Caroline – 1601279163 – LC64

Latar Belakang

Kebutuhan yang semakin padat dan bermacam-macam serta kenaikan BBM yang terus melunjak menyebabkan banyak individu dituntut untuk bekerja sebagai pemenuhan kebutuhan sehari-hari mereka. Dari mulai tenaga kerja usia muda hingga tua terjun dalam aktivitas organisasi. Perubahan dalam bidang ekonomi ini, mendorong organisasi untuk berbenah diri dalam menghadapi persaingan yang ada. Pembenahan diri perusahaan dapat dilakukan dengan mempersiapkan tenaga kerja yang ulet dan terampil sehingga dicapailah performa kerja yang baik yang akan meningkatkan produktifitasperusahaan (Mufunda, 2006). Dalam mencapai tujuan tersebut, pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM) menjadi hal yang sangat penting dalam siklus hidup organisasi. Sumber Daya Manusia dianggap sebagai investasi yang berharga bagi perusahaan karena kinerja mereka memberikan hasil yang nyata bagi perusahaan (Zhang & Jin, 2006). Dengan kata lain, Sumber Daya Manusia berperan penting dalam mensukseskan suatu organisasi. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Beig, Karbasian, dan Ghorbanzad (2012) bahwa penerapan Sumber Daya Manusia akan meningkatkan kualitas pekerja dan kondisi ini akan berkorelasi positif dengan kemajuan operasional organisasi.

Berdasarkan “Berita Resmi Statistik (BPS Provinsi DKI Jakarta) terhadap keadaan ketenagakerjaan DKI Jakarta pada tahun 2014 disebutkan bahwa jumlah angkatan kerja pada Februari 2014 tercatat 5,19 juta orang, bertambah sekitar 74,81 ribu orang dibandingkan jumlah angkatan kerja pada Februari 2013 sebesar 5,11 juta orang. Kemudian jumlah penduduk yang bekerja di Provinsi DKI Jakarta pada Februari 2014 sebesar 4,68 juta orang, bertambah sekitar 48,41 ribu orang jika dibandingkan dengan keadaan Februari 2013 sebesar 4,63 juta orang. Pada Februari 2014, status pekerjaan sebagai buruh/karyawan merupakan yang terbanyak, yaitu sebesar 3,17 juta orang (67,85 persen).Bekerja merupakan salah satu aspek yang penting dalam kehidupan manusia saat ini untuk memenuhi kebutuhan dasar serta emosi dan kebanyakan pekerja menghabiskan waktu rata-rata delapan jam sehari di tempat kerjanya (Harter, Schmidt &Hayes , 2002). Kondisi ini menyebakan sebagian besar waktu seorang pekerja itu dihabiskan di tempat kerja.

Dalam dunia kerja individu menghadapi segala tugas, trainingpengembangan kemampuan, lingkungan sosial di tempat kerja, serta penguasaan alat-alat yang mereka gunakan. Dalam menjalankan tugasnya sebagai pekerja atau karyawan, ada hal-hal yang menyenangkan dan tidak menyenangkan yang mereka hadapi. Konflik di tempat kerja merupakan keadaan dalam suatu kehidupan yang tidak dapat terelakkan. Ada banyak hal yang menjadi masalah dalam dunia kerja, misalnya individu tidak dapat memenuhi target yang telah ditetapkan oleh perusahaan, kurangnya hubungan komunikasi antara atasan atau bawahan, gaji yang kurang memuaskan, kondisi tempat kerja yang kurang memadai, atasan yang otoriter, pekerjaan yang overload, pekerjaan yang tidak sesuai dengan peminatan, tidak adanya promosi jabatan atau bahkan jarak antara rumah dan kantor yang jauh dijangkau. Hal-hal tersebut dapat memicu konflik bagi perusahaan dan individu itu sendiri.Di sisi lain individu memerlukankenyamanan dan kecocokan di tempat kerja mereka.Sehingga dengan adanya kenyamanan, mereka dapat melaksanakan peran mereka masing-masing dalam suatu pekerjaan dengan baik.

Individu tidak hanya memiliki masalah dalam pekerjaan saja, ada pula masalah lain yang muncul serta memusingkan, terlebih dengan masalah pribadi lainnya yang mereka hadapi dirumah, setiap individu pasti memiliki masalah yang beraneka ragam antara lain masalah rumah tangga yang melibatkan faktor perekonomian yang kurang stabil, kurangnya waktu yang dihabiskan bersama anak dan pasangan, orang tua yang single-parent, kehadiran pihak ketiga, kurangnya keterlibatan komunikasi satu sama lain antara anggota keluarga atau pasangan dan sebagainya. Amstad, Meier, Fasal, Elfering dan Semer (2011) menjelaskan bahwa kepuasan dalam kehidupan keluarga berkontribusi terhadap kepuasan dalam kehidupan pekerjaan, sehingga dengan demikian keduanya saling mempengaruhi. Hal inilah yang menuntut setiap individu untuk selalu mengupayakan kesejahteraan di dalam kehidupan keluarganya agar kebahagiaan di tempat kerjanya pun tercapai. Sejalan dengan itu, ketidakseimbangan yang terjadi antara pekerjaan dan keluarga akan membawa dampak buruk bagi kebahagiaan karyawan.

Ketidakseimbangan antara pekerjaan dan keluarga disebut sebagai Work-Family Conflict. Menurut Ching dalam Rantika dan Sunjoyo (2011) Work-Family Conflictsecara umum dapat didefinisikan sebagai bentuk konflik peran dimana tuntutan peran dari pekerjaan dan keluarga secara mutual tidak dapat disejajarkan dalam beberapa hal. Menurut Greenhaus dan Beutell (1985) menjelaskan bahwa terdapat tiga dimensi Work-Family Conflict, yaitu : (1) Time-based conflict, merupakan konflik yang terjadi ketika waktu yang tersedia untuk memenuhi peran di pekerjaan (keluarga) tidak dapat digunakan untuk memenuhi peran di keluarga (pekerjaan) dengan kata lain pada waktu yang sama seorang yang mengalami Work-Family Conflicttidak akan bisa melakukan dua atau lebih peran sekaligus. Misalnya jam kerja yang panjang, waktu kerja yang tidak fleksibel dan lembur membuat individu kekurangan waktu dalam memenuhi tuntutan keluarga secara maksimal (Byron, 2005). (2) Strain-based conflict, merupakan ketegangan yang disebabkan oleh salah satu peran membuat seseorang sulit untuk memenuhi tuntutan perannya yang lain. Misalnya, seorang karyawan yang seharian bekerja akan merasakan kelelahan dan menyebabkannya kesulitan dalam melakukan pekerjaan di rumah. Konflik ketegangan ini bisa memicu tekanan darah meningkat, kecemasan, kelelahan, cepat marah dan depresi. (3) Behavior-based conflict, merupakan konflik yang muncul ketika pola dari suatu perilaku pada peran yang sedang dijalankan tidak sesuai dengan harapan perilaku pada peran yang lainnya. Sebagai contoh seorang manager pria saat bekerja diharapkan memiliki kepercayaan diri, emosi yang stabil, agresif dan objektif, sedangkan ketika berada di rumah mungkin diharapkan menjadi orang yang hangat, melindungi, dan emosional.

Melihat deskripsi fenomena di atas mengenai konflik yang timbul antara dua dimensi peran yang berbeda,peneliti merasa bahwa keseimbangan antara pekerjaan dan keluarga merupakan tanggung jawab yang besar dan patut dipenuhi karena keduanya merupakan elemen yang penting dalam suatu kehidupan. Dari pandangan tersebut peneliti merasa bahwa apakah Work-Family Conflictakan memberikan hubungan terhadap kepuasan di tempat kerja. Apa yang terjadi di rumah akan memberikan hubungan pula di tempat kerja individu.

Kepuasan kerja sendiri adalah sikap/perilaku dan perasaan individu yang positifterhadap pekerjaannya.Menurut Spector (1996) mengungkapkan bahwa kepuasan kerja adalah perasaan evaluatif seseorang tentang pekerjaannya. Seorang tenaga kerja dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi, umumnya mempunyai kebutuhan yang besar untuk mengembangkan diri dan senang berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan. Hasilnya mereka jarang datang terlambat dan absen, bersedia bekerjalebih lama dari yang seharusnya, serta berusaha menampilkan kinerja yang terbaik (Prawitasari, dkk., 2007). Apabila seseorang merasakan kepuasan kerja, ia akan berusaha dengan segenap kemampuan yang dimilikinya untuk menyelesaikan tugasnya dengan optimal (Johan, 2002).Kepuasan kerja merupakan orientasi emosional individu untuk menjalankan peran dan karakteristik pekerjaan mereka serta merupakan kunci dari kesuksesan bisnis.Kepuasan kerja dapat dipahami melalui tiga aspek.Pertama, kepuasan kerja merupakan bentuk respon pekerja terhadap kondisi lingkungan pekerjaan.Kedua, kepuasan kerja sering ditentukan oleh hasil pekerjaan atau kinerja.Ketiga, kepuasan kerja terkait dengan sikap lainnya yang dimiliki oleh setiap pekerja.Individu yang merasa tidak mampu untuk mencapai aktualisasi profesional dapat menyebabkan ketidakpuasan kerja.

Dari hasil pandangan di atas peneliti tertarik dengan hal yang terjadi diantara kedua aspek tersebut, bahwa apakah Work-Family Conflictmemiliki hubungan terhadap kepuasan kerja.Jika masalah keluarga yang ditimbulkan oleh masing-masing individu itu berbeda hal apa yang akan menjadi hubungan dengan kepuasan kerjanya.Work-Family Conflict disini adalah berbagai macam konflik yang kerap kali timbul dan secara umum terjadi dalam setiap rumah tangga dan dari konflik rumah tangga itu, peneliti berasumsi bahwa akan memberikan hubungan terhadap kepuasan kerja individu dari berbagai kategori antara lain ; Pay satisfaction, Promotion Satisfaction, Supervision Satisfaction, Coworker Satisfaction, Satisfaction with the Work Itself, Altruism ( sifat ), Status, dan Environment. Di sisi lain, jika kebutuhan kepuasan kerja individu terpenuhi maka seorang pekerja akan lebih maksimal serta optimal dalam bekerja antara lain adalah jarang absen, hadir tepat pada waktunya, disiplin, dapat menjalin komunikasi yang baik dengan atasan atau rekan kerja, siap menerima tantangan baru dengan tugas yang diberikan, termotivasi, bersemangat sehari-harinya, tidak adanya pikiran stress ataupun turnover. Kemudian hal ini dapat menjadi keuntungan tersendiri bagi perusahaan atau organisasi bila para pekerjanya memiliki self-controlterhadap dirinya untuk menonjolkan sikap atau perilaku yang baik.Karena akan membawa prestasi yang baik untuk kemajuan perusahaannya.

Variabel

Work-Family Conflict

Menurut Greenhaus dan Beutell (1985, dalam lilly,dkk.,2006), konflik peran ganda (Work-Family Conflict) didefinisikan sebagai suatu bentuk konflik peran dalam diri seseorang yang muncul karena adanya tekanan peran dari pekerjaan yang bertentangan dengan tekanan peran dari keluarga. Work-Family Conflict bisa terjadi akibat lamanya jam kerja dari individu, sehingga waktu bersama keluarga menjadi berkurang. Individu harus menjalankan dua peran pada saat yang bersamaan, yakni dalam pekerjaan dan dalam keluarga, sehingga faktor emosi dalam suatu wilayah mengganggu wilayah lainnya.

Tiga dimensi Work-Family Conflict

Greenhaus dan Beutell (1985) menjelaskan bahwa terdapat tiga dimensi Work-Family Conflict :

Time-Based Conflict, merupakan konflik yang terjadi ketika waktu yang tersedia untuk memenuhi peran di pekerjaan (keluarga) tidak dapat digunakan untuk memenuhi peran di keluarga (pekerjaan) dengan kata lain pada waktu yang sama seorang yang mengalami Work-Family Conflict tidak akan bisa melakukan dua atau lebih peran sekaligus. Misalnya jam kerja yang panjang, waktu kerja yang tidak fleksibel dan lembur membuat individu kekurangan waktu dalam memenuhi tuntutan keluarga secara maksimal (Byron, 2005).

Strain-Based Conflict, merupakan ketegangan yang disebabkan oleh salah satu peran membuat seseorang sulit untuk memenuhi tuntutan peran yang lain. Misalnya, seorang karyawan yang seharian bekerja akan merasakan kelelahan dan menyebabkannya kesulitan dalam melakukan pekerjaan di rumah.

Behavior-Based Conflict, merupakan konflik yang muncul ketika pola dari suatu perilaku pada peran yang sedang dijalankan tidak sesuai dengan harapan perilaku pada peran yang lainnya.Sebagai contoh seorang manajer pria saat bekerja diharapkan memiliki kepercayaan diri, emosi yang stabil, agresif, dan objektif, sedangkan ketika berada di rumah mungkin diharapkan menjadi orang yang hangat, melindungi, dan emosional. Jika seseorang tidak bisa menyesuaikan perilakunya dengan berbagai peran yang berbeda, maka akan mengalami konflik antar peran-peran tersebut.

Bentuk-Bentuk Work-Family Conflict

Bentuk konflik peran yang dialami individu menurut Gibson, dkk (1995) ada tiga yaitu,:

Konflik peran itu sendiri ( person role conflict ). Konflik ini terjadi apabila persyaratan peran melanggar nilai dasar, sikap dan kebutuhan individu tersebut

Konflik intra peran ( intra role conflict ). Konflik ini sering terjadi karena beberapa orang yang berbeda beda menentukan sebuah peran menurut rangkaian harapan yang berbeda beda, sehingga tidak mungkin bagi orang yang menduduki peran tersebut untuk memenuhinya. Hal ini dapat terjadi apabila peran tertentu memiliki peran yang rumit.

Konflik Antar peran ( inter role conflict ). Konflik ini muncul karena orang menghadapi peran ganda.hal ini terjadi karena seseorang memainkan banyak peran sekaligus, dan beberapa peran itu mempunyai harapan yang bertentangan serta tanggung jawab yang berbeda-beda.

Sumber-Sumber Work-Family Conflict

Greenhaus dan Beutell (1985) menyatakan bahwa seseorang yang mengalami konflik peran ganda akan merasakan ketegangan dalam bekerja. Konflik peran ini bersifat psikologis, gejala yang terlihat pada individu yang mengalami konflik peran ini adalah frustrasi, rasa bersalah, kegelisahan, keletihan.

Faktor-faktor penyebab Work-Family Conflict, diantaranya:

  1. Permintaan waktu akan peran yang tercampur dengan pengambilan bagian dalam peran yang lain.
  2. Stres yang dimulai dalam satu peran yang terjatuh ke dalam peran lain dikurangi dari kualitas hidup dalam peran itu.
  3. Kecemasan dan kelelahan yang disebabkan ketegangan dari satu peran dapat mempersulit untuk peran yang lainnya.
  4. Perilaku yang efektif dan tepat dalam satu peran tetapi tidak efektif dan tidak tepat saat dipindahkan ke peran yang lainnya (Greenhaus dan Beutell, 1985).

Kepuasan Kerja

Di antara para pakar memberikan pengertian tentang kepuasan kerja atau Job Satisfaction dengan penekanan pada sudut pandang masing-masing.Namun, di antara pandangan tersebut tidak bertentangan, tetapi dapat saling melengkapi.

Menurut Judge dan Locke (1993) dalam Ifah Latifah (2008), kepuasan kerja merupakan cerminan dari kegembiraan atau sikap emosi positif yang berasal dari pengalaman kerja seseorang. Judge dan Locke (1993) dalam Ifah Latifah (2008) juga menyatakan bahwa tingkat kepuasan kerja yang dirasakan dipengaruhi oleh proses pemikiran seseorang. Judge dan Locke (1993) dalam Ifah Latifah (2008) mengemukakan apabila seorang karyawan merasa puas atas pekerjaannya maka karyawan tersebut akan merasa senang dan terbebas dari rasa tertekan sehingga akan timbul rasa aman untuk tetap bekerja pada lingkungan kerjanya. Proses pemikiran yang menyimpang atau yang bertolak belakang dengan hati nurani akan berakibat rendahnya tingkat kepuasan kerja seseorang. Sebaliknya apabila pikiran seseorang sedang jernih maka pekerjaannya akan menghasilkan tingkat kepuasan kerja yang tinggi.

Robbins dan Judge (2011: 114) memberikan definisi kepuasan kerja sebagai perasaan positif tentang pekerjaan sebagai hasil evaluasi dari karakteristiknya.Pekerjaan memerlukan interaksi dengan rekan sekerja dan atasan, mengikuti aturan dan kebijakan organisasional, memenuhi standar kinerja, hidup dengan kondisi kerja kurang ideal, dan semacamnya.Sedangkan McShane dan Von Glinow (2010: 108) memandang kepuasan kerja sebagai evaluasi seseorang atas pekerjaannya dan konteks pekerjaan.Merupakan penilaian terhadap karakteristik pekerjaan, lingkungan kerja, dan pengalaman emosional di pekerjaan yang dirasakan.

Pendapat lain mengemukakan bahwa kepuasan kerja adalah respon afektif atau emosional terhadap berbagai aspek dari pekerjaan seseorang (Kreitner dan Kinicki, 2010: 170). Definisi ini menyatakan secara tidak langsung bahwa kepuasan kerja bukanlah merupakan konsep tunggal.Melainkan, orang dapat secara relatif puas dengan satu aspek dari pekerjaannya dan tidak puas dengan satu aspek atau lebih.

Dari berbagai pandangan tersebut kiranya dapat disimpulkan bahwa pada hakikatnya kepuasan kerja adalah merupakan tingkat perasaan senang seseorang sebagai penilaian positif terhadap pekerjaannya dan lingkungan tempat pekerjaannya.

Kategori Kepuasan Kerja

Pay Satisfaction

Mencerminkan perasaan pekerja tentang bayaran mereka, termasuk apakah sebanyak yang mereka berhak mendapatkan, diperoleh dengan aman, dan cukup untuk pengeluaran normal dan kemewahan. Pay Satisfaction didasarkan pada perbandingan antara bayaran yang diinginkan pekerja dengan yang mereka terima. Meskipun lebih banyak uang selalu lebih baik, kebanyakan pekerja mendasarkan keinginannya atas bayaran pada perhitungan secara berhati-hati dari tugas pekerjaannya dengan bayaran yang diberikan pada rekan sekerja yang sama.

Promotion Satisfaction

Mencerminkan perasaan pekerjs tentang kebijakan promosi perusahaan dan pelaksanaannya, termasuk apakah promosi sering diberikan, dilakukan dengan jujur, dan berdasar pada kemampuan.Tidak seperti halnya dengan bayaran, banyak pekerja mungkin tidak suka lebih sering promosi karena promosi membawa lebih banyak tanggung jawab, dan meningkatkan jam kerja.Tetapi, banyak pekerja menghargai promosi karena memberikan peluang untuk pertumbuhan personal lebih besar, upah lebih baik, dan prestise lebih tinggi.

Supervision Satisfaction

Mencerminkan perasaan pekerja tentang atasan mereka, termasuk apakah atasan mereka kompeten, sopan dan komunikator yang baik, dan bukannya bersifat malas, mengganggu, dan menjaga jarak. Kebanyakan pekerja mengharapkan atasan membantu mereka mendapatkan apa yang mereka hargai. Hal ini tergantung apakah atasan memberikan penghargaan atas kinerja baik, membantu pekerja mendapatkan sumber daya yang diperlukan, dan melindungi pekerja dari kebingungan yang tidak perlu.Di samping itu, pekerja mengharapkan atasan yang disukai. Hal tersebut tergantung pada apakah atasan mempunyai kepribadian baik, demikian pula apakah mempunyai nilai-nilai dan keyakinan yang sama dengan pekerja.

Coworker Satisfaction

Mencerminkan perasaan pekerja tentang teman sekerja mereka, termasuk apakah rekan sekerja mereka cerdas, bertanggung jawab, membantu, menyenangkan, dan menarik.Pekerja mengharapkan rekan sekerjanya membantu dalam pekerjaan.Hal ini penting karena kebanyakan dalam batas tertentu mengandalkan pada rekan sekerja dalam menjalankan tugas pekerjaan. Di sisi lain, kita mengharapkan senang bekerja bersama mereka, karena menggunakan banyak waktu bersama rekan sekerja. Rekan sekerja yang menyenangkan dapat membuat hari kerja berjalan lebih cepat.

Satisfaction with the Work Itself

Mencerminkan persaan pekerja tentang tugas pekerjaan mereka sebenarnya, termasuk apabila tugasnya menantang, menarik, dihormati, dan memanfaatkan ketrampilan penting daripada sifat pekerjaan yang menjemukan, berulang-ulang dan tidak nyaman. Aspek ini memfokus pada apa yang sebenarnya dilakukan pekerja. Sedangkan empat aspek sebelumnya merupakan hasil dari pekerjaan ( pay and promotion ) dan orang yang berada sekitar pekerjaan ( supervisor and co-worker ).

Altruism

Altruism merupakan sifat suka membantu orang lain dan menjadi penyebab moral. Sifat ini antara lain ditunjukkan oleh kesediaan orang untuk membantu rekan sekerja ketika sedang menghadapi banyak tugas.

Status

Status menyangkut prestise, mempunyai kekuasaan atas orang lain, atau merasa memiliki popularitas. Promosi jabatan di satu sisi menunjukkan peningkatan status, di sisi lainnya akan memberikan kepuasan karena prestasinya dihargai.

Environment

Lingkungan menunjukkan perasaan nyaman dan aman.Lingkungan kerja yang baik dapat menciptakan ‘quality of work life’ di tempat pekerjaan.Namun, terdapat pandangan bahwa nilai-nilai ini dianggap kurang penting karena tidak relevan dalam sebuah pekerjaan, tidak seperti bayaran, promosi, dan seterusnya.

 

Faktor-faktor Kepuasan Kerja

Faktor-faktor kepuasan kerja yang diambil berdasarkan pada Job Descriptive Index, dimana terdapat pengukuran yang standar terhadap kepuasan kerja, yang meliputi beberapa faktor yaitu pekerjaan itu sendiri, mutu dan pengawasan supervisi, gaji atau upah, kesempatan promosi, dan rekan kerja. Job Description Index adalah pengukuran terhadap kepuasan kerja yang dipergunakan secara luas.Riset menunjukkan bahwa Job Description Index dapat menyediakan skala kepuasan kerja yang valid dalam skala yang dapat dipercaya (Dipboye, Robert, Smith, Howell, 1994:157).

Pekerjaan itu sendiri

Setiap karyawan lebih menyukai pekerjaan yang memberikan peluang kepada mereka untuk menggunakan ketrampilan dan kemampuan yang dimiliki, yang mampu menawarkan satu variasi tugas, kebebasan dan umpan balik tentang seberapa baiknya mereka dalam melakukan hal tersebut.Karakteristik tersebut membuat pekerjaan menjadi lebih menantang secara mental.Studi-studi mengenai karakteristik pekerjaan, diketahui bahwa sifat dari pekerjaan itu sendiri adalah determinan utama dari kepuasan kerja.Lima dimensi inti dari materi pekerjaan yang meliputi ragam ketrampilan (skill variety), identitas pekerjaan (task identity), keberartian pekerjaan (task significance), otonomi (autonomy) dan umpan balik (feedback).Dari setiap dimensi inti dari pekerjaan mencakup sejumlah aspek materi pekerjaan yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja seseorang. Adapun kaitan masing-masing dimensi tersebut dengan semakin besarnya keragaman aktivitas pekerjaan yang dilakukan, seseorang akan merasa pekerjaannya semakin berarti.

Mutu Pengawasan Supervisi

Kegiatan pengawasan merupakan suatu proses dimana seorang manajer dapat memastikan bahwa kegiatan yang dilakukan oleh karyawannya sesuai dengan apa yang telah direncanakan sebelumnya. Proses pengawasan mencatat perkembangan pekerjaan yang telah dilakukan oleh karyawan sehingga memungkinkan manajer untuk dapat mendeteksi adanya penyimpangan dari apa yang telah direncanakan dengan hasil saat ini, dan kemudian dapat dilakukan tindakan pembetulan untuk mengatasinya. Perilaku pengawas merupakan hal penting yang menentukan selain dari kepuasan kerja itu sendiri. Sebagian besar dari studi yang telah dilakukan menunjukkan hasil bahwa karyawan akan lebih puas dengan pemimpin yang lebih bijaksana, memperhatikan kemajuan, perkembangan dan prestasi kerja dari karyawannya.

Gaji atau Upah

Karyawan selalu menginginkan sistem penggajian yang sesuai dengan harapan mereka. Apabila pembayaran tersebut tampak adil berdasarkan pada permintaan pekerjaan, tingkat ketrampilan individu, dan standar pembayaran masyarakat pada umumnya, maka kepuasan yang dihasilkan akan juga tinggi. Upah sebagai jumlah keseluruhan pengganti jasa yang telah dilakukan oleh tenaga kerja yang meliputi upah pokok dan tunjangan sosial lainnya (Heijdrachman, 1992:111).Gaji merupakan salah satu karakteristik pekerjaan yang menjadi ukuran ada tidaknya kepuasan kerja, dalam artian ada atau tidaknya keadilan dalam pemberian gaji tersebut.Gaji atau upah yang diberikan kepada karyawan merupakan suatu indikator terhadap keyakinan seseorang pada besarnya upah yang harus diterima.

Kesempatan Promosi

Promosi merupakan perpindahan dari suatu jabatan ke jabatan yang lain dimana jabatan tersebut memiliki status dan tanggung jawab yang lebih tinggi. Hal ini memberikan nilai tersendiri bagi karyawan, karena merupakan bukti pengakuan terhadap prestasi kerja yang telah dicapai oleh karyawan.Promosi juga memberikan kesempatan untuk pertumbuhan pribadi, untuk lebih bertanggung jawab dan meningkatkan status sosial (Robbins, 2003:108).Oleh karena itu salah satu kepuasan terhadap pekerjaan dapat dirasakan melalui ketetapan dan kesempatan promosi yang diberikan oleh perusahaan.

Rekan Kerja

Manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan interaksi dengan orang lain, begitu juga dengan karyawan di dalam melakukan pekerjaannya membutuhkan interaksi dengan orang lain baik rekan kerja maupun atasan mereka. Pekerjaan seringkali juga memberikan kepuasan kebutuhan sosial, dimana tidak hanya dalam arti persahabatan saja tetapi dari sisi lain seperti kebutuhan untuk dihormati, berprestasi, dan berafiliasi. Rekan kerja juga merupakan bagian dari perwujudan salah satu teori motivasi menurut Alderfer yaitu kebutuhan akan hubungan (Relatedness Needs), dimana penekanan ada pada pentingnya hubungan antar-individu (Interpersonal Relationship) dan bermasyarakat (Social Relationship). (George & Jones, 2002, p.59). Pada dasarnya seorang karyawan juga menginginkan adanya perhatian dari rekan kerjanya, sehingga pekerjaan juga mengisi kebutuhan karyawan akan interaksi sosial, sehingga pada saat seorang karyawan memiliki rekan kerja yang saling mendukung dan bersahabat, maka akan meningkatkan kepuasan kerja mereka.

Hubungan antar Variabel

Dikarenakan pemenuhan kebutuhan yang semakin banyak dan beraneka ragam serta kenaikan harga kebutuhan primer yang semakin melunjak, orang-orang dituntut untuk bekerja dan berlomba-lomba untuk mendapatkan gaji yang setimpal dan pekerjaan yang cocok. Individu yang bekerja pastinya tidak akan lepas dari konflik yang timbul di kehidupannya. Banyak faktor di tempat mereka bekerja yang akan menimbulkan konflik bagi individu itu sendiri. Dari mulai cara mereka bekerja, hubungan antara atasan dan bawahan, besarnya gaji, cara berkomunikasi dan hal-hal lainnya. Sebagai karyawan dalam suatu perusahaan mereka banyak dituntut untuk memenuhi standart dan prosedur yang telah ditetapkan serta mengikuti aturan perusahaan.Kemudian daripada itu mereka juga harus memenuhi peran mereka di rumah sebagai anggota keluarga. Yang di antara lain akan membutuhkan waktu dan komunikasi pula. Dari hal tersebut timbulah Work-Family Conflict yaitu konflik peran ganda dan dari adanya konflik peran ganda tersebut akan memberikan hubungan kepada kepuasan kerja pada karyawan. Kepuasan kerja sendiri merupakan perilaku umum yang ditunjukkan oleh individu di tempat ia bekerja, bagaimana individu meratapi pekerjaannya dan apakah pekerjaan yang diambil memberikan hasil yang memuaskan. Kepuasan kerja dapat dilihat dari berbagai aspek dari Pay satisfaction, Promotion Satisfaction, Supervision Satisfaction, Coworker Satisfaction, Satisfaction with the Work Itself, Altruism (sifat), Status, dan Environment. Jadi peneliti merasa di antara kedua variabel yang disebut, memiliki dimensi yang berhubungan satu sama lain. Karena konflik yang timbul akan mempengaruhi sistem pekerjaan yang sedang dijalani.

Hipotesis

Adanya hubungan negatif antara Work-Family Conflict dengan kepuasan kerja karyawan.