Pembahasan mengenai  kontribusi  ibu dalam pengasuhan mungkin sudah terlampau sering, padahal baik itu ibu maupun ayah memiliki peran yang sama dalam kehidupan rumah tangga dan perkawinannya.  Oleh karena itu, saya tertarik sekali membahas mengenai peran seorang ayah (fathering) atau apa saja alasan mengapa ayah begitu dibutuhkan? Terutama dalam kacamata perkembangan anak dan psikologi anak.

Ada sebuah idiom yang mengatakan “like father, like son” yang diartikan oleh Oxford Dictionaries “karakter atau perilaku anak diduga serupa dengan ayahnya”. Kalau begitu, apakah sebesar dan sekuat itu peran seorang ayah? Let’s find out!

“Peran ayah” mengacu pada gambarang tentang apa yang dilakukan ayah berkaitan dengan “keayahan” atau fatherhood. Dengan kata lain, “peran ayah” mengacu pada perilaku atau fungsi yang dilakukan oleh ayah (Puspitasari, 2016). Berikut ini beberapa peran ayah yang saya rangkum berdasarkan penelitian McAdoo dan Hart (dalam Wahyuningrum,nd), peran ayah dalam keluarga adalah: (a) provider, sebagai penyedia dan pemberi fasilitas, (b) protector, sebagai pemberi perlindungan, (c) child specialiser & educator, sebagai pendidik dan menjadikan anak sebagai makhluk sosial, (e) nurtured mother, sebagai pendamping ibu,  (f) friend & playmate, sebagai teman bermain dan memberikan stimulasi fisik kepada anak, (g) caregiver, dianggap sebagai pemberi stimulasi afeksi sehingga memberikan rasa nyaman, (h) role model, bertanggung jawab menjadi teladan yang baik bagi anak, (i) monitor and disciplinary, sebagai pengawas terhadap tanda-tanda awal penyimpangan sehingga disiplin dapat ditegakan, (j) advocate, menjamin kesejahteraan anak terutama ketika anak berada di institusi di luar keluarga, (k) resource, mendukung keberhasilan anak dengan memberikan dukungan di belakang layar.

Peran ayah juga coba dibedakan oleh  beberapa peneliti berdasarkan perannya baik secara tradisional maupun modern. Dalam perspektif tradisional, ayah cenderung dilihat sebagai: a) pribadi yang berperan untuk mencari nafkah dan menegakkan nilai-nilai moral serta agama pada anaknya (Etikawati, 2014; Lamb, 1987; Williams, 2008, dalam Puspitasari, 2016), b) menjaga jarak dengan anak demi menjaga kehormatannya dan lebih suka menghukum dibandingkan ibu (Harmini dalam dalam Puspitasari, 2016), c) sebagai kepala keluarga yang melindungi dan mengayomi serta dapat memberikan rasa aman bagi seluruh anggota keluarga (Harmini dalam dalam Puspitasari, 2016). Bagaimana dengan perspektif modern? Ayah dan ibu dilihat sebagai pihak yang turut terlibat dalam tugas mencari nafkah dan rumah tangga (Ekawati dalam Puspitasari, 2016).

Kalau melihat uraian di atas, seorang ayah terkesan sebagai pribadi yang memegang andil  sangat besar baik itu terhadap perkembangan anak maupun kehidupan pernikahannya. Tidak bisa dipungkiri bahwa ayah harus “memainkan  berbagai macam peran” saat membesarkan anak-anaknya, dari tahap demi tahap perkembangan anak. Menurut hasil penelitian disertasi Sheila Brachfeld-Child dari Braindeis University, pada saat anaknya masih bayi, ayah lebih banyak terlibat dalam aktivitas “bermain fisik”-bermain dengan anaknya. Selain itu, ayah juga berperan dalam  “hands-on caregiving” seperti mengganti popok, bangun tengah malam, mengantar anak ke dokter, dan antar-jemput (Spetter, nd) . Ketika anak memasuki masa remaja, mereka melihat ayah sebagai panutan-apa yang harus dilakukan dan tidak harus dilakukan. Untuk remaja putri, ayah memegang peran yang besar untuk membangun self-esteem dan bagaimana mereka akan bertumbuh menjadi sebagai wanita dewasa. Sedangkan remaja putra, akan cenderung meniru pola perilaku ayahnya. Ayah juga menjadi panutan dalam menentukan bidang peminatan anak (Brown, 1961).

Ayah. Papa. Abah. Apapun kita menyebutnya, adalah sosok pertama yang kita kenal sebagai simbol dan figur pemimpin yang kuat dan bertanggung jawab. Orang pertama yang akan berdiri, berjuang, mempertahankan keluarganya. Saya sendiri melihat alm. papa saya sebagai dua sosok yang berbeda di masa yang berbeda pula. Pada saat saya berada pada usia kanak-kanak awal sampai remaja, beliau tampil sebagai sosok yang tegas, cenderung galak, dan menciptakan peraturan-peraturan yang ketat. Beliau ingin anak-anaknya menjadi anak yang disiplin dan bertanggung jawab, terlepas dari peran gender kami adalah wanita. Papa juga memfasilitasi minat kami; saya suka membaca buku, papa mendaftarkan saya untuk berlangganan majalah Bobo, adik saya suka beraktivitas fisik , papa saya membelikan sepeda. Papa juga menampilkan sisi lain ketika saya harus hidup berpisah dengan semua anggota keluarga karena saya harus menempuh pendidikan di luar propinsi. Papa menangis dan sempat melakukan hal yang sebenarnya tidak perlu (mengantar barang yang tidak saya perlukan). Beliau sudah mengetahui hal tersebut, namun karena beliau ingin melihat saya lebih lama lagi. Ketika kami beranjak dewasa, papa tampil menjadi sosok yang lebih demokratis. Itu terlihat ketika kami memilih jurusan kuliah. Sebelumnya, papa akan “mengarahkan”, namun lambat laun beliau mempertimbangkan dan menerima alasan-alasan yang kami kemukakan. Teladan yang saya dapatkan dari papa adalah perjuangan dan tidak menunjukkan penderitaan dalam perjuangan tersebut kepada orang lain.  Bagaimana dengan Anda?

 

Tentang Penulis

Febriani Priskila, seorang ilmuwan psikologi khususnya psikologi pendidikan. Berpengalaman sebagai akademisi baik pada pendidikan dasar maupun pendidikan tinggi.  Tertarik mempelajari dan pernah  meneliti topik-topik terkait pendidikan anak berkebutuhan khusus dan academic engagement.

 

Referensi

 

Brown. D.G . (1961). The Psychology of Fatherhood (2). Truth Magazine VI: 2, pp. 11-13               November 1961. Diunduh  dari  http://www.truthmagazine.com/archives/volume6/TM006014.htm

 Puspisari, S,V. (2016). Persepsi Anak Yatim terhadap Sosok dan Peran Ayah. Skripsi. Fakultas    Psikologi. Universitas Sanata Dharma. Diunduh dari https://repository.usd.ac.id/5999/2/119114016_full.pdf

Spetter, D., (nd). The Role of Fathers in Childhood Development. Diunduh darihttps://www.extension.harvard.edu/inside-extension/role-fatherschildhood-development

Wahyuningrum, E., (nd) Peran Ayah (Fathering) Pada Pengasuhan Anak Usia Dini (SebuahKajian Teoritis). Diunduh dari http://ris.uksw.edu/download/jurnal/kode/J00778

 

Sumber foto: http://www.socialmoms.com/wp-content/uploads/2012/06/dad-father-day.jpg