“HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN DIRI DAN BODY IMAGE PADA USIA REMAJA

Untuk Memenuhi Ujian Tengah Semester Mata Kuliah Metode Penulisan Yang Di asuh Oleh Bapak Wing S.Psi

DINA

1601242160

LA64

JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS HUMANIORA

BINA NUSANTRA UNIVERSITY
2015

  • BAB

PENDAHULUAN

  • Latar Belakang

Manusia adalah makhluk sosial yang berarti tidak dapat hidup tanpa orang lain. Menurut Walgito (2001) dorongan atau motif sosial pada manusia, mendorong manusia mencari orang lain untuk mengadakan hubungan atau interaksi sehingga memungkinkan terjadi interaksi antara manusia satu dengan manusia yang lain. Penerimaan diri yang baik ialah kemampuan seseorang untuk hidup dan bergaul secara wajar terhadap lingkungannya, sehingga remaja merasa puas terhadap diri sendiri dan lingkungan (Willis, 2005). Dalam masa remaja, seseorang mempersiapkan diri memasuki masa dewasa. Pada masa remaja akhir, keadaan pribadi, sosial dan moral berada dalam kondisi kritis atau critical period.

Dalam perkembangan sosial, pandangan remaja terhadap masyarakat dan kehidupan bersama dalam masyarakat banyak dipengaruhi oleh kuat atau tidaknya pribadi, citra diri dan rasa percaya diri. Hal ini terlihat pada banyaknya kasus yang terjadi, diantaranya banyak remaja yang mengalami krisis kepercayaan diri, baik dalam diri sendiri maupun lingkungan masyarakat. Percaya diri sebenarnya merupakan keberhasilan dari pengamatan “harga diri” yang dimiliki secara bertahap dalam proses Penerimaan diri dengan lingkungan. Masa remaja merupakan suatu proses yang terus berkembang, proses Penerimaan diri pun terjadi secara terus-menerus dan berkesinambungan. Proses Penerimaan diri dapat dikatakan berhasil bila seseorang dapat memenuhi tuntutan lingkungan, dan diterima oleh orang-orang di sekitar sebagai bagian dari masyarakat. Bila seorang remaja merasa gagal menyesuaikan diri dan merasa ditolak oleh lingkungan, maka akan menjadi regresif atau mengalami kemunduran. Lalu secara tidak sadar akan menjadi kekanak-kanakan (Suryanto, 2003).

Dengan demikian remaja pun memperlihatkan dengan memberikan 2 perhatian yang lebih terhadap masalah kulit, berat tubuh, tinggi badan yang ideal dan tentu saja ingin memiliki bentuk tubuh yang ideal seperti bentuk tubuh yang profesional, kekar.Untuk merubah penampilannya itu remaja rela menghabiskan waktu berjam-jam untuk mengubah penampilannya, hanya untuk merubah bentuk tubuhnya supaya dilihat menjadi lebih menarik, baik dari sudut pandang remaja sendiri atau personal maupun dari sudut pandang orang lain atau sosial. Menurut Conger dan Petersen (dalam Caspersen, 2000), masa remaja (masa adolecence) dianggap sebagai masa perpindahan atau masa transisi dari kanak-kanak yang tidak matang menuju ke masa dewasa yang lebih matang.

TABEL 1

Hubungan Bodyimage Dengan Penerimaan Diri

No Body Image Jumlah Presentase
1

 

2

 

 

3

 

4

 

5Minder

 

Mencoba berdandan berlebihan

 

Menuntupi kekurangan

 

Fisik Berperilaku aneh

 

Mencari perhatian35

 

8

 

 

13

 

15

 

2510,29

 

2,36

 

 

3,82

 

4,41

 

7,35 Jumlah9628,22

 

Dari tabel diatas terlihat bahwa masalah penerimaan diri terbanyak yang berhubungan dengan bodyimage adalah rasa minder yang dialami oleh remaja karena mereka merasa terdapat kekurangan secara fisik. Dan hal ini dialami oleh 35 remaja atau sekitar 10,29% dari seluruh remaja yang ada. Selanjutnya untuk aspek mencoba menutupi kekurangan body image responden paling kecil adalah mencoba berdandan berlebihan atau sekitar 8 remaja (2,35%).

Body image merupakan gambaran yang dimiliki dalam pikiran tentang ukuran, keadaan atau kondisi dan bentuk tubuh. Perubahan fisik yang dialami remaja bisa mempengaruhi hubungan dengan orang lain. Sebagian remaja ingin menghindari situasi atau orang tertentu karena merasa begitu rendah diri atau malu. Semua perubahan ini ada saatnya remaja tidak merasa yakin terhadap diri sendiri (kurang percaya diri) merasa gemuk, besar, kurus yang membuatnya merasa malu seakan semua orang di dunia memperhatikan ketidaksempurnaanya. Setitik jerawat bisa tampak sebesar bola dan membuat remaja ingin menggali lubang dan bersembunyi didalamnya. Hal ini mungkin menyebabkan sulit bergaul dan menyesuaikan diri dengan orang lain.

Body image ini secara umum dibentuk dari perbandingan yang dilakukan seseorang atas fisiknya sendiri dengan standar kecantikan yang dikenal oleh lingkungan sosial dan budayanya. Karena body image adalah bagian dari citra diri, yang punya pengaruh terhadap cara seseorang melihat dirinya. Selanjutnya akan menentukan juga cara seseorang menilai dirinya, positif atau negatif. Kalau seseorang menilai dirinya positif, maka remaja juga yakin akan kemampuan dirinya (Sloan, 2002). Pandangan remaja tentang penampilan dan aspek ke tubuhannya merupakan citra tubuhnya atau body image. Body image seseorang merupakan evaluasi terhadap ukuran tubuh, berat badan ataupun aspek-aspek lainnya dari tubuh yang berhubungan dengan penampilan fisik (Thompson & Altabe, 1993). Biasanya remaja memiliki anggapan-anggapan bahwa seseorang yang memiliki penampilan menarik seperti memiliki tubuh yang atletis, kekar dan proporsional dinilai memiliki atribut-atribut positif dalam bergaul dan 3 bersosialisasi dengan teman-temannya, lebih percaya diri dan dapat lebih mudah membina hubungan dengan lawan jenis.

Sebaliknya remaja beranggapan seseorang yang kurang menarik sering kali menerima perlakuan yang tidak menyenangkan seperti diskriminasi dalam pergaulan dan interpersonal dengan lawan jenis. Akibatnya remaja merasa perlu memperbaiki atau merubah penampilannya itu, dengan Mengubah penampilannya semenarik mungkin. Apalagi jika ini terjadi pada remaja yang mengalami pertumbuhan fisik yang kurang atau belum sempurna (late physical maturers) seperti kegemukan, kurus, pendek, tinggi, ectomorph, endomorph, mesomorph.

Dalam penelitian ini akan di khususkan pada masa remaja, karena perubahan fisik yang paling terasa adalah saat seorang individu mencapai usia remaja, banyak perubahan yang terjadi dan ini dikarenakan oleh beberapa faktor dan salah satunya adalah pengaruh hormonal yang tentu saja mempengaruhi penampilan fisik remaja, seperti bertambahnya berat badan, tinggi badan, dan lain sebagainya, serta dapat juga mempengaruhi perkembangan psikologis remaja seperti body image. Selain itu pada masa ini dianggap sangat penting dimana remaja berada dalam proses peralihan dan pencarian identitas diri dan cenderung berfikir egosentris, maka tingkah laku yang ditampilkan biasanya berdasarkan sudut pandang dari remaja itu sendiri tanpa mempertimbangkan sudut pandang orang lain (Hurlock, 1980). Oleh karena itu reaksi emosi remaja terhadap perubahan fisik yang terjadi sama pentingnya dengan perubahan psikologis yang terjadi tersebut, yang akan membawa dampak sangat besar pada body image-nya, (Rice, 1996)

 

 

  • Rumusan Masalah

Pada umumnya usia remaja mendambakan bentuk tubuh yang ideal sesuai dengan standar masyarakat. Ketidakpuasan terhadap tubuhnya menyebabkan mereka sulit dengan penerimaan dirinya sendiri dan mengalami persepsi tentang tubuh mereka. Fenomen-fenomena diatas itulah yang menyebabkan peneliti tertarik ingin mengetahui apakah ada hubungan positif antara penerimaan diri dan body image pada usia remaja ?

 

  • Tujuan Penelitian
  1. Untuk mengetahui hubungan Body Image terhadap penerimaan diri pada usia remaja.
  2. Untuk memberikan sumbangan positif terhadap perkembangan ilmu psikologi terutama yang berkaiatan dengan penerimaaan diri terhadap body image pada usia remaja.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian diharapkan dapat bermanfaat secara teoritis dan praktis.

  1. Secara teoritis

Penelitian ini dapat memberikan wawasan kepada pembaca tentang pentingnya memiliki citra tubuh (body image) yang positif dan menerima diri kita apa adanya. Selain itu, juga diharapkan mampu menambah ranah keilmuan dan sumber tela’ah untuk penelitian selanjutnya.

 

  1. Secara praktis

Penelitian ini dapat bermanfaat bagi:

  1. Remaja

Dapat memberikan pemikiran tentang memiliki citra tubuh yang positif dan meningkatkan penerimaan diri.

 

  1. Peneliti lainnya

Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu dijadikan dasar buat melakukan penelitian selanjutnya yang terkait dengan citra tubuh (body image) dan penerimaan diri.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

  1. Penerimaan diri

Penerimaan diri adalah kemampuan seseorang untuk hidup dan bergaul secara wajar terhadap lingkungannya, sehingga individu tersebut merasa puas terhadap diri sendiri dan lingkungan (Willis, 2005).

Menurut Hurlock (1973) Penerimaan diri yang baik akan menciptakan“inner harmony” yaitu seseorang merasa damai dengan keadaan dirinya dan hubungan dengan orang lain, menerima diri apa adanya, tidak ada pertahanan diri untuk menutupi siapa dirinya dan bahagia dengan keadaan dirinya.Penerimaan diri terhadap orang lain dan lingkungan sangat diperlukan oleh setiap orang, terutama dalam usia remaja. Pada usia ini remaja banyak mengalami kegoncangan dan perubahan dalam dirinya.

Hurlock (Wibowo, 2010) membagi dampak penerimaan diri menjadi dua kategori:

  1. Dalam penyesuaian diri

Orang yang memiliki penerimaan diri, mampu mengenali kelebihan dan kekurangannya. Individu yang mampu menerima dirinya biasanya memiliki keyakinan diri (self confidence) dan harga diri (self esteem). Selain itu mereka juga lebih dapat menerima kritik demi perkembangan dirinya. Penerimaan diri yang disertai dengan adanya rasa aman untuk mengembangkan diri ini memungkinkan seseorang untuk menilai dirinya secara lebih realistis sehingga dapat menggunakan potensinya secara efektif. Penilaian yang realistis terhadap diri sendiri, membuat individu akan bersikap jujur dan tidak berpura-pura, merasa puas dengan menjadi dirinya sendiri tanpa ada keinginan untuk menjadi orang lain.

  1. Dalam penyesuaian sosial

Penerimaan diri biasanya disertai dengan adanya penerimaan pada orang lain. Orang yang memiliki penerimaan diri akan merasa aman untuk menerima orang lain, memberikan perhatiannya pada orang lain, serta menaruh minat terhadap orang lain, seperti menunjukan rasa empati dan simpati. Dengan demikian orang yang memiliki penerimaan diri dapat melakukan penyesuaian sosial yang lebih baik dibandingkan dengan orang yang merasa rendah diri sehingga mereka cenderung berorientasi pada dirinya sendiri (self oriented). Ia dapat mengatasi keadaan emosionalnya tanpa mengganggu orang lain, serta toleran dan memiliki dorongan untuk membantu orang lain.

Aspek-aspek Penerimaan Diri

Menurut Supratiknya (1995) penerimaan diri berkaitan dengan:

a.Kerelaan untuk membuka atau rnengungkapkan aneka pikiran, perasaan, dan reaksi kita kepada orang lain. Membuka atau mengungkapkan aneka pikiran, perasaan, dan reaksi kita kepada orang lain, pertama-tama harus melihat bahwa diri kita tidak seperti apa yang 114 EMPATHY Vol.I No.1 Desember 2012 dibayangkan, dan pembukaan diri yang akan kita lakukan tersebut diterima atau tidak oleh orang lain. Kalau kita sendiri menolak diri (self-rejecting), maka pembukaan diri akan sebatas dengan pemahaman yang kita punya saja. Dalam penerimaan diri individu, terciptanya suatu penerimaan diri yang baik terhadap kekurangan dan kelebihan yang dimiliki, dapat dilihat dari bagaimana ia mampu untuk menghargai dan menyayangi dirinya sendiri, serta terbuka pada orang lain.

  1. Kesehatan psikologis.

Kesehatan psikologis berkaitan erat dengan kualitas perasaan kita terhadap diri sendiri. Orang yang sehat secara psikologis rnemandang dirinya disenangi, mampu, berharga, dan diterima oleh orang lain. Orang yang menolak dirinya biasanya tidak bahagia dan tidak mampu rnembangun serta melestarikan hubungan baik dengan orang lain. Maka, agar kita tumbuh dan berkembang secara psikologis, kita harus menerima diri kita. Untuk rnenolong orang lain tumbuh dan berkernbang secara psikologis, kita harus menolongnya dengan cara memberikan pemahaman terhadap kesehatan psikologis, agar rnenjadi lebih bersikap menerima diri.

  1. Penerimaan terhadap orang lain.

Orang yang menerima diri biasanya lebih bisa menerima orang lain. Bila kita berpikiran positif tentang diri kita, maka kita pun akan berpikir positif tentang orang lain. Sebaliknya bila kita menolak diri kita, maka kita pun akan menolak orang lain.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Diri Menurut Hurlock (Nurviana, 2006) penerimaan diri dipengaruhi oleh sejumlah faktor, diantaranya adalah :

  1. Aspirasi yang realistis.

Individu yang mampu menerima dirinya harus realistis tentang dirinya dan tidak mempunyai ambisi yang tidak mungkin tercapai.

  1. Keberhasilan.

Agar individu menerima dirinya, individu harus mampu mengembangkan faktor peningkat keberhasilan sehingga potensinya berkembang secara maksimal.

  1. Wawasan diri.

Kemampuan dan kemauan menilai diri secara realistis serta menerima kelemahan serta kekuatan yang dimiliki akan meningkatkan penerimaan diri.

  1. Wawasan sosial.

Kemampuan melihat diri pada individu seperti pandangan orang lain tentang diri individu tersebut menjadi suatu pedoman untuk memungkinkan berperilaku sesuai harapan individu.

  1. Konsep diri yang stabil.

Bila individu melihat dirinya dengan satu cara pada suatu saat dan cara lain pada saat lain, yang kadang menguntungkan dan kadang tidak, akan menyebabkan ambivalensi pada dirinya. Agar tercapainya kestabilan dan terbentuknya konsep diri positif, significant others memposisikan diri individu secara menguntungkan.

  1. Body Image

Body image adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi penampilan dan potensi tubuh saat ini dan masa lalu yang secara berkesinambungan dimodifikasi dengan pengalaman-pengalaman baru setiap individu (Stuart and Sundeen, dalam Kelliat 1992).

Body image berhubungan dengan kepribadian. Cara individu memandang diri mempunyai dampak yang penting pada aspek psikologisnya. Pandangan yang realistik terhadap diri, menerima dan mengukur bagian tubuh akan memberi rasa aman, sehingga terhindar dari rasa cemas dan meningkatkan harga diri (Keliat, 1992).

 

Aspek-aspek Body Image

Komponen Body Image Thompson dan Altabe (1990) mengatakan bahwa body image memiliki keterkaitan dengan tiga komponen lainnya, yaitu:

  1. Komponen Persepsi Komponen ini memperlihatkan sejauh mana ketepatan individu dalam memperkirakan keseluruhan tubuhnya.
  2. Komponen Sikap Komponen sikap ini berhubungan dengan kepuasan individu terhadap tubuhnya, perhatian individu terhadap tubuhnya, kognisinya, evaluasi serta kecemasan individu terhadap penampilan tubuhnya.
  3. Komponen Tingkah Laku Komponen tingkah laku ini menitik beratkan pada penghindaran individu dari situasi yang menyebabkan individu mengalami ketidak nyamannan yang berhubungan dengan penampilan fisiknya.

Dapat ditarik kesimpulan bahwa dari ketiga komponen yang dimiliki Body Image adalah komponen persepsi atau sejauh mana ketepatan individu dalam memperkirakan keseluruhan tubuhnya, kemudian komponen sikap yaitu perhatian serta kecemasan individu terhadap penampilan tubuhnya, serta komponen tingkah laku yaitu cara individu menghindari situasi yang tidak nyaman yang timbul karena penampilan fisiknya.

  1. Remaja (adolescence)

Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa, bukan hanya dalam artian perkembangan fisik tetapi juga psikologis. Oleh karenanya perubahanperubahan fisik yang terjadi itulah yang merupakan gejala primer dalam pertumbuhan remaja, sedangkan perubahanperubahan psikologis muncul antara lain sebagai akibat dari perubahan-perubahan fisik (Sarwono, 2003). Definisi lain juga dikemukakan oleh Muangman (dalam Sarwono, 2003), bahwa remaja adalah suatu masa dimana :

  1. Individu berkembang dari saat pertama kali remaja menunjukan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat remaja mencapai kematangan seksual.
  2. Individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa.
  3. Terjadi peralihan dari kerergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri

Istilah adolescence atau remaja, seperti yang dipergunakan saat ini, mempunyai arti yang lebih luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik. Pandangan ini diungkapkan oleh Piaget (dalam Hurlock, 1980) dengan mengatakan secara psikologis, masa remaja adalah masa usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa bahwa tingkat orang yang lebih tua melainkan berada pada tingkat yang sama atau sejajar, sekurang-kurangnya dalam masalah hak

Dalam pandangan psikologis, seseorang dikatakan mulai menginjak masa dewasa bila ia telah mencapai suatu titik dimana individu tersebut sudah tidak lagi menjalani kehidupan seperti masa kanakkanak. Ditambahkan pula oleh Santrock (1998) bahwa remaja merupakan suatu periode yang unik dan merupakan masa transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa, yang meliputi adanya perubahan fisik, kognitif dan sosial emosional. Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang lebih matang yang meliputi adanya perubahan fisik, kognitif dan sosial emosional, serta banyak sekali perubahan yang harus dihadapi dan bersinggungan secara langsung dengan sisi psikologis kehidupan. Ciri-ciri Masa Remaja Menurut Hurlock (1980) remaja mempunyai ciri-ciri antara lain:

  1. Masa remaja sebagai periode yang penting : disebut sebagai periode penting dalam kehidupan karena pada masa ini terjadi perubahan-perubahan fisik dan psikis yang akan sangat mempengaruhi jiwa dan karakter dari remaja tersebut. Perubahan dan perkembangan ini menimbulkan perlunya penyesuaian mental dan membentuk sikap, nilai dan minat baru.
  2. Masa remaja sebagai periode peralihan : terjadinya peralihan pola psikologis dan karkter dari seorang anak-anak tetapi belum sampai pada tahapan dewasa, maka 10 dalam tahap ini sering menjadi kebinggunggan dari sang remaja akibat pencarian dan pematangan jati dirinya.
  3. Masa remaja sebagai periode perubahan : terjadinya masa perubahan yang bersamaan baik fisik, psikis, dan perilaku. Perubahan tersebut mempunyai hubungan yang sangat erat, apabila fisiknya berkembang dengan baik dan pesat, maka perilaku dan pikirannya pun mengalami peningkatan begitu juga sebaliknya.
  4. Masa remaja sebagai pencari masa identitas : remaja adalah manusia biasa yang merupakan makhluk sosial maka mereka akan berusaha untuk mencari identitas dirinya apakah dalam kelompok, lingkungan atau mengidolakan seseorang.
  5. Masa remaja adalah usia yang menimbulkan ketakutan : terjadinya banyak perubahan terutama dalam bentuk fisik yang mengakibatkan remaja memaksa untuk dianggap dewasa.
  6. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik : pada masa remaja mereka memandang, melihat dan memutuskan segala sesuatu berdasarkan “kacamata” mereka saja. Mereka sangat sulit menerima informasi dari orang lain kecuali dari kelompoknya.
  7. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa: dengan semakin mendekatnya usia kematangan yang sah, para remaja menjadi gelisah untuk meningkatkan “image” sehingga mereka akan berusaha menempatkan dirinya sebagai orang dewasa maka mereka akan mengikuti perilaku keseharian orang dewasa.

 

  1. Hubungan antara Penerimaan diri dan Body Image Pada Usia Remaja

Masa remaja adalah masa transisi dari kanak–kanak ke dewasa (Willis, 1994) yang dialami sebelumnya akan mempengaruhi masa yang akan datang. Bila beralih dari masa kanak–kanak ke remaja, harus meninggalkan sesuatu yang bersifat kekanak–kanakan dan mengubah pola perilaku dan sikap baru untuk menggantikan pola perilaku dan sikap lama. Beralihnya masa maka terjadi pula banyak perubahan seperti perubahan fisik, pola emosi, sosial, minat, moral, dan kepribadian. Pada masa ini terjadi pula Penerimaan diri terhadap lingkungan sosialnya. Remaja cenderung berkelompok dengan teman sebaya. Pada penyesuaian ini remaja akan mencari identitas diri tentang siapakah dirinya dan bagaimana peranannya dalam masyarakat.

Persepsi dan evaluasi remaja terhadap Body Image dipengaruhi oleh serangkaian masalah yang kompleks, di antaranya yang pertama adalah adanya perubahan fungsi-fungsi kognitif pada remaja yang membuat ramaja mampu mengkonstruksi dan melakukan interpretasi kembali teoriteori mereka mengenai tubuh dengan cara baru yang berbeda. kedua, perubahan-perubahan fisik dan kognisi yang terjadi sering dengan meningkatnya isu konformitas terhadap teman-teman sebaya.

Menurut Botta (Amalia, 2007) komparasi sosial yang dilakukan oleh remaja perempuan dan laki-laki tentang apa yang disebut body image yang indah, yaitu memperhatikan dengan seksama citra tubuh dalam diri di lingkungan maupun masyarakat, serta media informasi yang sesungguhnya. Mempelajari, serta mencari tahu apa itu citra tubuh yang indah, kemudian memutuskan seperti apa mereka harus berpenampilan yang baik, serta membandingkan penampilan mereka dengan apa yang disebut cantik dan indah oleh masyarakat, yang menjadikan sumber informasi bagi remaja, dan terakhir memotifasi diri mereka untuk dapat mengubah penampilan serta menyesuaikan dengan citra tubuh yang mereka lihat, sehingga remaja dengan mudah membentuk pemahaman-pemahaman realistis yang menimbulkan penerimaan diri yang 118 EMPATHY Vol.I No.1 Desember 2012 baik pada remaja.

Penerimaan diri banyak dipengaruhi oleh body image berupa budaya dan standarisasi masyarakat mengenai penampilan dan kecantikan, meliputi konsep kurus, gemuk, indah dan menawan ketika dilihat. Sehingga body image menjadi isu yang meluas dikalangan remaja. Penerimaan diri juga dipengaruhi oleh penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri, baik berupa penilaian negatif maupun penilaian positif yang akhirnya menghasilkan perasaan keberhargaan atau kebergunaan diri dalam menjalani kehidupan, yang sewaktu-waktu bisa menjadi pengaruh yang sangat kuat pada diri remaja.

 

Hipotesis

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan tersebut, maka peneliti mengajukan hipotesis penelitian bahwa ada hubungan positif antara body image dengan penerimaan diri pada mahasiswa. Artinya semakin tinggi tingkat body image maka semakin tinggi penerimaan diri, sebaliknya semakin rendah tingkat body image maka semakin rendah tingkat penerimaan diri.