
  • Achievers: Mereka pimpinan dari perusahaan, para professional, pemerintahan. Mereka makmur dan mampu menanggapi peluang. Mereka berpendapat bahwa orang harus jujur dan bahwa pertumbuhan industry tidak dibatasi.
  • Emulator: Mereka ambisius, sering meniru the achievers namun sering gagal karena kurang memiliki ketrampilan dan pelatihan. Disbanding dengan gaya hidup lain, emulators lebih pesimistis tentang kejujuran.
  • Belonger: Mereka tradisional, konservatif, konvensional dan unexperimental. Para belongers adalah ‘pasar masa’ tradisional dan sering merupakan ‘mayoritas diam’ yang lebih mau menyesuaikan diri dari pada menunjol.
  • Societally conscious: Mereka memiliki rasa tanggung jawab sosial yang tinggi yang mengarah ke dukungan mereka terhadap konservasi atau lingkungan hidup. Mereka tertarik hidup sederhana.
  • Experimentials: Mereka menginginkan pengalaman langsung dan keterlibatan. Mereka adalah orang-orang yang berseni, suka berkesperimen dan sangan partisipatif.
  • I-am-me: Mereka sangat individualis, dalam banyak hal terkadang sering menjadi innovator mode dan sangat mungkin mempengaruhi lingkungan.
  • Sustainers: Mereka sangat ingin untuk maju. Mereka berjuang untuk mempertahankan kehidupannya.
  • Survivors: Kelompok ini miskin dan jauh dari arus utama budaya.

2.3.3 Jenis Gaya Hidup

 

Gaya hidup memiliki enam kelompok segmen gaya hidup menurut Susianto (Rhenald Kasali, 1998 : 242-243), dengan penjelasan sebagai berikut :

  1. Gaya hidup Hura-hura adalah kelompok yang menyukai kegiatan ‘hura-hura, dalam arti terlalu serius dalam terlibat pada sesuatu hal, senang keramaian.
  2. Gaya hidup Hedonis adalah segmen yang mengarahkan aktivitasnya untuk mencari kenikmatan hidup. Mereka main diluar rumah dan membeli barang-barang mahal memenuhi kesenangannya.
  3. Gaya hidup Rumahan atau anak rumaahn adalah remaja yang lebih banyak menghabiskan waktunya dirumah dan tak banyak bergaul. Berorientasi pada keluarga dan agak perhitungan dalam menghabiskan uang sakunya.
  4. Gaya hidup sportif atau remaja yang senang sport adalah remaja yang senang berolahraga dan mencapai prestasi dalam olahraga. Biasanya mereka bukan pesolek dan terbuka terhadap situasi.
  5. Gaya hidup kebanyakan adalah cenderung hati-hati dalam bertingkah laku, cenderung konformis dan kurang berani menjadi inisiator.
  6. Gaya hidup orang untuk orang lain adalah peka terhadap kebutuhan orang lain, banyak terlibat pada kegiatan-kegiatan sosial, produktif, dan mengutamakan kebersamaan dalam keluarga.

 

Hubungan antar variable

Mengkonsumsi produk adalah kebutuhan dalam kehidupan seseorang. Berbagai macam produk menyediakan kebutuhan yang sama, sehingga seseorang harus menentukan pilihannya atau membuat keputusan pembelian. Keputusan pembelian adalah suatu kondisi dimana konsumen melakukan penilaian terhadap berbagai alternatif pilihan, dan memilih salah satu atau lebih alternatif yang diperlukan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu menurut Amirullah (2002).

Dalam membuat keputusan pembelian konsumen di pengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor eksternal terdiri dari faktor-faktor kebudayaan sepeti kebudayaan, sub budaya dan kelas sosial, faktor-faktor sosial seperti; kelompok referensi, keluarga, peran dan status. Faktor internal terdiri dari faktor pribadi seperti; umur dan tahapan dalam siklus hidup, pekerjaan, keadaan ekonomi, gaya hidup, kepribadian dan konsep diri, faktor psikologis seperti; motivasi, persepsi, proses belajar, kepercayaan dan sikap. Dalam melakukan keputusan pembelian, individu mempertimbangkan sesuai dengan gaya hidupnya, gaya hidup yang berbeda satu sama lain akan menimbulkan konsumsi yang berbeda pula. Menurut munandar (2012) gaya hidup seseorang adalah fungsi dari ciri-ciri dalam diri individu yang telah dibentuk melalui interaksi sosial sewaktu orang tersebut menjalankan kehidupan. Tiap orang mempunyai gaya hidup masing-masing. Tiap orang punya tujuan yang sama yaitu mencapai superioritas, namun caranya untuk mengejar tujuan itu boleh dikatakan tak berhingga banyaknya, ada yang dengan mengembangkan akalnya, ada yang dengan melatih otot-ototnya dan sebagainya. Dalam keputusan pembelian seseorang dipengaruhi dari luar diri individu itu dalam mengkonsumsi suatu produk, selanjutnya akan diproses dalam diri individu itu sendiri, karena setiap individu sudah memiiki pandangan sendiri tentang banyak hal yang berasal dari pengalaman yang telah diperoleh individu, yaitu konsep diri. Teori kepribadian Carl Rogers mengatakan bahwa diri atau konsep diri, merepresentasikan pola persepsi yang terorganisasi dan konsisten (dalam J. Feist & G. Feist, 2011) . Walaupun diri selalu berubah, akan tetapi diri selalu mempertahankan kualitas yang telah terpola, terintegrasi dan terorganisir. Dari uraian tersebut dapat dilihat adanya hubungan gaya hidup dan konsep diri dengan pengambilan keputusan pemebelian kendaraan bermotor roda dua di Jakarta

Hipotesa

Hipotesis merupakan kesimpulan awal yang bersifat sementara dan tidak mutlak. Diterima atau ditolaknya suatu hipotesa tergantung dari hasil penelitian yang dilakukan. Berdasarkan dari teori yang telah diuraikan, maka peneliti membuat hipotesis bahwa :

  1. Ada hubungan gaya hidup dengan keputusan pembelian kendaraan bermotor roda dua di Jakarta.
  2. Ada hubungan konsep diri dengan keputusan pembelian kendaraan bermotor roda dua di Jakarta.
  3. Ada hubungan gaya hidup dan konsep diri dengan keputusan pembelian kendaraan bermotor roda dua di Jakarta.