KENNY NOVIASARI – 1601269124

Latar Belakang

Kurangnya kontrol pada nafsu makan menjadi salah satu indikasi adanya polarisasi pada kebiasaan makan (Counihan, 1999; Holm & Iversen, 1997). Dimana terkadang individu menjadi kelebihan makan dan secara bergantian menjadi sebaliknya (Lupton, 1996). Semua orang mengalami perubahan kebiasaan makan, kebiasaan makan tersebut muncul dari cara individu mengatur jam-jam aktivitasnya sehari-hari. Pengaruh sosial dan budaya terhadap nafsu makan dan perubahannya telah didokumentasikan beberapa tahun terakhir (Mennel et al, 1992), tapi aktivitas dan pengalaman makan sehari-hari sangat jarang diinvestigasi (Jenkins, 1999). Rasa lapar, kenyang, dan nafsu makan telah mengarah kepada pendekatan ‘explanatory principle’ yang disimpulkan dari hasil observasi dan pengukuran dalam lingkup proses fisiologis, daripada mengarah ke pendekatan lain yang dibandingkan kepada pendekatan ‘spesific sensation’ yang dimana tumbuh dari adanya keinginan atas makanan (Blundell & Rogers, 1991).

Penelitian ilmu sosial terhadap rasa lapar, kenyang dan nafsu makan dan cara penyajian makanan dan makan dianalisa dan dibagi menjadi 3 level yang terinspirasi dari seorang antropolog yang bernama Nancy Scheper-Hughes dan Margaret Lock yang membagi menjadi level analisa yang berbeda yaitu individu, sosial dan ‘politik’ (Scheper-Hughes & Lock, 1987). Pada level sosial, menurut Roland Barthes, makna asosiatif pada makanan telah meluas kearah modernisasi. Yang dimana orang-orang lebih melihat aspek ‘nilai’ daripada aspek nutrisionalnya. Sebelumnya makanan sebagai penanda adanya acara-acara tertentu, namun sekarang meluas ke konteks sosial. Aktivitas makan meningkat menjadi karakter yang melampaui dan mengganti tujuan utamanya (Barthes, 1979).

Makanan merupakan simbol budaya yang tersebar di masyarakat. Makanan telah menjadi sebuah tren dimana fenomena sosial tersebut menjadi daya tarik dan juga menggambarkan lifestyle publik yang mengonsumsinya. Terlebih lagi ketika social media berperan dalam publisitas makanan, yang membuat orang-orang tertarik untuk mencobanya. Dunia media dan ketertarikan pada makanan mencerminkan gaya hidup masa kini. Hubungan antara social media dan makanan telah membentuk pengalaman estetis dengan adanya korespondensi antara self sustaining attraction (internal) dan menciptakan adanya ketertarikan (external). Faktor eksternal tersebut tidaklah menjadi pengganggu namun menarik perhatian publik dengan menciptakan adanya perilaku estetis, kecenderungan yang meliputi apa yang kita hadapi secara visual, mengidentifikasi karakteristik perceptual secara spesifik ke sebuah objek (Desideri, 2004) dan mengaplikasikan ke dalam interpretasi social dan satuan individu sebagai pilihan individu tersebut sendiri, dan pada waktu yang sama menjadi transformasi sosial. Makanan ditawarkan melalui bentuk komunikasi yang mewakili apa yang subjek senangi. Pengalaman estetis yang berhubungan dengan makanan merupakan transisi antara internal dan eksternal dibuktikan oleh adanya kesenangan (Levinson, 1996) dan taste.

 

Terlebih lagi ketika ditemukan tren makanan sehat atau biasa disebut well-being food dimana mulai tumbuhnya kesadaran masyarakat akan makanan sehat dan alami yang telah dikemukakan oleh ISTAT dalam data penelitiannya, bahwa ada peningkatan dalam adanya kesadaran akan pilihan makanan sehat. Tidak hanya untuk alasan lifestyle, namun hal ini juga menjadi prinsip dimana mereka membuat pilihan mengenai apa yang akan mereka konsumsi dan menjadi bagian dari kultur dan masyarakat yang menggambarkan hubungan, lifestyle dan kebiasaan (Secondulfo, 2012). Hubungan antara makanan dan kesehatan telah mempengaruhi perubahan dalam gaya hidup masa kini. Di Italia misalnya, sebagian besar masyarakatnya lebih memilih untuk makan dirumah (ISTAT, 2013) karena adanya krisis finansial yang sedang berlangsung. Kegiatan makan di luar rumah telah digantikan oleh makan siang atau makan malam di rumah atau dengan membawa bekal ke tempat kerja. Oleh karena itu orang Italia mungkin lebih sering terlihat di dapur daripada menyantap makanan diluar rumah.

 

Pada era meningkatnya jumlah pengguna social media, banyak orang ketika sedang akan menyantap makanan tidak hanya sekedar memakannya saja, namun juga memfotonya. Karna di banyak kasus, banyak orang-orang yang senang mendokumentasikan hidupnya dan aktivitas yang dilakukannya, atau pun dapat juga karena sedang merayakan acara khusus namun hal tersebut telah menjadi sebuah tren. Ketika sebuah makanan dan foto digabungkan, akan tergabung adanya unsur seni atau food art. Photo Sharing yang dilakukan oleh pengguna social media telah membentuk adanya ketertarikan, ketika foto makanan yang di-share terlihat menarik mata akan membuat orang-orang yang melihatnya secara naluriah ingin mencobanya.

 

 

 

Variabel Independen           

  • Definisi Photo Sharing

Photo Sharing merupakan sebuah kegiatan dimana individu mempublish atau mentransfer foto berbentuk digital secara online, dan membagi foto mereka kepada orang lain. Banyak aplikasi photo sharing bermunculan semenjak perkembangan internet semakin pesat. Hal tersebut melahirkan timbulnya sebuah tren dimana banyak orang senang untuk mendokumentasikan kegiatan yang dilakukannya dan diperlihatkan kepada banyak orang. Photo sharing juga banyak dilakukan pengguna internet untuk banyak hal seperti mengiklankan produk, memberikan informasi acara, pemberian motivasi dan banyak hal lainnya. Contohnya pada instagram, kemunculan instagram diawali dengan banyaknya situs-situs photo sharing seperti Flickr, Photobucket dan Picasa yang lebih dahulu banyak digunakan oleh pengguna internet. Pada instagram, fitur yang ditawarkan sebenarnya sangatlah sederhana. Penggunanya dapat mengupload foto atau video pendek yang hanya berdurasi beberapa detik saja, fitur love dan komentar. Namun instagram menjadi salah satu situs photo sharing yang paling banyak diminati oleh pengguna internet di dunia.

  • Perkembangan Photo Sharing

Situs photo sharing merupakan situs yang digunakan menyimpan dan menshare foto. Pengguna situs dapat mengupload foto mereka ke situs tersebut yang dimana tersimpan di server. Salah satu situs photo sharing generasi awal adalah Ofoto. Ofoto diluncurkan pada tahun 1999 dan dijalankan oleh Kodak di tahun 2001, lalu diubah namanya menjadi Kodak EasyShare Gallery. Lalu mulai berkembang juga banyak situs-situs photo sharing yang sekarang paling banyak digunakan seperti Flickr, Photobucket, Picasa dan Instagram.

  • Definisi Online Social Media

Fungsi utama dari social media merupakan untuk membagikan konten kepada orang-orang. Jika akan mengupload konten yang diinginkan user, biasanya user akan diminta untuk mendaftar terlebih dahulu dan membuat sebuah profil pribadinya. User dapat secara bebas memilih konten yang akan dipublikasikan, jika ingin dipublikasikan secara luas atau dengan orang-orang tertentu saja. Tipe konten dapat saja berupa status update, foto, audio ataupun video.

Penggunaan kata ‘social media’ telah banyak didiskusikan sejak web 1.0 dan web 2.0 dirilis pada awal tahun 2000an, meskipun kata tersebut sulit didefinisikan. Tim dan John mempublikasikan artikel pada tahun 2005 berjudul “What is Web 2.0?” yang dideskripsikan sebagai pola dan model bisnis untuk perangkat lunak generasi selanjutnya. Artikel tersebut menjadi salah satu makalah mengenai Web 2.0 yang digunakan oleh banyak peneliti seperti Gilchrist, Levy, Lietsala, dan Sirkkunen. Tapi social media masih belum memiliki definisi yang jelas dan banyak peneliti mengaplikasikan kata tersebut kedalam implikasi yang berbeda-beda. Seperti Safko dan Brake mendefinisikan sebagai “activities, practices, and behaviors among communities of people who gather online to share information, knowledge and opinions using conversational media”. Sedangkan Bowley mendefinisikan social media sebagai “collaborative online applications and technologies which enable and encourage participation, conversation, opennes, creation and socialization amongst a commuinty of users”. Dari berbagai definisi tersebut, ada aspek yang sama yaitu ‘orang-orang yang memproduksi sebuah konten’.

Variabel Dependen

  • Definisi Nafsu Makan

Nafsu makan merupakan sebuah keinginan alamiah untuk memenuhi kebutuhan fisiologis terhadap makanan. Setiap orang membutuhkan makanan agar dapat beraktivitas dan menjalankan kewajibannya setiap hari. Makan menjadi salah satu dari 7 kebutuhan dasar manusia, yaitu kebutuhan fisiologis. Setiap manusia membutuhkan banyak nutrisi yang dapat diperoleh dari makanan.KENNY

Kebutuhan fisiologis berada pada posisi paling bawah yang artinya sangat penting dan wajib untuk dipenuhi. Kebutuhan fisiologis tidak hanya kebutuhan untuk makan saja, namun minum, tempat tinggal, dan beristirahat. Kebutuhan fisiologis lebih banyak kepada kebutuhan tubuh yang harus terus dipenuhi. Luptopn menjelaskan bahwa adanya pengalaman subjektif pada rasa lapar dan nafsu makan yaitu ‘flavoured with feelings’ ketika makanan favorit kita sedang dimasak, saat itu secara otomatis mulut kita berliur. Rasa lapar dapat muncul tanpa adanya perasaan akan nafsu makan. Namun, kehilangan nafsu makan biasanya diikuti oleh adanya perasaan cemas, takut, kehilangan, atau dapat juga rasa bahagia dan jatuh cinta. Hilangnya nafsu makan seperti pada keadaan emosional tersebut dapat terasa sedemikian rupa sehingga tidak terpikir adanya perasaan ingin makan, namun ada sensasi perut kosong ketika sedang terasa lapar. Dapat timbul adanya kecenderungan emosi pula, seperti cemas, kesal dan marah (Lupton, 1996).

Pengaruh Antar Variabel

  • Photo Sharing pada Online Social Media Mempengaruhi Nafsu Makan

Kegiatan photo sharing pada online social media dapat berupa food photo sharing atau mempublikasikan foto berupa makanan. Biasanya pengguna social media mengupload foto makanan ketika akan menyantap sebuah makanan baik dirumah maupun di restoran atau café. Di tahun-tahun terakhir, food photo sharing menjadi sangat booming dan menjadi sebuah tren. Banyak orang mengambil foto makanan sebelum akan memakannya dan hal tersebut telah menjadi fenomena sosial yang menarik. Foto-foto makanan yang diupload oleh penggunanya telah menciptakan adanya attractiveness atau ketertarikan. Ketertarikan yang dimaksud adalah ketertarikan kepada sebuah objek yang konkrit, yaitu dalam kasus ini kepada makanan. didukung oleh teori Spinoza yang menjelaskan akan adanya desire atau hasrat yang dalam hal ini menjelaskan tentang desire akan makanan. Spinoza menjelaskan akan adanya naluri manusia secara alamiah untuk mengikuti hasrat atau keinginannya akan sesuatu.

Attractiveness merupakan sebuah konsep yang berasal dari psikologi interpersonal, yang dideskripsikan ke perilaku yang positif atau sebuah orientasi kepada orang lain atau benda lain. Didasarkan pada ekspektasi individual (Umberson & Hughes, 1987). Pendekatan evolusioner pada pengukuran attractiveness menekankan pada pentingnya sifat individu masing-masing (Gangestad & Scheyd, 2005). Attractiveness pada dasar teoritisnya juga memiliki pengaruh dari socialization theory, social expectancy theory dan fitness-related evolutionary theory (Langlois et al, 2000). Pada kasus ini, foto makanan yang ada pada kegiatan photo sharing mengembangkan adanya attractiveness kepada individu yang melihatnya. Attractiveness yang dimaksud itu merupakan adanya ketertarikan yang dipicu oleh visualisasi makanan berupa foto yang di-sharing oleh pengguna social media. Adanya kecenderungan individu yang meliputi apa yang dihadapi secara visual, mengidentifikasi karakteristik perceptual secara spesifik ke sebuah objek (Desideri, 2004) dan mengaplikasikan ke dalam interpretasi sosial dan satuan individu sebagai pilihan individu tersebut sendiri, dan pada waktu yang sama menjadi transformasi sosial. Makanan ditawarkan melalui bentuk komunikasi yang mewakili apa yang subjek senangi. Pengalaman estetis yang berhubungan dengan makanan merupakan transisi antara internal dan eksternal dibuktikan oleh adanya kesenangan (Levinson, 1996) dan taste.

Hipotesis

Berdasarkan jurnal dan penelitian terdahulu, didapatkan hipotesis sementara sebagai berikut, yaitu;

H         : Adanya pengaruh pada kegiatan photo sharing pada online social media terhadap nafsu makan individu.

REFERENSI

Azis, P. (2011, May 16). How and Why Online Photos of Food are Shared. Retrieved from PSFK: http://www.psfk.com/2011/05/how-and-why-online-photos-of-food-are-shared.html

Keenan, A., & Shiri, A. (2009). Sociability and social interaction on social networking websites. 1-14.

Kristensen, S. (2000). Social and cultural perspectives on hunger, appetite and satiety. Social and cultural perspectives , 473-478.

Lasen, A., & Cruz, E. G. (2009). Digital Photography and Picture Sharing: Redefining the Public/Private Divide. Digital photography and picture sharing , 206-215.

Liu, S.-H., Yin, M.-C., & Huang, T.-H. (2013). Adolescents’ Interpersonal Relationships with Friends, Parents, and Teachers When Using Facebook for Interaction. 1-6.

Osterrieder, A. (2013). The Value and Use of Social Media as Communication Tool in The Plant Sciences. Osterrieder Plant Methods , 9:26.

Perez, M., & Gomez, J. M. (2011). Why Do People Use Social Networks? Communications of the IIMA , 41-49.

Photo Sharing Site. (n.d.). Retrieved from The Free Dictionary: http://www.encyclopedia2.thefreedictionary.com/photo+sharing+site

Vallor, S. (2011). Flourishing on facebook: virtue friendship & new social media. 1-16.

Viviani, D. (2013). Food, mass media and lifestyles. A hyperreal correlation. University of Verona (Italy), Department of Time, Space, Image, Society – Section of Sociology , 168-175.

Wachsman, D. (2013, November 19). Photo Sharing. Retrieved from Collins: http:www.collinsdictionary.com/submission/7159/Photo%20sharing

What’s Behind the Food Photography Trend? (INFOGRAPHIC). (2011, 05 09). Retrieved from Mashable: http://mashable.som/2011/05/09/foodtography-infographic/

Wirtz, B. W., Piehler, R., & Ullrich, S. (2013). Determinants of Social Media Website Attractiveness. Determinants of Social Media Website , 11-33.