Pada tanggal 25 november 2016, saya mengikuti  sebuah pelatihan yang berjudul “engaging special needs student” . pelatihan ini dibawakan oleh ibu Mimi Mariani Lusli, M.Si., M.A. yang merupakan founder dari sebuah institusi bernama “mimi institute” yang bergerak pada bidang edukasi inklusi.

Sebenarnya ibu mimi sudah sering bekerja sama dengan pihak jurusan psikologi untuk menjadi pembicara dalam topik-topik disabilitas, special needs dan pendidikan inklusif. Selain itu, kami juga pernah menjalin kerjasama dengan mimi institute untuk kegiatan kemahasiswaan.

Tetapi kali ini, saya ingin berbagi pengalaman pandangan mata saya mengenai bagaimana seluruh karyawan binus akhirnya bisa merasakan dan  mendapatkan knowledge tentang individu, khususnya mahasiswa special needs, dan pada artikel berikutnya saya akan berbagi pula mengenai beberapa  tips untuk berinteraksi dengan special needs student atau mahsiswa dengan disabilitas.

Pertama-tama, mari kita pahami dulu apa itu disabilitas.

Disabilitas menurut ICF (international classification of functioning), seseorang dapat dikatakan mengalami disabilitas bila orang tersebut memiliki body dysfunction, activity limitation dan participation restriction serta dua faktor yakni faktor personal dan environmental ikut menentukan apakah kondisi seseorang dengan atau tanpa disabilitas.

Disabilitas menurut CPRD (convention of the rights of persons with disabilities), adalah suatu konsep yang berkembang dan bahwa disabilitas adalah hasil dari interaksi antara orang-orang yang mengalami disabilitas dengan hambatan-hambatan lingkungan yang menghalangi partisipasi mereka dalam masyarakat secara penuh dan efektif atas dasar kesetaraan dengan orang-orang lain, lebih lanjut mengakui keunikan orang-orang penyandang disabilitas dalam keragaman masyarakat, dan diskriminasi atas dasar disabilitas adalah pelanggaran martabat manusia.

Pada akhirnya, disabilitas merupakan masalah semua orang dan merupakan cross cutting issue yang harus diselesaikan. Disabilitas merupakan masalah interaksi yang dimana saat interaksi terjadi dengan orang yang memiliki disabilitas, maka disabilitas itu sendiri sudah tidak menjadi masalah.

Pada pelatihan ini salah satu kegiatan yang sangat membongkar mindset kita semua mengenai disabilitas adalah exercise yang dimana semua peserta diwajibkan menggunakan berbagai macam alat atau properti yang membuat peserta merasakan menjadi person with disability atau person with special needs. Peserta ada yang dirtutup matanya sehingga menjadi seorang tuna netra atau low vision, ada yang diikat tangannya kebelakang dan menggunakan kursi roda sehigga merasakan menjadi seorang tuna daksa dan menggunakan earplugs sehingga tidak bisa mendengar seperti halnya tuna rungu.

IMG_20161025_110033

Setelah itu peserta diminta berjalan, berkeliling kampus anggrek, berinteraksi dengan orang-orang yang ada untuk merasakan apa yang sehari-hari dirasakan oleh para special needs student. Setelah selesai peserta diminta untuk menceritakan pengalamannya.

Setelah berbagai macam bahasan dan aktivitas training pada hari tersebut, akhirnya peserta pun sadar bahwa disabilitas memang hanyalah sebuah masalah interaksi , dan sadar bahwa setiap orang memiliki keterbatasan, dan dengan adanya aksesibilitas yang benar pagi orang-orang special nees, disabilitas tidak lagi menjadi masalah.

Akhir kata saya ingin menyampaikan bahwa disability is everyone’s issue, it is a broad term that not any single definition could explain it to a very long extend. Today we have break all of our mindset about disability and you should start too. Disability is one form of diversity and we all should not discriminate or stereotype anyone based on this.

Reference:

Training module : engaging special needs students by Mimi Mariani Lusli, M.Si., M.A