Oleh: Rahmanto Kusendi Pratomo

Dari hasil pengumpulan dan pengolahan data didapat hasil sebagai berikut:

  1. Bahasa, isu gender dan budaya etnis setempat

Di kawasan Setu Babakan bahasa yang digunakan untuk kegiatan sehari hari seperti keterangan salah satu responden Evi (50) adalah bahasa betawi dengan logat kental seperti :’’ iye, mau kemane, dimane serta kata lain yang menjadi pakem bahasa oleh penduduk  dan dianggap biasa karena dijadikan bahasa yang tdak bisa diganti dan dirubah dengan bahasa lain. Oleh warga pendatang aksen khas ini juga digunakan dalam kehidupan sehari hari, warga pendatang di kawasan Setu Babakan berasal dari pulau jawa seperti etnis jawa, sunda sementara etnis atau suku yang ada di Setu Babakan ada juga yang berasal dari luar jawa seperti minang dan wilayah Indonesia timur lainnya.

Keunikan yang terjadi adalah etnis yang terdapat di kawasan Setu Babakan yang bukan suku betawi ketika berbicara dan berkomunikasi memiliki kemiripan logat daan aksen seperti suku asli, seperti bapak “A”yang berasal dari minang, ketika berbicara orang akan mengira beliau berasal dari suku betawi karena kemiripan logatnya, padahal beliau bukan dari suku betawi asli yang lahir di setu babakan, fenomena ini terjadi karena proses adaptasi yang terjalin bertahun-tahun karena rasa konformitas yang terjadi disetiap individu warga setu babakan walaupun mereka berasal dari suku yang beda.

Gambar 1.6  Penduduk asli setu babakan.

Tentang etnis di kampung betawi, tidak semua yang tinggal adalah orang betawi asli, walaupun mayoritas adalah warga betawi asli yang telah mendiami kawasan ini selama puluhan tahun. Contoh dari fenomena ini adalah suami ibu Evi (50) dan ibu halimah yang telah mendiami kawasan ini, suami mereka berasal dari suku jawa dan bagi keluarga ibu evi maupun halimah tidak ada larangan untuk menikah dengan suku diluar jawa. Etnis lain yang ada dikawasan setu babakan ada yang berasal dari minang, jawa, sunda bahkan indonesia timur, namun walaupun berbeda etnis dikawasan ini tidak ada riak konflik etnis yang terjadi, karena secara tidak langsung masyarakat yang berbeda suku ini telah lama mendiami kawasan setu babakan dan secara tidak langsung telah membentuk “bystander effect” dari lingkungan luar setu babakan, kondisi ini pada akhirnya akan membentuk harmoni kehidupan warga setu babakan yang rentan tergerus dengan kehidupan sekitar kawasan tersebut.

Mengenai gender, dari hasil observasi lapangan tidak menjadi isu sentral di kawasan setu babakan, hanya saja kedudukan wanita tetap mengikuti suami dalam hal berkehidupan. Di kawasan setu babakan tidak ada larangan bagi perempuan untuk ikut bekerja, hanya saja wanita yang bekerja lebih sedikit dengan wanita yang tidak bekerja, wanita di kawasan kampung betawi ini lebih banyak yang aktif diranah sosial seperti pengajian, kumpul keluarga arisan atau kegiatan praktek budaya lain. Dari pengamatan dan observasi tidak ditemukan kesenjangan yang berarti antara laki laki dan perempuan yang ada di kawasan setu babakan.

  1. Rumpun dan grup keluarga

Berdasarkan observasi yang telah dilaksanakan, ditemukan bahwa warga asli setu babakan masih menjaga keharmonisan antar sesama keluarga. Adalah bapak Samin (85), salah satu penduduk asli setu babakan yang tinggal di kawasan tersebut sejak tahun 1930, beliau menceritakan bahwa warga setu babakan yang mayoritas pada saat itu adalah suku betawi hingga saat ini terdiri dari beberapa etnis dan suku bangsa sangat menjaga keharmonisan hubungan antar rumpun keluarga. Beliau mengatakan bahwa ikatan keluarga dikampung ini sangat baik, bahkan dari dulu hingga sekarang masih erat hubungan kekeluargaannya. “Di kampung ini kami masih aktif mengadakan arisan dan pengajian untuk saling bersilahturahmi ujarnya. Hanya saja jika kita lihat data demografi yang ada, berdasarkan observasi kemungkinan pada saat ini sistim silaturahmi bukan hanya bagi suku betawi semata namun sudah mengikutsertakan suku atau etnis lain yang bermukim di setu babakan.

Setiap minggu warga selalu mengadakan kegiatan bersama yang bertujuan menjaga dan melestarikan ikatan keluarga yang sudah terjalin. Dari 11 RT yang ada di setu babakan, penduduk asli yang menempati berjumlah 60% sementara 40% berasal dari jawa dan pulau luar jawa lainnya, namun demikian mereka menghormati budaya dan melestarikan kebiasaan yang sudah ada, mereka sangat menghormati keluarga yang berasal dari suku betawi asli begitupun sebaliknya. Pernikahan antar suku di setu babakan juga sudah tidak asing lagi, tidak ada larangan bagi warga pendatang yang ingin menjalin pernikahan dengan warga asli setempat begitupun sebaliknya.

Di setu babakan hampir tidak pernah terjadi konflik antar keluarga maupun dengan warga dari luar kawasan, hal ini terjadi karena sistem kekeluargaan antar warga sangat erat dan budaya gotong royong adalah praktek kongkritnya. Budaya gotong royong ini selalu melibatkan hampir satu keluarga, ketika diantara mereka mengadakan acara atau ketempatan pengajian atau arisan yang rutin dilaksanakan oleh warga. Kegiatan ini adalah sebagai wadah untuk warga agar silaturahmi mereka tetep terjalin dengan baik.

Dijelaskan juga oleh ibu Ani bahwa kekeluargaan di setu babakan sebenarnya masih ada hubungan sedarah, beliau mengatakan rumpun keluarga yang ada di setu babakan adalah hasil dari keturunan Alm. Jebul bin Ojon beliau merupakan orang pertama yang menempati setu babakan. Berikut adalah silsilah keluarga alm. Jebul Bin Ojon yang merupakan generasi pertama penduduk setu babakan :

Bagan 1.1 Silsilah awal keturunan penduduk asli setu babakan

Dari silsilah tersebut diatas jelaslah bahwa rumah rumah yang ada di perkampungan betawi setu babakan merupakan milik penduduk pertama dari alm. Jebul bin Ojon, kemudian di teruskan oleh ke enam anaknya dan diturunkan hingga saat ini.

  1. Agama dan seni

Agama yang dianut oleh masyarakat setu babakan mayoritas adalah agama Islam, dari awal silsilah penghuni pertama yaitu keturunan Jebul bin Ojon sudah menganut agama islam, sedangkan diltilik dari mayoritas agama yang dianut oleh suku betawi yang ada, lebih dari 90% adalah penganut agama islam, sementara agama lain yang ada di setu babakan dianut oleh masyarakat dari luar setu babakan adalah kristen, yang jumlahnya sedikit, dikawasan kampung  Setu babakan terdapat Masjid yang bernama Masjid Attaubah. Selain masjid ada juga Kapel gereja kecil yang dijadikan tempat ibadah umat kristiani. Kapel ini telah berdiri sejak tahun 1855 dikawasan setu babakan oleh yayasan pehimpunan Vincentius, dibangun oleh orang belanda yang didalamnya terdapat panti asuhan desa putra dan juga komplek sekolah dari SD, SMP dan SMA atau SMK, gereja ini selain dipakai untuk ibadah umat kristiani digunakan juga sebagai tempat upacara pernikahan bagi umat kristen yang ada disekitar setu babakan

Dalam paham suku betawi tidak ada perbedaan antar agama yang mengarah pada konflik atau perpecahan sikap, mereka cenderung memiliki tradisi melestarikan tenggang rasa dan mengarah pada toleransi warga yang sudah terjadi sejak keturunan pertama mendiami kawasan setu babakan. Tradisi yang dilakukan oleh warga setu babakan dalam menjaga kerukunan sesama warga ditunjukan dengan saling tolong ketika ada hari hari perayaan umat muslim seperti hari idul fitri, hari raya kurban maupun hari hari besar keagamaan lain.

Pada saat hari raya lebaran etnis tionghoa ataupun penduduk beragama lain akan bersilaturahmi dengan penduduk muslim yang merayakan hari besar dengan cara mendatangi orang yang lebih tua dahulu atau yang dituakan baru kemudian mengunjungi warga lain yang lebih muda, mereka bahkan saling bermaafan dan memberikan cinderamata atau uang kepada sesama penduduk walaupun berbeda agama, begitupun sebaliknya ketika ada warga non muslim merayakan hari besarnya seperti imlek ataupun natal, warga yang beragama islam akan menunjukan rasa empatinya dengan membantu memberikan pertolongan.

Kesenian yahg ada di setu babakan banyak dipengaruhi oleh unsur agama yaitu agama islam, baik itu seni tari, musik ataupun seni kriya yang dibuat oleh penduduk setu babakan. Seni musik dan tari yang dipengaruhi unsur agama islam misalkan Qasidahan, langgam dan gaya pembawaaan seni Qasidahan ini mirip sekali dengan musik yang dibawakan oleh orang timur tengah karena terdapat alat rebana seruling dan liriknya pun lebih memiliki intonasi khas timur tengah yang terdengar seperti lantunan doa.

Tarian yang masih ada di setu babakan antara lain tari topeng, lenggang nyai, cokek betawi, yapong. Sementara wujud kesenian lain yang masih sering dijadikan syarat jika ada acara atau hari besar keagamaan ataupun hari besar keluarga seperti pernikahan dan khitanan antara lain ondel ondel, topeng blantik, wayang betawi. Seni musik ayang masih lestari dan dijadikan musik permainan bagi warga setu babakan antara lain orkes tugu, orkes gambus, samrah dan ubrug. Di kawasan setu babakan juga terdapat panggung seni kecil yang sering dijadikan sarana untuk melakukan pertunjukan kesenian tersebut, letak dari panggung kecil ini adalah di zona inti perkampungan betawi. Para pekerja seni tersebut berasal dari sanggar yang sudah terdaftar resmi di kantor pengelola dibawah naungan Pemprov DKI.

Anggota sanggar ini tidak terikat hanya untuk warga asli setu babakan namun berlaku untuk warga pendatang atau bahkan warga diluar setu babakan yang terpanggil dan ingin melestarikan budaya betawi yang sudah jarang terdengar. Agak menjauh sedikit dari letak panggung kecil, pemerintah DKI Jakarta juga telah membangun fasilitas untuk menyalurkan kegiatan kesenian mereka. Tempat ini terbilang baru dan memiliki fasilitas yang memadai bagi warga betawi setu babakan ketika mereka ingin menyalurkan ekspresi dan kegiatan kesenian mereka. Di panggung seni ini tidak diadakan pertunjukan dari daerah lain, dikhususkan hanya untuk semua hal yang berkaitan dengan kesenian betawi. Untuk menjaga kelestarian budaya seni lokal, penduduk asli maupun simpatisan secara berkala mengadakan pertunjukan di panggung kecil tersebut.

Seni dan budaya betawi juga tidak terbatas pada keunikan tarian dan barang khas betawi, namun yang unik dari kawasan ini adalah tersedianya makanan dan minuman khas betawi seperti kerak telor, selendang mayang, soto betawi, toge goreng ada juga minuman khas betawi yang ada disana yaitu bir pletok. Para penjual makanan dan minuman ini tidak semuanya berasal dari suku betawi, beberapa diantara suku itu memang penjual asli suku betawi atau keturunannya namun ada juga penjual yang berasal dari luar setu babakan yang menjajakan makanan berasal dari Bogor, sumatra bahkan dari Sulawesi. Namun demikian tidak ada kesenjangan sosial diantara mereka dalam menjajakan produk tersebut.

Gambar 1.7  Bir pletok dan dodol, produk olahan khas betawi yang menjadi budaya setempat

Gambar diatas adalah beberapa panganan khas betawi yang sudah jarang kita temui di kota Jakarta, untuk itu perlu andil pemerintah dalam hal ini dinas pariwisata dan perdagangan provinsi DKI Jakarta untuk mendukung dan membuat program nyata dalam melestarikan panganan ini karena merupakan warisan budaya lokal yang harus dipertahankan.

Gambar 1.8  Kerak Telor, produk olahan khas betawi yang ada di setu babakan.

  1. Interaksi sesama dan sosialisasi antar penduduk

Kawasan setu babakan adalah kawasan cagar budaya yang sejatinya masih berfungsi sebagai kawasan pemukiman bagi penduduk asli maupun pendatang, namun memang langgam arsitektural, demografi dan sosiologinya masih kuat dengan budaya betawi. Perkampungan ini didiami setidaknya sekitar 3000 orang berdomisili di kawasan setu babakan yang sudah tinggal menetap sejak 30 tahun lalu yang tersebar di sekitar setu atau danau babakan. Interaksi antar penduduk di setu babakan jauh dari sikap yang menunjukan ego kelompok, suku atau agama lain, artinya dalam interaksi masyarakat setu babakan tidak ada sikap yang menganggap norma, nilai-nilai, agama yang dianut bahkan perilaku kelompoknya sendiri merasa lebih baik, sementara lain sisi dilihat tidak benar. Perkampungan setu babakan terletak di RW 09 dan terdapat 13 RT, sementara masyarakat pendatang seperti suku Jawa, Sumatra dan Sulawesi terdapat di RT 08.

Interaksi antar penduduk yang telah terjalin sejak dari keturunan pertama bapak Ojon Bin Jebul masih dapat terlihat hingga sekarang ketika melakukan observasi penduduk. Berdasarkan keterangan reponden yaitu bapak Yudi dan ibu Ani sesama penduduk setu babakan diharuskan ikut membantu ketika salah satu penduduk atau keluarga sedang mengadakan hajatan seperti sunatan, Aqekahan, lahiran atau upacara peringatan adat lainnya. Menurut bapak Yudi, jika salah satu warga ada yang mengadakan pernikahan, semua warga setu babakan wajib membantu minimal meramaikan acara tersebut tanpa terkecuali, begitupun jika ada warga yang sakit atau terkena musibah dapat dipastikan warga membantu tanpa diminta.

Wadah interaksi lain adalah kegiatan warga yang secara rutin dilaksanakan baik itu dengan warga asli atau dengan warga pendatang yang telah bermukim di setu babakan, kegiatan rutin yang dilaksanakan adalah arisan dan pengajian. Arisan dan pengajian ini diadakan dengan cara reguler berkala secara bergantian dari satu warga ke warga lain yang beda rumah dengan bergotong royong dalam membantu keluarga yang ketempatan. Mereka saling bantu dari sisi konsumsi, acara pendanaan tenaga dan yang tidak boleh dilupakan adalah dimasukkannya seni budaya betawi seperti rebana ketika pengajian, palang pintu ketika ada acara lamaran, petasan ketika ada anak yang sunatan atau budaya lain yang selalu disisipkan disetiap kegiatan di kampung setu babakan.

Dengan cara inilah interaksi warga tetap terjaga sejak era Jebul Bin Ojon, memang sesekali konflik pernah terjadi jika kita bicara masalah interaksi sosial di kampung babakan ujar Yudi, namun akibat kekerabatan yang erat dan seringnya silaturahmi yang di jalankan oleh warga setu babakan konflik atau selisih paham mudah sekali diatasi dan diselesaikan dengan cara keluarga, terlebih mereka sejatinya adalah masih satu rumpun orang tua dari darah asli Jebul Bin Ojon.

Gambar 1.9  serambi rumah yang merupakan sarana interaksi antar warga

  1. Ekonomi, perdagangan dan aturan politik

Kehidupan masyarakat setu babakan pada awalnya lebih banyak ditunjang dari sektor informal, yaitu perdagangan dan jasa, namun seiring dengan pertumbuhan kota Jakarta yang semakin mengarah ke daerah Pheryferi atau pinggiran sedikit banyak memengaruhi kehidupan warga kampung setu babakan. Akibat kondisi ini berdasarkan observasi, penuduk setu babakan sudah mulai bearadaptasi dengan kehidupan perekonomiaan daerah pinggiran Jakarta. Penduduk setu babakan sendiri diawal sejarahnya adalah petani, seiring dengan pertumbuhan kota Jakarta yang semakin berkembang ke daerah pinggir kota, lahan pertanian tersebut berubah manjadi lahan peternakan. Penduduk setu babakan dalam proses adaptasi lambat laun ada yang merubah profesinya menjadi peternak. Hasil dari peternakan yang dilakoni warga makin hari tidak mencukupi untuk hidup sebagian warga yang menggantungkan diri sebagai pekerja informal karena bahan baku pakan yang makin langka dan tingginya pajak perbulan.

Saat ini sudah beragam profesi digeluti oleh warga setu babakan, dari hasil wawancara dengan bapak Rudi yang juga selaku ketua RT 009/008 di setu babakan, bahwa warga setu babakan saat ini sudah memiliki berbagai macam profesi dan tidak terikat lagi dengan status warga asli atau pendatang. Profesi yang digeluti oleh warga asli setu babakan sekarang ini sudah beragam pekerjaan, ujar Rudi, mulai dari buruh kasar serabutan, Pegawai Negeri Sipil, TNI, dan swasta sektor jasa yang bekerja di Jakart.

Gambar 1.10  komoditas perdagangan masyarakat setu babakan

Warga pendatang yang tinggal di setu babakan kebanyakan bekerja sebagai pekerja swasta, ada juga pendatang yang bekerja disektor informal seperti pekerja serabutan ataupun pedagang yang ada area sisi danau dan zona wisata setu babakan. Mereka berjualan komoditi utama yang berkaiatan dengan langgam atau sesuatu yang khas dengan identitas betawi, seperti berdagang jajanan betawi seperti toge goreng, soto serta panganan lainnya. Ada juga yang berjualan cinderamata unik khas betawi, mereka melakukan ini karena kawasan setu babakan sudah bertambah fungsi yaitu fungsi wisata yang dikunjungi wisatawan baik lokal maupun mancanegara. Para penjual ini tidak hanya warga asli setu babakan saja namun dilakukan oleh warga pendatang, walaupun demikian tidak ada konflik berarti antara warga asli ataupun pendatang yang berjualan di kawasan setu babakan.

Dikampung ini semua warga ditegaskan untuk mencari pekerjaan dengan cara yang baik dan mengikuti nilai nilai yang ada, jika ada warga yang pekerjaannya menyimpang atau melanggar hukum akan dikeluarkan dari tempat tinggalnya yang sekarang ditempati tanpa terkecuali, ujar Rudi. Hal inilah yang menjadi faktor mengapa kerukunan warga di setu babakan tetap terjaga dalam hal pemenuhan kebutuhan ekonomi warga.

Di kampung ini pemimpin warga juga menegaskan bahwa warga setu babakan diharuskan untuk mencari pekerjaan dengan caranya masing masing selama tidak melanggar norma yang berlaku, karena di kawasan setu babakan ini sendiri sudah tersedia bermacam profesi yang terkait dengan fungsi setu babakan pada saat ini yaitu wisata budaya. Pemprov DKI juga seudah memfasilitasi dan menyediakan sarana bagi warga untuk berjualan baik warga asli atau pendatang diperlakukan sama untuk melakukan kegiatan berjualan di setu babakan, maka tidak ada alasan lagi bagi warga untuk bermalas-malasan dalam mencari penghidupan di area setu babakan.

Pedagang yang melakukan aktifitas perdagangannya hampir semua berorientasi pada sektor pariwisata, mereka menyediakan kebutuhan penunjang para wisatawan seperti andong, wisata kayuhan perahu, penyewaan bebek perahu dan penjual produk cinderamata khas setu babakan. Tidak ada persaingan yang menimbulkan konflik ketika mereka menjajakan barang dagangannya baik pedagang asli setempat maupun pedagang pendatang.

Gambar 1.11 salah satu mata pencaharian warga setu babakan

Semua aturan yang dijalani warga diatur oleh pemimpin lingkungan mereka yaitu RW, setu babakan terletak dalam satu kawasan rukun warga yaitu Rukun Warga 08. Dalam sistem peraturan lokal semua urusan baik itu yang bersifat formal maupun informal diatur oleh pemerintah DKI Jakarta, hanya saja masalah atau kendala yang bersifat adat atau lokal sering kali diselesaikan dan diputuskan solusinya oleh pemimpin adat setempat, ujar Rudi yang juga menjadi ketua RT di setu babakan, semua kendala diputuskan dengan cara musyawarah dalam mencapai kata mufakat dan dengan cara cara yang demokratis terbuka.

Mereka sadar jika keadaaan di setu babakan tidak aman maka setu babakan yang juga merupakan kawasan wisata akan kehilangan kunjungan dari wisatawan, hal ini akan berakibat buruk pada pendapatan disektor perekonomian penduduk babakan itu sendiri, adanya ormas betawi juga menentukan keamanan masyarakat betawi di setu babakan dalam menjalankan kehidupannya sehari hari, tidak adanya preman atau gangguan berarti yang dapat  menjadikan kawasan kampung ini tidak aman, terlebih jika dilihat dari silsilah penduduk, mereka masih satu rumpun saudara. Warga pendatang  juga berpartisipasi dalam menjaga keamanan dan kenyamanan lingkungan setu babakan, walaupun ronda malam sudah jarang dilaksanakan karena kesibukan warga, namun warga tetap masih menjaga kenyamanan lingkungan.

Gambar 1.12 Hasil kerajinan masyarakat setu babakan

  1. Pendidikan dan lingkungan

Dalam hal pendidikan, generasi pertama dan generasi tua di setu babakan tidak mengenyam pendidikan yang tinggi, karena keadaan diwaktu lampaupenduduk asli betawi tidak mudah mendapatkan kesempatan untuk bersekolah, faktor utama  yang menjadikan generasi tua di setu babakan tidak mengenyam pendidikan adalah tidak tersedianya sekolah pada saat itu dizamannya dan tidak alat baca tulis yang dapat dibeli oleh warga, ujar Budi (60) penduduk masjid yang juga penjaga masjid di setu babakan. Namun demikian walaupun warga tua di setu babakan banyak yang tidak mendapatkan pendidikan tinggi mereka mendapatkan pendidikan agama yang baik dari orang tuanya hal ini adalah pendidikan agama islam, mereka diwajibkan mengaji dan harus bisa baca tulis Al Quran terlebih mereka harus bisa menjalankan nilai-nilai islam yang ditanamkan oleh para tetua dan orang tua mereka.

Berbeda di zamannya, anak anak di setu babakan pada saat ini sudah mampu mengenyam pendidikan minimal hingga SMA, karena memang melalui dinas pendidikan Pemprov DKI telah membuat fasilitas sekolah di kawasan perkampungan setu babakan, sehingga warga tidak kesulitan dalam melaksanakan aktifitas belajar. Pendidikan informasl seperti kursus atau sanggar juga sudah ada di setu babakan, sehingga disamping warga khususnya anak muda di setu babakan dapat ilmu tentang seni atau budaya lokal yang ada, secara langsung mereka juga ikut melestarikan budaya betawi yang sudah hampir punah karena tergeser oleh kemajuan makro jakarta.

Ada perbedaan cara mengampu pendidikan bagi anak anak disetu babakan yaitu mereka diharuskan bersekolah di area setu babakan dan tidak diperbolehkan memilih sekolah yang jaraknya jauh dari kawasan setu babakan, bila pun ada itu karena rayon yang sudah ditentukan ke jenjang yang lebih tinggi, itupun biasanya berada di sekitar setu babakan ujar Rudi.

Wadah lain bagi anak muda untuk melestarikan budaya adalah tempat pembuatan Bir Pletok, tempat usaha ini pada awalnya adalah kelompok tani yang berusaha membangun kampung babakan sehingga menjadi sekarang ini. Terkadang wisatawan yang datang juga dapat mempelajari budaya betawi dengan cara membuat batik betawi, ada workshop yang dikelola warga sebagai wadah untuk mempelajari cara pembuatan batik betawi tersebut.

Gambar 1.13 Jalan lingkar disisi setu yang dirindagi pohon pelindung

Mengenai lingkungan warga setu babakan memiliki tradisi yang sudah diwariskan dari generasi pertama yang tinggal di setu babakan yaitu harus mampu hidup berbarengan dengan alam dan menjaga kelestarian alam, terlebih saat ini Pemprov DKI sudah menjadikan setu babakan menjadi suatu kawasan wisata yang berkaitan dengan wisata budaya dan alam. Hal ini sudah tentu menjadi wajib bagi warga babakan untuk menjaga dan melestarikan keindahan alam yang menjadi potensi pendapatan mereka.

Untuk menjaga kelestarian ini warga setu babakan secara bergilir selalu bergotong royong dengan sesama penduduk asli ataupun pihak luar menjaga kebersihan lingkungan sekitar. Hal ini diaplikasikan dengan megadakan gerakan bersih bersih disekitar waduk ada juga kegiatan yang dilakukan pada waktu tertentu. Kegiatan tersebut sudah terjadwal, untuk ibu-ibu melakukan kerja bakti pada hari jumat atau biasa disebut jumat bersih, ujar Budi. Untuk warga keseluruhan diharuskan juga melakukan gerakan bersih-bersih kerja bakti pada hari minggu setiap dua minggu sekali.

Kawasan setu babakan selain dijadikan oleh wilayah resapan air untuk wilayah DKI jakarta dan sekitarnya, juga dijadikan area wisata air, danau ini sering dijadikan tempat perlombaan air oleh instansi terkait atau pihak swasta yang ingin menggunakan sarana danau tersebut, sumber airnya berasal dari Sungai Ciliwung dan pada saat ini danau  Setu Babakan sering digunakan untuk memancing bagi warga sekitarnya. Danau ini juga merupakan tempat untuk rekreasi air seperti mendayung, sepeda air, atau bersepeda mengelilingi tepian setu. Pinggiran danau juga diajdikan tempat berkumpul bagi warga sekitar, pendatang maupun wisatawan yang berkunjung ke setu babakan.

Gambar 1.14 Area  disisi setu yang dijadikan tempat berkumpul

 

 

 

Daftar Pusataka

http://www.jakarta-tourism.go.id/node/483?language=id

http://www.wisatamelayu.com

https://setubabakan.wordpress.com/about/

Koentjaraningrat.(1990). Sejarah teori antropologi Jilid II. Jakarta: UI Press.

Kottak, C. P. (2008). Cultural antropology. New York: Mc graw Hill.

Schaefer, R. T. (2008). Sociology: A brief introduction . New York: Mc graw Hill.

Taylor, S. E., Peplau, L. A., Sears, O. S. (2006). Social psychology. New Jersey : Pearson Education, Inc.

Zaltman, G., Kotler, P., Kaufman, P. (1971). Creating social change. New York : Holt, Rinehart and Winston, Inc.