Dalam bukunya “Asas-asas Psikologi Keluarga Idaman”, Yulia Singgih D. Gunarsa mengajukan beberapa pertanyaan yang dapat menjadi pertimbangan setiap pasangan yang ingin membangun keluarga. Pertanyaannya seputar seberapa siap menerima bagian masing-masing dari tanggung jawab pernikahan, seberapa mampu setiap pasangan melihat kelemahan, kegagalannya maupun sifat-sifat baik dan kebajikannnya. Yulia Singgih D. Gunarsa mengatakan bahwa dengan mengenal perbedaan masing-masing, mengetahui keterbatasan maupun kekuatan masing-masing, maka pasangan bisa melihat perspektif yang benar. Jika terjadi konflik, mereka mengetahui ke arah mana perbaikan yang harus diusahakan.

Jawaban Yulia Singgih D. Gunarsa di atas  memiliki kesamaan dengan salah satu tujuan diadakannya workshop yang  bertajuk. “Enriching Relationship Satisfaction Through Conflict Resolution”. Workshop ini  diselenggarakan oleh WeCan Vibes bersama Psikologi BINUS pada hari Sabtu, 13 Mei 2017 di Kenobi Space, Kemang. Workshop ini dibawakan oleh fasilitator bernama Pingkan Rumondor, seorang dosen psikologi Binus University sekaligus psikolog yang memang memiliki konsentrasi dan minat pada pernikahan atau romantic relationship. Workshop ini diharapkan dapat membantu para pasangan untuk mengenal ciri kepribadian diri dan pasangan, mendeskripsikan persamaan dan perbedaan ciri kepribadian, dan pada akhirnya pasangan dapat mengenali strategi resolusi konflik yang paling sesuai dengan ciri kepribadian masing-masing.

Fasilitator memperkenalkan sebuah model yang disebut Lumina Spark untuk membantu para pasangan mengenal ciri kepribadiannya. Lumina Spark Model ini dikembangkan oleh Lumina Learning, UK yang telah melalui serangkaian uji psikometri. Lumina Spark menjelaskan ciri kepribadian melalui tersebut empat warna-biasanya disebut dengan energi (merah, kuning, biru, dan hijau). Individu dengan energi merah sangat senang mengambil alih, kompetitif dan purposeful. Individu dengan energi biru lebih senang mengobservasi sebelum berbicara, evidence-based, dan sangat dapat diandalkan. Individu dengan warna kuning cenderung lebih spontan, imaginative, dan senang bersosialisasi. Yang terakhir adalah individu dengan energi hijau. Mereka adalah pribadi yang mudah beradaptasi, senang berkolaborasi, dan lebih menyukai hubungan yang akrab/dekat.

Fasilitator membantu para pasangan mengenal ciri kepribadian diawali dengan permainan kartu. Setiap individu diberi kesempatan untuk memilih kartu yang paling sesuai atau menunjukan dirinya. Setelah bermain kartu, masing-masing pasangan perlu merefleksikan sifat-sifat dominan mereka (baik itu diri sendiri maupun pasangannya). Dari refleksi ini, para pasangan lebih mengetahui apa persaman dan perbedaan antara mereka. Khusus untuk perbedaan, pasangan diminta untuk mendiskusikan seberapa besar pengaruhnya untuk menimbulkan konflik. Jika memang mungkin terjadi konflik, para pasangan masing-masing menulis kira-kira strategi resolusi konflik apa yang selama ini berhasil, lalu kemudian menyepakati bersama satu strategi yang paling ampuh.

Dalam workshop ini, fasilitator menyampaikan tips-tips untuk berkomunikasi dan berdiskusi dengan pasangan untuk menghindari konflik. Setiap pasangan diharapkan mengenal situasi, mengungkapkan pemikiran dan perasaan dan jangan lupa untuk menyatakan kepada pasangan mengenai perasaan sayang dan penghargaan. Nah,saat yang paling ditungguoleh para pasangan adalah paparan fasilitator mengenai resolusi konflik. Fasilitator menyampaikan beberapa hal yag perlu diperhatikan melalui sebuah akronim LOVE (Listen & repeat, Observe your partner, Value your partner, dan Evaluate your need/goal).

Ada pepatah mengatakan practice makes perfect, begitu pula dengan usaha membuat hubungan romantic dengan pasangan. Fasilitator membawa para pasangan ke dalam sesi membuat action plan melalui model GROWS yang juga ditawarkan oleh Lumina Model. Secara tidak langsung, proses para pasangan merumuskan action plan ini memungkinkan mereka mengeluarkan keempat warna atau energi yang mereka miliki.  Tahap pertama adalah merumuskan goal (G) terlebih dahulu. Tahap kedua adalah mengumpulkan fakta-fakta atau realita (R) yang ada -menggunakan energi biru. Tahap ketiga adalah menuliskan semua kemungkinan opsi/pilihan (O), ide-ide yang dapat membantu- menggunakan energy kuning. Tahap keempat adalah merumuskan aksi/tindakan yang akan diambil (W)-menggunakan energi merah. Tahap kelima adalah menemukan dukungan (S) yang mungkin tersedia-menggunakan energi hijau.

Seperti halnya kepribadian masing-masing pasangan, ada baik buruknya, jatuh bangunnya. Begitu pula dengan konflik yang terjadi di antara pasangan, ada ruginya ada untungnya. Mengapa? Fasilitator menekankan pada akhir sesi bahwa ketidaksepakatan, perbedaan tidak selalu berakhir dengan pertengkaran yang berujung pada konflik berkepanjangan. Jika kita mengenal pasangan kita, kita tahu cara menghadapi perbedaan satu sama lain, maka bukan tidak mungkin sebuah kesalahpahaman dan ketidaksepakatan akan berubah menjadi pelajaran yang memberikan dampak positif. Pada akhirnya hubungan antar pasangan menjadi lebih kuat, sehat, dan bahagia.

Tentang Penulis

Febriani Priskila, seorang ilmuwan psikologi khususnya psikologi pendidikan. Berpengalaman sebagai akademisi baik pada pendidikan dasar maupun pendidikan tinggi.  Tertarik mempelajari dan pernah  meneliti topik-topik terkait pendidikan anak berkebutuhan khusus dan academic engagement.