Natasya M. Dotulong adalah sosok wanita lulusan Psikologi Universitas Indonesia yang benar-benar menerapkan prinsip-prinsip psikologis sebagai passionnya. Bekerja sama dengan sang suami, Natasya benar-benar mendesain setiap detil program kurikulum pembelajaran di Kelas Koki Cilik.

Awalnya, Natasya berkonsultasi dengan beberapa dosen psikologi di di universitasnya saat merancang konsep Kelas Koki Cilik. Kini, founder Kelas Koki Cilik itu sudah menjalankan programnya selama lima tahun. Menurutnya, banyak teori-teori dalam psikologi yang membantu perjalanan karirnya ini.

Kelas Koki Cilik mulai direncanakan sejak muncul kegelisahan Natasya bahwa kenyataannya banyak orang-orang di usia dewasa yang sudah paham tentang pola makanan sehat namun tetap sering membeli junk food. Hal ini disebabkan karena sejak kecil, mayoritas anak-anak di Indonesia tidak dikenalkan dengan konsep makanan yang sehat.

Apalagi, di era serba canggih seperti ini, masyarakat awam sudah dapat memesan makanan melalui penyediaan jasa seperti Go-Food. Fasilitas yang memanjakan seperti ini cukup rawan untuk membentuk rasa malas orang-orang terhadap kegiatan memasak.

 

Membuka Kelas Koki Cilik: Kelas Memasak yang Memasak

Ide Kelas Koki Cilik berasal dari peta pemikiran Natasya yang terobsesi dengan konsep food revolution yang digagas oleh Jamie Oliver. Food Revolution berisi pedoman agar orang-orang mau memasak sendiri. Selain itu, food revolution juga mengajarkan bahwa individu harus memiliki sikap positif terhadap memasak dan pola makanan yang sehat.

Menurut Natasya, konsep ini merupakan konsep yang luar biasa untuk diterapkan. Sayangnya, di Indonesia semangat food revolution tidak jelas terlihat di instansi atau kelas memasak tertentu. Sepengetahuannya, memang ada kelas memasak yang dibuka untuk anak-anak, namun kenyataannya kelas memasak tersebut hanya berpura-pura menjadi chef atau sekadar bersenang-senang mengisi waktu luang.

“Judulnya cooking class tapi menghias cupcake. Sekadar kreatif tapi nggak ada masaknya,” Ujarnya. Natasya menegaskan bahwa keinginannya untuk membuka kelas memasak yang benar-benar memasak saat itu belum ada di Indonesia.

Oleh karena itu, ia memutuskan untuk menerapkan segala sikap positif anak-anak terhadap konsep memasak dan makanan. Apa yang dicetuskan oleh Natasya ini merupakan salah satu penggerak perubahan

Fasilitator di Kelas Koki Cilik

            Natasya menuturkan bahwa sejauh ini banyak orang yang membutuhkan masukannya. Oleh karena itu, Natasya sering menerima tawaran untuk mengisi seminar dan pelatihan. Menurutnya, yang ingin diubah dari Kelas Koki Cilik ini adalah sikap, bukan perilaku. Tujuan utama dari program binaannya ini adalah agar anak-anak telah memiliki sikap yang positif terhadap kegiatan memasak dan makanan yang sehat.

Pada awal pembukaannya, Natasya menginginkan persyaratan fasilitator di Kelas Koki Cilik adalah orang-orang yang memiliki latar belakang sarjana Psikologi. Sayangnya, minat lulusan sarjana Psikologi untuk menjadi fasilitator di Kelas Koki Cilik ternyata tidak sesuai dengan ekspektasinya. “Kebanyakan memang ingin kerja profesional di kantor,” Tambah Natasya.

Oleh sebab itu, ia memiliki tugas tambahan. Sebagai seorang founder, Natasha harus mengubah seorang yang biasa-biasa saja yang bukan dari latar belakang psikologi agar bisa menjadi pendamping anak. Ia mengutamakan calon fasilitator yang  pernah berinteraksi dengan anak dan punya sikap positif dengan memasak.

Hal ini dikarenakan melakukan pendekatan ke anak-anak jauh lebih sulit daripada membagikan resep. Menurutnya, ada beberapa syarat yang dibutuhkan untuk menjadi fasilitator yang baik bagi anak-anak.

Pertama adalah pendengar aktif. Kedua, empati. Ketiga, mengetahui cara berbicara dengan anak dan yang terakhir adalah tidak mudah panik. Jika seorang fasilitator panik, maka anak-anak dan orangtua juga cenderung mengikuti kepanikan itu. “Misalnya ada yang terluka, ya jangan panik, diberitahu, ini luka, ini loh rasa sakit.”

Untuk menyiapkan fasilitator yang terdidik, Natasya telah menyiapkan sebuah modul pembelajaran. Modulnya cukup lengkap dan diuraikan secara bertahap.

 

Membina anak-anak di Kelas Koki Cilik

Intinya bukan untuk menjadikan anak-anak sebagai chef, “kalau begitu mending cari chef beneran sekalian jangan ke kita,” Ujarnya. Di Kelas Koki Cilik, nilai yang ingin benar-benar ditanamkan adalah sikap positif sejak dini. Apabila sikap positif ini tidak muncul sejak kecil, besar kemungkinan juga tidak akan muncul sewaktu kuliah. “nantinya malah makan indomie terus,”

Natasya menegaskan bahwa semua orang harus bisa memasak, tidak terlepas dari jenis kelaminnya. Bukan berarti hanya perempuan saja yang bisa memasak, tetapi laki-laki juga, karena laki-laki suatu saat juga harus mampu hidup secara mandiri.

Dalam penerapannya, Kelas Koki Cilik dibuka untuk anak-anak mulai dari usia 4-6 tahun dan 7 tahun ke atas. Semakin dini usia anak-anak, semakin perlu kehadiran orangtua untuk menemani perkembangan motorik anak.

Ketika pertama kali memasuki kelas, anak-anak diberikan waktu untuk perkenalan. Perkenalan ini meliputi perkenalan fasilitator dan area dapur. “Di dapur, anak-anak diberitahu bahwa ini adalah dapur, bukan ruang bermain. Setiap kali masuk dapur tidak boleh bermain. meskipun metode kami saat memasak juga menerapkan konsep bermain yang fun,” ujar Natasya.

Meski kenyatannya memang masih ada anak-anak yang berlari-lari di dapur, namun setidaknya aturan itu cukup dipatuhi oleh anak-anak yang mengikuti kelas tersebut. Setelah itu, anak-anak akan diperkenalkan tentang peralatan dapur dan keamanan. Misalnya, “Ini pisau, kalau jatuh gimana? Harus apa?”

Saat memulai kelas memasak, seorang fasilitator harus bisa mendorong anak-anak untuk memiliki sikap positif sedetil mungkin. “Tumpah nggak papa, kotor nggak papa, gosong nggak papa.”

Anak-anak juga dikenalkan tentang bahan memasak dan asal-usulnya. Contohnya, fasilitator memperkenalkan tepung terigu. Apa itu tepung terigu, dan dari mana asalnya? “Ada yang jawab dari Indomaret,” Ujar Natasnya. Hal ini menunjukkan ketidaktahuan anak-anak yang masih besar tentang bahan-bahan dasar dalam memasak. Terkadang juga ada beberapa masakan seperti donat atau roti yang harus ditunggu untuk mengembang. “Jadi ada yang udah disiapin mengembang.”

Untuk anak autisme, yang difokuskan adalah pembuatan kurikulum pendidikannya. Di Kelas Koki Cilik, terdapat dua jenis kelas yang dibuka, yaitu reguler dan spesial. Kedua kelas ini sama-sama berdurasi selama dua jam. Bedanya, kelas reguler diadakan sebanyak dua hari seminggu, yaitu setiap hari Selasa dan Kamis. Sedangkan kelas spesial diadakan saat weekend, namun tidak selalu ada, maksimal sebulan dua kali.

Kelas binaan Natasya ini telah mengadakan kerja sama beberapa kali, di antaranya dengan sekolah-sekolah dan ahli masak yang sudah profesional. “Pernah Grand wisata Bekasi mengadakan summer course, kita 2 minggu masak di sana,” Ujar Natasya.

Evaluasi

Perlu ditekankan kembali bahwa mengikuti Kelas Koki Cilik artinya mengubah sikap, bukan perilaku. Artinya, anak-anak yang masih memiliki sikap negatif dimotivasi agar menghasilkan output sikap yang positif terhadap memasak dan makanan yang sehat.

Lalu, bagaimana indikator keberhasilannya? Ada dua cara. Pertama, perilaku anak di kelas dapat diobersevasi. Di akhir sesi memasak, akan ada kegiatan mencoba makanan bersama-sama, sambil melakukan review terhadap bahan-bahan. “Mau ga bikin lagi di rumah? Masaknya capek gak? Kalau hasilnya memang negatif, berarti kurang berhasil.”

Selain itu, anak-anak yang sudah tidak lagi berada di kelas masih dapat dipantau. Kelas Koki Cilik digolongkan sebagai program yang berhasil apabila, “Anak mau makan sayur, atau diulang lagi resepnya di rumah. Artinya dia gak kapok, gitu.”

Dari anak-anak yang masih keep contact, di facebook misalnya, “lagi pada masak sama orangtua, suka di-upload.” Yang sulit adalah yang rumahnya jauh dari lokasi kelas. Ada banyak anak-anak yang memiliki minat besar tapi rumahnya di daerah Condet, Sentul, Kota Wisata. Habis ke sini jadi gak mau datang lagi, katanya macet, jauh.”

 

Natasya M. Dotulong menerapkan prinsip psikologi dalam mengembangkan Kelas Koki Cilik. Kelas ini mengajarkan anak-anak tidak hanya bisa memasak, namun bisa memasak makanan yang sehat. Dalam proses pengajarannya, Natasya mengedepankan konsep memasak yang menyenangkan bagi anak-anak, sehingga apa yang sudah diajarkan diharapkan terus diingat oleh anak-anak sebagai kesan yang luar biasa.

 

Penulis: David Ofel Setiadi, Naimi Samiyah, Ghina Rinanda Nurrizki, Ghea Aulia Putri, R. A. Melati Nurannisa Wiryasari, Roos Eliza Putri, Fatrica Ivana Dabukke, dan R. Tannya Atika Putri
Pembimbing: Raymond Godwin
Tulisan ini merupakan ringkasan dari hasil wawancara yang dilakukan dalam rangka mata kuliah “Pengantar Intervensi Psikologi” tahun 2016. Seluruh isi tulisan ini tidak mewakili KEKOCI dan menjadi tanggung jawab penuh dari penulis. Terima kasih kepada KEKOCI dan Natasya Dotulong yang bersedia untuk diwawancarai.
Sumber gambar: dokumentasi penulis