1. Cannon / Cannon-Bard Theory : Fisiolog Amerika Walter B. Cannon (1871-1945) memberikan kontribusi awal yang penting untuk teori ini dan psikolog Amerika Philip Bard (1898-1977) memberikan dukungan penelitiannya dalam pengembangan dan pemurniannya (Cannon, 1915, 1928, 1932; Bard, 1934a, 1950). Nama lain dari teori ini adalah thalamic theory of emotion (Cannon, 1931). Teori ini mengemukakan bahwa integrasi ekspresivitas emosional dikontrol dan diarahkan oleh thalamus yang mengirimkan pola-pola pembangkit yang relevan ke cortex pada saat yang sama hypothalamus mengontrol perilaku, dan menekankan pembangkit simultan sistem saraf pusat dan otonomik. Ia berpendapat bahwa fungsi sistem pembangkit saraf otonomik adalah untuk mempersiapkan organisme berhubungan dengan kejadian, misalnya, menghadapi atau melarikan diri (to fight or to flee). Oleh karena itu, nama alternatif dari teori ini adalah teori fight or flight dan teori Teori ini didasarkan kepada nilai bertahan hidup evolusionaris untuk organisme di mana peningkatan detak jantung, pernafasan, dan lainnya memungkinkan organisme tersebut untuk merespons dengan lebih cepat dan kuat, dan dengan demikian meningkatkan peluangnya untuk bertahan hidup. Teori ini menentang teori James Lange yang berpendapat bahwa emosionalitas bersumber dari hilangnya hambatan yang secara normal dikeluarkan oleh neokorteks atas thalamus.
  2. Capaldi’s Theory : J. Capaldi (1966, 1967) mengutarakan teori sequential patterning of nonreward dan parial reinforcement extinction effect yang disarikan dari 2 hipotesis sebelumnya: hipotesis diskriminasi/generalisasi, yang menyatakan bahwa subjek akan bertahan dalam merespon selama mereka tidak dapat membedakan rangkaian pemusnahan (extinction series) dari pelaksanaan tanpa penguatan yang ditanamkan dalam rangkaian pelatihan, dan hipotesis stimulus aftereffect, yang menyatakan bahwa even dengan imbalan atau tanpa imbalan pada saat percobaan akan menyiapkan jejak stimulus berbeda yang bertahan dari jeda antarpercobaan dan merupakan bagian dari stimulus kompleks pada saat respons berikutnya terjadi (Sheffield, 1949). Konsensus terkini dinyatakan bahwa teori Capaldi adalah yang terbaik dalam memprediksi resistensi pemusnahan yang dihasilkan oleh sebagian besar jadwal penguatan.
  3. Cattell’s Theory of Personality : Psikolog Amerika kelahiran Inggris Raymond Bernard Catell (1905- ) mengembangkan teori kepribadian yang komprehensif berdasarkan pada prosedur statistik analisis faktor yang diperkenalkan oleh Charles Spearmen (1904, 1927) dan diperluas oleh L. L. Thurstone (1931, 1948) dalam formulasi analisis multifaktor. Pendekatan analisis faktor secara tipikal dimulai dengan sejumlah besar skor yang diperoleh dari tes, kemudian menerapkan teknik statistik untuk membuat semacam skor surface untuk menentukan faktor dasar atau basic factors yang memiliki operasi jumlah secara teoritikal untuk variasi jumlah besar skor awal yang kemudian dapat dikembangkan cara pengukuran yang lebih efisien. Dengan demikian, analisis faktor adalah prosedur di mana variabelnya dapat dirumuskan untuk perhitungan kompleksitas beragam perilaku permukaan atau servface behavior (misal, Harman, 1967). Kepribadian menurut Catell didefinisikan sebagai “yang memungkinkan prediksi dari apa yang akan dilakukan seseorang dalam situasi yang ada” (Catell, 1950) dan dipertimbangkan untuk struktur yang kompleks dan berbeda dari traits (“struktur mental” yang diduga dari perilaku yang diamati)
  4. Chomsky’s Psycholinguistic Theory : Psikolog, ahli bahasa, dan filsuf Noam Avram Chomsky (1928- ) merumuskan teori psikolinguistik yang berpendapat bahwa bahasa ditentukan secara genetik dan berkembang dengan cara yang sama dengan organ tubuh lain (Chomsky, 1957, 1964, 1965, 1966, 1968, 1972, 1980). Menurut teori utamanya, otak manusia sudah diprogram oleh mekanisme kognitif yang disebut perangkat penguasaan bahasa atau language acquisition device (LAD), yang membuat individu menghasilkan kalimat yang benar secara tata bahasa secara universal atau bebas dari pengaruh budaya. Gagasannya menekankan pada tata bahasa transformasional, meskipun diubah ranaj linguistik yang tidak menyediakan semua jawaban untuk beberapa masalah dalam penguasaan bahasa
  5. Clever Hans Effect / Phenomenon : Hans adalah nama seekor kuda “berbakat” diantara kuda-kuda Elberfeld Jerman yang terkenal di seluruh dunia, yang dilatih oleh Wilhelm von Osten dari Berlin (Block, 1904; Pfungst, 1911; Warren, 1934; Rosenthal, 1965). Bakatnya adalah dalam menyelesaikan beberapa tugas mental yang mengagumkan seperti penambahan, pengurangan, pembagian, dan perkalian, termasuk akar kuadrat dan pengejaan berbagai kata. Kemudian, psikolog Jerman Oskar Pfungst menguji Hans dan menemukan bahwa kuda itu benar-benar dapat melakukannya dengan merespon petunjuk yang hampir tidak terlihar dari von Osten (misalnya, membungkuk ke depan sesudah memberikan kuda pertanyaan dan melangkah ke belakang atau ke depan ketika jawaban benar). Istilah efek/fenomena Clever Hans untuk pemahaman bahwa komunikasi dapat diteruskan melalui petunjuk yang halus, tanpa maksud dan nonverbal. Hal ini menjadi fokus penting dalam eksperimen psikologis dimana harapan eksperimenter, kebiasaan, dan karakter personal dapat tanpa disadari mempengaruhi hasil dari penyelidikan penelitian (Rosenthal, 1976). Kondisi petunjuk tanpa sengaja dapat juga disebut efek eksperimenter, bias eksperimenter, efek Rosenthal, atau Der Kluge Hans (reber, 1995).
  6. Coding Theories : Kode adalah sistem simbol atau sinyal yang menggambarkan informasi. Contohnya adalah semafor, bidang magnetis pada tape recording, pembicaraan bahasa Inggris, tulisan dalam bahasa Jerman, dan nol dan satu dalam cip memori komputer. Selama seseorang tahu aturan kode, pesan dapat dipindahkan dari satu media ke media lain tanpa kehilangan informasi apapun. Aturan yang tepat bahwa sistem sensori berguna untuk memindahkan informasi ke orak tidak diketahui, yang diketahui adalah bawa pemindahan ini menggunakan 2 bentuk (Carlson, 1990): pengkodean anatomikal (aktivtas neuron tertentu) dan pengkodean temporal (waktu atau kecepatan neuron).
  7. Cognitive Style Models : Kagan, Moss, dan Sigel (1963) mendefinisikan konstruk gaya belajar kognitif sebagai preferensi individual yang relatif stabil terhadap organisasi perseptual dan konseptual dan pengkategorian lingkungan eksternal. Gaya kognitif lebih berkaitan dengan kualitatif daripada kuantitatif, perbedaan dan dimensi dan mengenai perilaku dan pilihan, yang bebas nilai dan resisten terhadap pertimbangan moral. Hal ini direpresentasikan dalam perilaku yang dapat diamati di mana ketidakkonsistenan terjadi dalam pilihan perilaku tertentu untuk diteliti.
  8. Cognitive Theory of Emotions : Teori kognitif emosi merupakan istilah umum untuk kelompok teori-teori emosi relatif baru yang memandang penafsiran kognitif dan penilaian stimuli emosi dari dalam dan luar tubuh sebagai peristiwa penting dalam emosi. Teori ini sering diakui sebagai teori tunggal, meskipun sejumlah penelitian berbeda selama beberapa tahun berkontribusi dalam beragam aspek dan pembaruan teori. Sebagai contoh, Arnold (1960), Ellis (1962), dan Schachter dan Singer (1962) berperan penting dalam perkembangan teori kognitif emosi dan bersama-sama mengajukan, secara umum, bahwa ada dua langkah dalam proses penafsiran kognitif dari episode emosional: 1) penafsiran dan penilaian stimulus dari lingkungan eksternal dan 2) penafsiran dan penilaian stimulus dari sistem pembangkit otonomi internal.
  9. Color Mixture, Laws / Theory of : = Campuran warna tambahan, prinsip. = campuran warna, prinsip. =campuran warna subtraktif, prinsip. Warna dari objek dalam lingkungan ditentukan oleh pigmen bersifat kimia pada permukaan objek yang menyerap panjang gelombang cahaya, dan akibatnya, mencegah dipantulkannya kembali gelombang cahaya tersebut. Juga, pigmen yang berbeda memungkinkan gelombang panjang berbeda dipantulkan.
  10. Color Vision, Theories / Law of : Konsep warna adalah pengalaman psikologis (subjektif) atau sensasi yang diasosiasikan dengan kehadiran sumber cahaya fisik dan tergantung pada tiga aspek energi fisik aktual : intensitas (kecerahan atau brightness), panjang gelombang (corak warna atau hue), dan kemurnian (saturasi). Teori penglihatan warna lebih baik untuk beberapa fenomena : (1) warna primer (“unique hues”) “biru”, “hijau”, “kuning”, dan “merah”; (2) warna pelengkap (yaitu, warna yang berlawanan satu sama lain pada roda warna dan ketika campuran ditambahkan menghasilkan abu-abu akromatik) dan pengaruhnya pada gambar pengiring (afterimage) dan efek kontras; (3) hukum pencampuran warna; dan (4) simtom yang berbeda dari beragam tipe buta warna (seperti, proanopes, deuteranops, tritanopes). Teori baru dari penglihatan warna, teori retinex, dirumuskan oleh psikolog sensori Edwin Herbert Land (1909- ), mempertahankan keberadaan tiga sistem pemisahan visual (retinexes) di mana satu terutama berespons untuk cahaya panjang gelombang yang panjang, satu untuk menengah, dan ketiga untuk yang pendek. Tiap sistem direpresentasikan sebagai analog gambar hitam dan putih yang diambil melalui filter tertentu dan tiap sistem menghasilkan aktivitas maksimal yang berespons [ada merah, hijau, dan biru terang untuk retinex panjang gelombang yang panjang, sedang, dan pendek (Land, 1959; Graham&Brown, 1965; Reber 1995).
  11. Communication Theory : Komunikasi mengacu pada pemindahan sesuatu dari satu lokasi ke lokasi lain di mana “sesuatu” yang dipindahkan dapat berupa pesan, sinyal, makna, dan lain-lain, dan transmiter dan penerima berbagai kode agar makna dari informasi yang dikandung dalam pesan dapat ditafsirkan tanpa kekeliruan (Reber, 1995). Teori komunikasi adalah proses agar suatu sistem mempengaruhi sistem lain dengan aturan sinyal yang dikirimkan (Wolman, 1973). Dalam psikologi, teori ini terbukti berguna dalam model perkembangan interaksi interpersonal, proses memori, bahasa, dan fungsi fisiologis. Proses komunikasi biasanya mengandung lima langkah (Shannon & Weaver, 1949): (1) sumber; (2) transmitter; (3) saluran; (4) sumber gangguan/kebisingan potensial; dan (5) penerima.
  12. Comte’s Law : Filsuf dan sosiolog Prancis Auguste Comte (1798-1857) awalnya mendukung pergerakan filsafat materialisme Prancis (yang memandang manusia sebagai mesin) tetapi kemudian membuat pergerakan lain yang disebut positivisme. Pendekatan positivisme Comte, satu-satunya pengetahuan yang valid adalah yang dapat diamati dan objektif. Ia percaya bahwa individu memiliki melalui 3 tahapan yang disebut hukum tiga tahapan Comte (Comte’s law of three stages) (Carlson, 1993): teologis, metafisika, dan positivis, dengan yang terakhir merupakan basis pemikiran ilmiah. Ia memandang psikologi pada masanya (yang menekankan analisis subjektif kesadaran seseorang melalui metode introspektif) sebagai fase terakhir teologi. Bagiynya, sains adalah masalah deskripsi, prediksi, dan kontrol, dan ilmuwan yang baik harus menghindari memberikan penjelasan kepada fenomena, khususnya jika terdapat entitas tidak teramati didalamnya. Postulasi yang tidak terlihat dianggap sebagai relaps berbahaya kepada takhayul religi atau metafisika (Leahey, 1994b).
  13. Concept Learning / Concept Formation, Theories of : Sebuah konsep dapat didefinisikan sebagai sebuah atau sekelompok simbol yang merepresentasikan kelas objek atau even yang memiliki kesamaan properti. Kekuatan menggunakan konsep adalah mereka membantu sesorang untuk berpikir secara efisien karena mereka membebaskannya dari keharusan membuat label unik bagi tiap peristiwa baru dari sebuah objek atau even. Istilah formasi konsep merujuk pada proses pemecahan masalah yang dilalui seseorang untuk mendapatkan konsep. Istilah ini dan juga pembelajaran konsep sering kali digunakan sinonim untuk merujuk pada proses abstraksi kualitas, properti, atau serangkaian fitur yang dapat diambil untuk mewakili sebuat konsep; walaupun demikian, ada pelebaran makna yang signifikan dalam penggunaan aktualnya.
  14. Condillac’s Theory of Attention : Filsuf Perancis Etienne Bonnot de Candillac (1715-1780) berhasil membawa metode John Locke dan teori empirisme dari Inggris ke Perancis. Teori empirisme mengemukakan bahwa semua pengetahuan datang dari pengalaman, sementara metode empiris mendukung pengumpulan dan evaluasi data di mana eksperimentasi ditekankan, dan induksi melalui observasi ditekankan melalui deduksi dari konstruk teoritis (Reber, 1995). Condillac menentang beberapa teori, namun ia mengemukakan analoginya yang terkenal dengan sentient statue, yang menekankan bahwa keseluruhan kehidupan mental di dapat dari pengalaman sensasi. Intinya, semua kehidupan mental, termasuk atensi, dapat berasal dari pengalaman sensori yang kemudian dapat mengembangkan semua proses mental yang dimiliki manusia (Wolman, 1973).
  15. Conflict, Theories of : Istilah konflik mengacu pada situasi di mana ada kejadian, motif, perilaku, impuls, atau tujuang antagonistik secara mutual (Reber, 1995). Menurut Lewin (1931) dan Miller (1944), ada empat jenis tipe utama dari konflik yang meliputi kecenderungan perilaku “pendekatan” dan “penghindaran”: pendekatan-pendekatan (approach-approach)—situasi di mana seseorang harus memilih antara dua tujuan positif dari beberapa nilai; penghindaran-penghindaran (avoidance-avoidance)—orang harus memilih antara dua hasil negatif dari nilai yang kira-kira setara; pendekatan-penghindaran (approach-avoidance)—keadaan mencapai tujuan positif akan menghasilkan hasil negatif juga; dan pendekatan-penghindaran ganda/multiple (double/multiple approach-avoidance)—orang harus memilih antara dua atau lebih alternatif, tiap alternatif mengandung konsekuensi positif dan negatif. Beberapa psikolog memandang konflik sebagai manifestasi agresi individu yang biasanya diatribusikan kepada pengalaman frustasi; yang lain melihat konflik sebagai peningkatan dari kesan yang orang/kelompok miliki atas lainnya. Dalam area psikoanalisis, konflik mengacu pada kondisi emosional menyakitkan yang bersumber dari ketegangan antara berbagai keinginan yang berlawanan dan bertentangan dan karena fakta bahwa keinginan bawah sadar (yang tertekan) dipaksa untuk tidak memasuki sistem sadar. Konflik utama merujuk pada kondisi emosional yang lebih dominan dalam konflik yang ada sekarang antara keinginan berlawanan dan bertentangan (Warren, 19340. Sementara itu, konflik aktual lebih merujuk pada konflik yang sedang terjadi sekarang di mana, dalam konteks psikoanalistis, konflik semacam itu diasumsikan terpendam yang diasumsikan bersumber dari “akar politik” (root conflict). Jadi, teori konflik dan konsep konflik digunakan, di antaranya, mengacu pada pilihan individu atau kelompok untuk tindakan yang bertentangan dalam situasi belajar atau motivasi, bagi aspek tertentu dari psikoanalistis, analisis filosofi yang menekankan ide, demonstrasi, perseptual, indeks statistik, dan untuk konsep praktis yang menekankan resolusi, terapi resolusi, kerja sama/kompetisi, dan konflik negosiasi/meditasi.
  16. Constructivist Theory of Perception : Pendekatan ini mengarah pada penjelasan fenomena perseptual dan proses-proses yang fokus pada cara pikiran mengkonstruk atau membentuk persepsi. Teori ini mengambil beberapa bentuk, meliputi penelitian pada hubungan antara persepsi dan proses saraf dan penelitian pada cara persepsi ditentukan oleh proses mental. Pendekatan ini menganggap bahwa persepsi atas objek keseluruhan dibentuk dari informasi yang diambil dari bagian yang lebih kecil. Inti dari semua teori konstruktivis adalah bahwa pengalaman perseptual dipandang lebih dari satu respons langsung terhadap stimulasi; jadi, dipandang sebagai perluasan atau “konstruksi” yang berdasarkan kognitif hipotesis dan operasi afektif (Reber, 1995).
  17. Control / Systems Theory : Istilah teori kontrol dan teori psikologi kontrol (misal, Powers, 1973a, b, 1979) adalah nama baru untuk menggambarkan perkembangan tubuh dari teori yang berdasarkan paradigma atau model sistem arus balik. Nama sinonimnya meliputi psikologi cybernetic, teori feedback umum dari perilaku manusia dan teori sistem psikologi (Robertson, 1994; Royce, 1994). Konsekuensi besar dari teori psikologi dari Power (1973a) untuk psikologi adalah implikasi bahwa organisme hidup tidak mengontrol lingkungan mereka dengan mengontrol outputnya. Mereka mengontrol input mereka; maka, mereka mengontrol “persepsi” mereka. Jadi, menurut orientasi teoretis ini, kontrol atas hasil lingkungan sebagai produk pengendalian persepsi seseorang (Powers, 1973a). Penelitian teori kontrol memutuskan pendekatan yang lebih tradisional untuk metodologi penelitian dalam psikologi. Teori kontrol menyediakan dasar teoretis untuk psikologi humansi; artinya, perilaku tidak berasal dari stimuli dalam lingkungan tetapi berasal dari dalam organisme itu sendiri (Robertson, 1994).
  18. Crespi Effect : Psikolog Amerika Leo P. Crespi (1916- ) diakui akan temuannya bahwa pada pengalaman belajar pada hewan tingkat rendah terdapat peningkatan tidak proporsional dalam respons yang disertai dengan peningkatan insentif. Perpindahan yang tiba-tiba dalam ketertarikan terhadap ganjaran disebut sebagai Crespi effect (efek Crespi) atau efek kontras (contrast effect) (Crespi, 1942, 1944). Peningkatan perdorma sebagai hasil dari perpindahan dari ganjaran kecil ke yang besar diistilahkan dengan positive contrast (kontras positif) atau elation effect (efek kegembiraan). Sedangkan performa lebih buruk yang diasosiasikan dengan perpindahan dari ganjaran yang besar ke yang kecil diistilahkan dengan negative contrast (kontras negatif) atau depression effect (efek depresi) (Hall, 1966. 1976).
  19. Cumulative Deficits Phenomenon / Theory : Psikolog Amerika Morton Deutsch (1920- ) dan psikoloh Nigeria Christopher Bakare (1935-   ) keduanya mengemukakan fenomena/teori deficit kumulatif, cumulative deficits phenomenon/theory,  dan Bakare merumuskan teori sindrom deficit kognitif kumulatif. Teori deficit kumulatif mengacu pada kondisi di mana dengan pengaruh yang terus-menerus dari lingkungan yang tidak menguntungkan, seiring dengan berjalannya waktu efek negatif semakin meningkat pada perilaku yang dipertanyakan.
  20. Cupboard Theory : Teori “lemari” atau cupboard merupakan penjelasan yang paling awal dari fenomena infant attachment atau kelekatan bayi (Carlson, 1990). Teori ini mengacu pada penyediaan makanan ibu ketika bayinya lapar, pemberian kehangatan ketika anak kedinginan, dan butuh dikeringkan ketika sanga bayi mengompol, basah, dan tidak nyaman. Jadi, fungsi ibu secara virtual seperti sebuah “lemari” penyediaan kebutuhan anaknya. Ibu menjadi stimulus positf (penguat yang dikondisikan atau conditioned reinforcer), dan sebagai hasil proses asosiasi, anak melekat pada ibunya dan menunjukkan tanda-tanda lain adanya pengikatan.