Setelah berbagi cerita tentang trauma dan EMDR, sampailah kita pada bagian terakhir serial tulisan “Cerita dari Chiangmai”. Seperti yang saya janjikan di awal tulisan, berikut ini cerita pengalaman mengikuti EMDR Supervisory training yang merupakan bagian dari “Mekong Project 3” yang dikelola oleh EMDR Cambodia dan didukung oleh HAP Germany. Dalam tulisan ini, penulisan akan menceritakan asal mula berkenalan dengan EMDR, bagaimana akhirnya bisa diajak mengikuti kegiatan ini, serta cerita pengalaman mengikuti EMDR supervisory training di Chiang Mai, Thailand.

 

Perjumpaan pertama dengan EMDR

Awal perkenalan penulis dengan EMDR pada April 2012 saat ditawari mengikuti pelatihan EMDR level 1 yang diadakan oleh EMDR Indonesia bekerjasama dengan HIMPSI Jaya. Penulis yang waktu itu baru 2 tahun praktek sebagai psikolog klinis merasa perlu meng-upgrade ilmu psikoterapi. Pelatihan EMDR level 1 yang dibawakan oleh Dr. Derek Farrell merupakan hal yang berkesan. Saat itu juga penulis pertama kali berkenalan dengan teman-teman senior EMDR dari Indonesia, Thailand dan Kamboja yang tergabung dalam “Mekong Project”.

 

Pada pelatihan EMDR level 1 yang diadakan selama 4 hari ini penulis belajar tentang AIP model, 8 fase EMDR, serta teknik-teknik stabilisasi. Penulis juga berkesempatan untuk praktik bersama sesama peserta pelatihan, dengan diamati dan dibimbing oleh para supervisor dari EMDR Indonesia. Awalnya penulis merasa skeptis dengan metode terapi yang baru dipelajari tersebut, karena metodenya yang tidak biasa. Namun, saat mengalami menjadi klien dalam sesi latihan, penulis dapat merasakan dampak positif. Aneh memang, pada saat pemrosesan, penulis mendapatkan insight baru dari ingatan yang membangkitkan perasaan sedih dan kecewa. Sehingga saat mengingat kembali pengalaman tersebut, rasa sedih dan kecewa yang dirasakan tidak lagi begitu kuat, bahkan cenderung netral. Timbul suatu pikiran positif baru yang semakin meyakinkan. Sejak itu, penulis mulai memakai EMDR sebagai pendekatan terapi untuk praktek, khususnya untuk kasus berbasis trauma.

306038_10151265770544904_2022883357_n
Bersamana Trainer: Dr. Derek Farrell dan rekan-rekan EMDR Cambodia di Jakarta, April 2011.

 

Setelah merasakan kegunaan menjadi terapis EMDR, penulis pun melanjutkan proses belajar dengan mengikuti pelatihan EMDR level 2 pada November 2012. Masih diselenggarakan oleh EMDR Indonesia dan HIMPSI Jaya, dengan trainer yang sama, Dr. Derek Farrell. Pada pelatihan EMDR level 2 ini, penulis mempelajari bagaimana mengaplikasikan EMDR pada kasus trauma lebih kompleks. Selain itu, penulis juga belajar tentang protokol EMDR untuk kasus phobia serta kecemasan. Sekali lagi, penulis sangat merasakan manfaat dari pelatihan level 2 ini.

 

Selepas pelatihan, para peserta masih dapat bertanya atau berkonsultasi pada para supervisor dari Indonesia. Bahkan sempat diadakan beberapa kali sesi sharing dari salah satu supervisor: Tri Hardi, M.Psi., Psikolog. Penulis sempat mengikuti dua sesi sharing tersebut di tahun 2013. Setelah itu, penulis masih menggunakan EMDR jika ada klien dengan masalah berbasis trauma. Namun, lama tidak mengikuti kegiatan di komunitas EMDR, hingga tahun 2015.

 

EMDR Supervisory training 1

Pada suatu hari di tahun 2015, penulis dihubungi oleh salah satu penggiat EMDR Indonesia, yaitu Dra. Tri Iswardani A., M.Si. Beliau menanyakan apakah penulis masih menggunakan EMDR dan apakah berminat mengikuti supervisory training. Saat itu, penulis masih menggunakan EMDR dalam praktek dan sangat berminat mengikuti kegiatan tersebut. Namun sebelum menjawab, tentunya penulis berkonsultasi dahulu dengan Kepala Jurusan Psikologi, Bapak Raymond Godwin. Setelah mendapatkan ijin, penulis pun menyanggupi ikut dalam rangkaian supervisory training pertama di Makaew Damneon Resort, Ratchburi, Thailand pada tanggal 27 Juli – 1 Agustus 2015.

 

Bersama dr. Nawanant, psikiater dari Thailand, supervisor EMDR.
Bersama dr. Nawanant, psikiater dari Thailand, supervisor EMDR.

EMDR Supervisory training adalah pelatihan bagi terapis EMDR yang ingin menjadi pembimbing kasus (case supervisor) bagi terapis yang baru belajar EMDR. Untuk pelatihan pertama, penulis bertugas menjadi observer sekaligus co-facilitator kelompok untuk sekelompok peserta dari Myanmar yang sedang menjalani pelatihan EMDR level 1. Peserta berasal dari latar belakang yang beragam, selain psikolog dan psikiater, ada juga dokter gigi, perawat, hingga project manager. Oleh karena pendekatan pelatihan agak berbeda dari biasanya, maka pelatihan tersebut dinamai “Modified EMDR level 1”.

 

Setelah bertugas menjadi observer sekaligus co-facilitator untuk peserta, dari pukul 08.00 – 16.00, peserta juga mendapatkan pengayaan mengenai peran seorang supervisor kasus EMDR. Dalam salah satu sesi pengayaan, penulis dan rekan-rekan calon supervisor lainnya juga diberikan tugas role play menjadi supervisor kasus, sementara rekan-rekan lainnya berperan menjadi supervisee. Di malam hari, setelah selesai sesi pengayaan, penulis dan rekan-rekan calon supervisor, supervisor, dan trainer ikut serta dalam rapat evaluasi sekaligus persiapan sesi training keesokan harinya. Dalam rapat evaluasi tersebut didiskusikan mengenai hasil dari diskusi kelompok kecil yang terdiri dari 5-6 orang peserta, 1 orang supervisor dan 1 co-facilitator. Melalui diskusi kelompok kecil tersebut, dapat terlihat materi training apa yang sudah jelas bagi peserta, serta apa yang perlu dieloborasi lebih lanjut pada sesi keesokan harinya.

 

Training yang berlangsung selama 6 hari ini tidak hanya dipenuhi kegiatan belajar, tetapi ada satu malam yang dikhususkan untuk bersantai dan bersosialisasi. Pada malam di hari Jumat, diadakan gala dinner, dimana peserta, calon supervisor, supervisor, trainer, serta perwakilan dari HAP Germany berkumpul di aula untuk makan makan malam bersama dan menikmati sajian pertunjukkan dari tiap-tiap Negara. Pada gala dinner tersebut, penulis ditunjuk untuk menjadi MC bersama dengan salah satu peserta dari Myanmar. Penulis juga berpartisipasi dalam pertunjukan sulap yang disajikan oleh Tim Indonesia. Kegiatan ini berakhir di hari Sabtu dengan membicarakan jadwal training selanjutnya.

 

EMDR Supervisory training 2

Supervisory training kedua yang penulis ikuti diadakan pada tanggal 1 – 6 Februari 2016 di Chiang Mai, Thailand. Kali ini, penulis penulis berangkat dari Jakarta bersama Dra. Tri Iswardani A., M.Si., supervisor EMDR dan dosen Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, dan beberapa rekan praktisi EMDR lainnya. Sama seperti supervisory training sebelumnya, penulis akan berperan sebagai co-facilitator dalam diskusi kelompok dan mendapatkan pengayaan mengenai peran supervisor. Training ini adalah kelanjutan dari pelatihan EMDR sebelumnya, sehingga peserta sama dengan training pertama. Perbedaannya, supervisory training kedua ini lebih terstruktur dan penulis mendapat lebih banyak waktu belajar dibandingkan sebelumnya. Pada training ini, calon supervisor diminta untuk mengevaluasi kompentensi sebagai seorang praktisi EMDR. Selain itu juga diminta mempersiapkan bahan ajar serta mempresentasikan bahan tersebut dalam role play menjelaskan materi pada supervisee selama 10 menit. Latihan ini terkait dengan salah satu kompetensi sebagai supervisor yaitu mampu menjelaskan aspek teoritis dan praktek dari EMDR.

 

A picture tells a thousand words”, selengkapnya mengenai pengalaman penulis di supervisory training, Chiang Mai terangkum dalam foto-foto di bawah ini:

 

 

Seorang peserta dari Myanmar mempresentasikan hasil diskusi kelompok.
Seorang peserta dari Myanmar mempresentasikan hasil diskusi kelompok.

 

Bersama Tim EMDR Indonesia.
Bersama Tim EMDR Indonesia.
Ibu Tri Iswardhani dari EMDR Indonesia memaparkan materi EMDR recent protocol, Studi Kasus Survivor Peledakan Bom di Thamrin.
Ibu Tri Iswardhani dari EMDR Indonesia memaparkan materi EMDR recent protocol, Studi Kasus Survivor Peledakan Bom di Thamrin.

Seperti yang telah disebutkan pada bagian pertama, supervisory training ini termasuk bagian dari “Mekong Project 3” yang didanai oleh HAP Germany. Biaya transportasi dan akomodasi penulis pun ditanggung oleh project, sehingga hampir tidak mengeluarkan biaya apa pun (kecuali transportasi dari dan ke Bandara Soekarno Hatta). Walaupun demikian, pengalaman mengikuti supervisory training ini tak ternilai harganya. Selain mendalami mengenai EMDR, penulis juga belajar cara membimbing, dan cara mengajar. Lebih jauh lagi, penulis juga mendapatkan teman baru dari beberapa Kamboja, Thailand, dan Myanmar. Oleh karena itu, penulis sangat menantikan supervisory training selanjutnya yang direncanakan akan berlangsung di Kamboja pada bulan April 2016. Nantikan cerita selanjutnya ya..

 

Tentang penulis:

Pingkan C. B. Rumondor, M.Psi., Psikolog ialah seorang psikolog klinis dewasa yang tertarik dengan isu hubungan romantis baik pacaran maupun pernikahan, serta trauma. Telah mengikuti workshop Couple and Family Therapy, serta sertifikasi terapis EMDR, dan sertifikasi alat ukur kepribadian Lumina. Bisa dihubungi di prumondor@binus.edu.