Semua orang tentunya pernah mengalami rasa gelisah atau khawatir, dan seringkali disertai dengan respon fisik seperti jantung berdetak kencang, berkeringat, atau salah satu bagian tubuhnya gemetaran. Karakteristik tersebut menggambarkan kecemasan. Menurut American Psychological Association (APA), kecemasan adalah keadaan emosi yang muncul saat individu sedang stress, dan ditandai oleh perasaan tegang, pikiran yang membuat individu merasa khawatir, dan disertai respon fisik (jantung berdetak kencang, naiknya tekanan darah, dsb). Kecemasan bersumber dari predisposisi genetik, pengalaman traumatik, dan pada perempuan, biasanya terjadi karena siklus hormonal. Pada umumnya, keadaan emosi ini muncul saat individu sedang mengantisipasi peristiwa yang tidak diinginkannya. Berbeda dengan rasa takut yang muncul karena kehadiran masalah di depan matanya, rasa cemas muncul karena ekspetasi ancaman masalah di masa mendatang.

Saat individu merasa cemas terus-menerus dan ia tidak dapat mengatasi kecemasannya, hal tersebut dapat mengganggu kesehatan fisiknya. Biasanya, rasa takut yang dihasilkan dari kecemasan menghasilkan detak jantung dan pernapasan yang cepat. Respon fisik tersebut berguna apabila ancaman ada di depan mata individu. Namun apabila ancaman tersebut tidak jelas atau individu tidak dapat melakukan tindakan langsung, respon fisik tersebut dapat berjalan terus-menerus. Apabila individu tidak dapat menurunkan kecemasannya, hal ini akan berdampak pada kesehatan, hubungan interpersonal, produktivitas, dan mengembangkan rasa takut yang berlebihan.

Kecemasan dapat memperburuk keadaan asma. Saluran pernapasan menjadi tidak elastis yang mengakibatkan sedikitnya udara yang masuk ke saluran pernapasan. Berdasarkan salah satu penelitian pada tahun 2016, kecemasan adalah salah satu faktor yang berkontribusi dalam perkembangan gangguan pernapasan kronis. Sekitar 26% individu yang mempunyai gangguan pernapasan kronis atau yang beresiko terhadap gangguan tersebut, juga menderita kecemasan.

Gangguan jantung mempunyai hubungan yang kuat dengan kecemasan. Studi menyebutkan bahwa saat individu berada dalam keadaan stress, tubuh melepaskan sejumlah hormon stress. Sel yang ada di hormon stress membangun plak di saluran arteri jantung. Dalam jangka panjang, plak tersebut menjadi besar dan mengurangi aliran darah ke jantung dan dapat mengarah ke gangguan jantung yang serius.

Kecemasan dapat sangat mengganggu kehidupan individu. Apabila kecemasan tersebut tidak dapat diatasi lagi, ada baiknya untuk mencari bantuan profesional dalam mengatasinya. Bantuan profesional dapat membantu individu untuk mencari solusi yang tepat untuk mengatasi gangguannya. Berbagai macam metode psikologis dapat digunakan, contohnya seperti Cognitive Behavioral Therapy (CBT) melatih individu untuk berpikir dengan cara lain saat menghadapi situasi yang memicu rasa cemas; atau psikoterapi yang membantu individu untuk menyelidiki bagaimana situasi atau kejadian di masa lampau mempengaruhi pola pikirnya yang sekarang. Olahraga, metode relaksasi, menjaga pola makan dan tidur juga dapat membantu individu mengatasi rasa cemasnya.

 

 

Referensi:

 

Davison, G. C., & Neale, J. M. (2001). Abnormal psychology. New York: John Wiley.

 

Taylor, S. E. (1986). Health psychology. New York: Random House.

 

Wandland, W. C., Zubek, V. B., & Clerisme-Beaty, E. M. (2016, September 8).     Patient Factors Influencing Respiratory-Related Clinician Actions in Chronic     Obstructive Pulmonary Diseases Screening. American Journal of Preventive   Medicine. Diambil pada tanggal 19 Oktober 2016, dari:             http://dx.doi.org/10.1016/j.amepre.2016.07.015

 

Gianaros, P. J., & Marsland, A. L. (2014, May 1). An Inflammatory Pathway links            Atherosclerotic Cardiovascular Diseases Risk to Neural Activity Evoked by            the Cognitive Negative Regulation of Emotion. Society of Biological    Psychiatry, 75(9), 738-745. Diambil pada tanggal 19 Oktober 2016, dari:

http://dx.doi.org/10.1016/j.biopsych.2013.10.012

 

Penulis :

Lounafarsha Wielyanida (1601240533)

Mahasiswa Jurusan Psikologi Universitas Bina Nusantara