Sudah setahun semenjak disahkannya Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). Tentunya dalam proses menuju setahun, berbagai tantangan sudah dihadapi. Komnas Perempuan menyatakan terdapat 339.782 kasus tingkat kekerasan berbasis gender terhadap perempuan sepanjang tahun 2022. Sayangnya, kasus ini meningkat sebesar 0.38% dari tahun 2021. Kemudian, Catatan Akhir Tahun 2023 Komnas Perempuan memberikan kesimpulan bahwa kekerasan terhadap perempuan di ranah publik dan negara mengalami peningkatan.

Melihat adanya kasus ini, menjadi latar belakang terbentuknya kegiatan forum diskusi “May Day: Merefleksikan 1 Tahun UU TPKS Terhadap Perempuan dalam Tenaga Kerja” oleh Public Virtue Research Institute (PVRI), pada hari Rabu, 10 Mei 2023, Erasmus Huis Jakarta. PVRI mengundang sejumlah mahasiswa dari berbagai universitas, seperti Universitas Indonesia, Universitas Negeri Jakarta, Universitas Bina Nusantara, dan lain sebagainya, untuk melihat secara langsung proses berjalannya forum diskusi. Tidak hanya mahasiswa saja, juga terdapat wartawan yang ikut serta dalam meramaikan rangkaian kegiatan.

Saat acara berlangsung, Edward Omar Sharif Hiariej, sebagai Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, menjelaskan secara umum mengenai UU TPKS dan membagikan pengalamannya mengenai proses usaha pengesahan UU TPKS. Ia menyatakan bahwa butuh beberapa tahun untuk bisa mengesahkan undang-undang tersebut. Tidak hanya itu, Hani Yulindrasari sebagai Ketua Satuan Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS), Universitas Pendidikan Indonesia, mengakui bahwa masih sedikit sulit menegaskan UU TPKS pada universitas. Hal ini disebabkan oleh adanya beberapa universitas yang masih “menyepelekan” dalam penyelesaian tindak pidana kekerasan seksual. Selain itu, ia menyatakan bahwa kekerasan seksual merupakan hal yang sangat kompleks karena terdiri atas berbagai macam bentuk dengan berbagai macam tingkatan.

Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) juga ikut mengakui bahwa selama UU TPKS sudah disahkan, masih banyak tindak pidana kekerasan seksual yang belum bisa diproses. Hal ini dilatarbelakangi oleh belum adanya aturan pelaksana. Ditambah lagi, masih terdapat aparat penegak hukum yang belum memahami secara mendalam mengapa undang-undang tersebut dibentuk dan disahkan. Mereka menyatakan bahwa UU TPKS tersebut perlu ditegaskan kembali agar tidak berujung menjadi aturan formalitas saja.

Kegiatan forum diskusi ini merupakan salah satu upaya mereka dalam membuka pandangan masyarakat akan pentingnya undang-undang yang sudah disahkan tersebut dapat terlaksana dengan baik. Kegiatan ini mengingatkan bahwa UU TPKS bukan hanya sekadar aturan formalitas, tetapi aturan untuk melindungi masyarakat Indonesia dari tindakan yang tidak dapat ditoleransi. Harapannya, kekurangan dan tantangan UU TPKS selama 1 tahun ini menjadi evaluasi bagi mereka yang dapat diperbaiki dan dikembangkan untuk kedepannya.

PROFIL SINGKAT
Nama : Adinda Nurul Izzah

NIM : 2502045430 – B25

Jurusan : Psychology