1. Effect, Law of : Hukum empiris efek = hokum efek Thorndike, merupakan salah satu prinsip utama teori pembelajaran E. L. Thorndike (1874-1949), yang mengemukakan bahwa “kepuasan” memperkuat koneksi atau ikatan stimulus-respons dan “gangguan atau kejengkelan” memperlemah atau secara bertahap menghapus ikatan stimulus-respons. Hukum ini juga disebut hokum empiris efek dan hukum seleksi. Dalam bentuk aslinya (1911), hukum efek menyatakan bahwa dari beberapa respons yang dibuat untuk situasi yang sama, maka mereka yang menyertai atau segera diikuti oleh kepuasan pada organisme, dengan syarat yang lain berada dalam kondisi tetap, menjadi terhubung lebih kuat dengan situasi tersebut, dan yang menyertai atau segera diikuti oleh ketidaknyamanan pada organisme, dengan yang lain berada dalam kondisi tetap, memiliki hubungan yang melemah dengan situasi tersebut.
  2. Ekman-Friesen Theory of Emotions : Teori baru Paul Ekman (1934- ) dan rekannya merupakan kombinasi teori somatis emosi (sistem saraf somatic yang mengontrol beberapa otot tubuh, termasuk otot wajah) dengan teori evolusioner emosi (yang berdasarkan teori Darwin bahwa beberapa ekspresi emosi merupakan bawaan lahir). Teori Ekman-Friesen (Ekman&Friesen, 1971, 1975; Ekman, 1982, 1993) berpendapat bahwa ada perbedaan ekspresi wajah yang mengikuti sejumlah emosi, seperti takut, senang, terkejut, bersemangat, marah, jijik, dan sedih.
  3. Electrodermal Activity / Phenomen : Istilah aktivitas elektrodermal (EDA) digunakan psikopsikolog untuk menunjukkan kegiatan elektris kulit pada telapak tangan atau jari (Stern, 1994). Orang pertama kali menggunakan pemikiran pengukuran ini untuk menunjukkan rahasia kehidupan mental (Newmann & Blauton, 1970). Namun sekarang, EDA dianggap hanya sebagai keadaan interaksi organisme dengan lingkungan.
  4. Elicited Observing Rate Hypothesis : Hipotesis ini (Jerison, 1970) menggambarkan hubungan kompleks antara observasi pengamatan, proses keputusan, dan keawasan dalam tugas-tugas butuh atensi. Hipotesis selalu berusaha untuk merumuskan topic keawasan dalam kerangka kerja teori deteksi sinyal. Elicited observing rate hypothesis membuat asumsi bahwa selama kegiatan mengawasi, pengamat secara konsisten membuat keputusan yang berkelanjutan seperti untuk memancarkan atau tidak respons pengamatan ke layar yang diamati.
  5. Emboitement, Theory of : Teori yang berdasarkan secara biologi ini dikemukakan oleh filsuf Inggris Herbert Spencer (1820-1903) sebagai berikut; “Dalam bibit setiap makhluk hidup terdapat masa depan orang dewasa … di dalam benda ini terdapat lebih banyak lagi bentuk lebih kecil dari orang dewasa yang pada akhirnya menurun darinya, dan seterusnya ad in finitum” (Spencer, 1892). Menurut kamus Webster’s unabriged (Merriam-Webster, 1986), istilah emboitement berarti “encasement (terbungkus); dimasukkan dalam kotak; encase (bungkus); pas satu dengan yang lain.”
  6. Emmert’s Law : Emmert’s Law = size distance invariance hypothesis. Prinsip yang digeneralisasikan ini, sebagai penghormatan dinamai dari nama seorang opthalmologis Swiss Emil Emmert (1844-1911) dan mengacu pada kecenderungan peningkatan ukuran citra terproyeksikan (biasanya gambar pengiring, atau afterimage) dalam kaitannya dengan jarak benda tersebut diproyeksikan ke permukaan.
  7. Emotions, Theories / Law of : Istilah emosi berasal dari bahasa Latin (emovere), yang berarti bangkit, pindah, gerak, atau aduk. Analisis emosi bermuara pada six passion of the soul (enam hasrat jiwa, yaitu: takjub, cinta, benci, hasrat, senang, sedih), hanya ada sedikit pembahasan mengenai teori sebagai sebuah teori (Lindsey, 1951). Penggunaan istilah emosi pada saat ini dibagi ke dalam dua kategori: (1) identifikasi jumlah kondisi yang dirasakan secara subjektif dan (2) nisbat kepada bidang riset ilmiah yang menguji faktor psikologis, perilaku, kognitif, dan lingkungan yang mendasari aspek subjektif dari emosi.
  8. Equity Theory : Struktur penting dari teori ini adalah bahwa teori ini terdiri dari empat hal ketergantungan, atau keterpautan (Hatfield, 1994): (1) orang berusaha untuk memaksimalkan hasil (dimana hasil sama dengan imbalan dikurangi hukuman); (2) orang dalam kelompok memaksimalkan imbalan kolektif dengan merencanakan sistem untuk pembagian yang adil atas sumber daya dan imbalan anggota kelompok yang memperlakukan anggota lain dalam cara yang adil dan pada saat yang sama menghukum anggota yang berlaku tidak adil; (3) orang yang berpartisipasi dalam hubungan yang tidak adil akan tertekan pada suatu level yang secara langsung sebanding dengan tingkat ketidakadilan; dan (4) orang akan berusaha menghilangkan stres dan memulihkan keadilan ketika mereka mendapati diri mereka dalam situasi yang tidak adil. Teori ini diterapkan dalam wilayah interaksi manusia seperti hubungan intim dan hubungan interpersonal yang eksploitatif, philanthropic dan hubungan altruistik dan bisnis.
  9. Erikson’s Theory of Personality : Psikoanalisis Amerika kelahiran jerman, Erik Homburger Erikson (1902-1994) berusaha menghidupkan kembali struktur psikoanalisis sesudah kematian Sigmund Freud tahun 1939. Kontribusi Erikson untuk teori psikoanalisis termasuk teori perkembangan psikososial dan analisis psikohistorikal tokoh-tokoh terkenal (Hall&Lindzey,1978). Menurutnya, istilah psikososial mengacu pada tahap kehidupan individu dari lahir sampai meninggal dan menekankan pada pengaruh social/lingkungan yang berhubungan dengan pertumbuhan fisik dan psikologis individu. Teorinya menggambarkan tahap-tahap perkembangan, melengkapi teori tahapan perkembangan psikoseksual dari Freud, teori tahapan perkembangan kognitif Piaget, dan teori tahapan perkembangan interpersonal dari Sullivan. Ia membuat istilah krisis identitas pada delapan tahapan dimana empat tahapan awal terjadi pada masa prasekolah dan anak-anak, tahap kelima pada amsa remaja, dan tiga tahap akhir pada awal dewasa hingga usia lanjut. Ia yakin bahwa pada tiap tahapan dicirikan oleh konflik khusus yang mencari resolusi. Kedelapan tahapan tersebut secara berurutan adalah basic trust versus basic mistrust-infancy, autonomy versos shame/doubt-kanak-kanak awal, initiative versus guilt­-sebelum sekolah, industry versus inferiority-mulai sekolah, identity versus identity diffusion/confusion-remaja dan pubertas, intimacy versus isolation-dewasa muda, generativity versus stagnation-dewasa madya, dan integrity versus despair-usia tua atau pematangan. Selain itu, menurutnya, tiap kepribadian seseorang dipandang sebagai hasil pertemuan antara kebutuhan seseorang dan kebutuhan masyarakat pada frame waktu historikal tertentu (epoch) yang didalamnya tiap individu mengembangkan psychohistory yang unik. Teori Erikson diambil sebagai skema heuristis, mempunyai pengaruh yang menandai psikologi perkembangan kontemporer, khususnya psikologi remaja dan penelitian formasi identitas remaja untuk maju dalam arah prediksi pengujian spesifik yang berdasarkan teorinya (Berzonsky, 1994).
  10. Estes’ Stimulus Sampling Theory : Psikolog Amerika William Kaye Estes (1919- ) merumuskan teori belajar matematis yang berusaha memprediksi perincian pasti numerical dari hasil eksperimen. Istilah teori belajar matematis menunujukkan suatu tipe pendekatan bagi konstruksi teori daripada sekumpulan postulat tertentu yang secara teknis disebut teori. Ia mengembangkan bentuk teori belajar matematis pada tahun 1950-an yang disebut stimulus sampling theory (SST). Estes (1959a) mengindikasikan bahwa model pembelajaran yang berbeda mengakar dari SST ketika sejumlah kecil elemen stimulus diasumsikan.Model elemen kecil” tersebut menyesuaikan data eksperimental sebagaimana model elemen besar asalnya. Perkembangan terbaru dalam teori ini telah berubah dalam arah yang mendekat kepada psikologi kognitif dan menjauh dari pendekatan stimulus respons Guthrian asalnya. Sampai saat ini, SST karyanya merupakan upaya paling signifikan dan rasional dalam teori pembelajaran kuantitatif global di psikologi (Bower&hilgard, 1981).
  11. Exchange / Social Exchange Theory : Istilah exchange (pertukaran) atau social exchange (pertukaran social) merujuk pada model struktur sosial yang didasarkan pada prinsip yang menjadi landasan sebagian besar perilaku sosial, yaitu ekspektasi individu bahwa tindakan seseorang yang mempertimbangkan orang lain akan menghasilkan tipe imbalan yang setara (Reber, 1995). Teori ini merupakan inti karya teoretis dalam sosiologi dan psikologi sosial yang menekankan pada nilai penting interdependensi imbalan-biaya (reward-cost) anggota kelompok dalam rangka membentuk pola interaksi sosial mereka sekaligus respons psikologis diantara mereka.
  12. Exercise, Law of : Dalam hukum latihannya, E. L. Thorndike (1898) mengakui dan menamai kembali generalisasi lebih tua dalam psikologi dan pendidikan berkaitan dengan pembelajaran yang disebut hukum frekuensi. Hukum latihan menyatakan bahwa, jika semua hal tetap adanya, keterwujudan berulang dari tindakan apa saja membuat perilaku tersebut lebih mudah untuk dilakukan dan semakin kecil untuk menjadi subjek kesalahan; dengan kata lain, “latihan membuat sempurna.” Ia menganggap hukum latihan dan hukum efeknya sama penting sampai 1931, ketika hukum latihan mendapatkan posisi lebih rendah dalam sistemnya. Dengan demikian, ia diarahkan oleh risetnya sendiri untuk mengoreksi pendapat sebelumnya dan untuk menentang latihan sebagai salah satu faktor yang bekerja secara independen dari efek.
  13. Experimenter Effect : Ketika peneliti mengadakan eksperimen, ia membuat hipotesis bahwa satu atau beberapa variable akan mempunyai hasil tertentu. Eksperimen direncanakan untuk menguji hipotesis dalam penelitian dan untuk mengurai sebanyak mungkin alternative atau penjelasan yang saling “bersaing.” Sekumpulan penjelasan saling bersaing dalam proses ini disebut efek eksperimenter (dikenal juga dengan sebutan observer effect (efek pengamat) atau efek Rosenthal; Zusne, 1987), yang mengacu pada sejumlah kemungkinan yang berefek pada partisipan dalam suatu eksperimen yang dapat dilacak untuk membiaskan atau perilaku eksperimenter (Rosenthal, 1976; Ray, 1996).
  14. Eysenck’s Theory of Personality : Psikolog Inggris kelahiran Jerman, hans Jurgen Eysenck (1916-   ) memandang kepribadian sebagai pengorganisasian dalam suatu hierarki di mana tipe-tipe berlokasi pada level yang paling umum, traits pada level berikutnya (serupa dengan teori R. B. Cattell, 1965, sumber traits), respons habitual pada level berikutnya dan respons spesifik pada dasar hierarki. Eysenck menganalisis kepribadian pada level tipe tiga dimensi “ekstraversi-intorversi”, “neurotisisme-stabilitas”, dan “normalitas-psikotisisme” dengan menggunakan penilaian, tes situasional. Kuesioner, dan pengukuran psikologis. Ada dualitas teori kepribadian Eysenck: 1) teori struktur kepribadian, meliputi ekstraversi-intorversi, neurotisisme, psikotisisme dimensi, dimana dua dimensi pertama diteliti paling banyak dan dinilai melalui inventori kepribadian Eysenck (Eysenck Personality Inventory – EPI) dan, 2) teori sebab, dengan tujuan bahwa perilaku disebabkan oleh fungsi karakteristik otak atau fungsi neurofisiologis. Teori kepribadiannya dan pandangannya tentang manusia dikembangkan oleh gagasan bahwa manusia merupakan organism biososial yang memiliki aksi yang ditentukan setara antara faktor biologis dan sosial. Tekanannya melihat individu sebagai hasil evolusi dihargai Eysenck sebagai esensi untuk memahami orang (Corsini, 1994).