HUBUNGAN ANTARA PERSONALITY BIG FIVE DENGAN PERILAKU GAYA HIDUP HEDONISME DI USIA DEWASA MUDA

Oleh

Alvin Richard

1301056366

Jurusan Psikologi

Fakultas Humaniora

Universitas Bina Nusantara

Jakarta 2015

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

  • Latar Belakang

Dalam penulisan ini membahas satu fenomena yang sering terjadi di kalangan remaja bahkan orang dewasa sekalipun mengapa ada hubungannya antara kepribadian dengan gaya hidup hedonisme pada usia dewasa muda, apakah penganut paham ini mempunyai point-point tertentu seperti yang di sebutkan dalam teori big five negative emotionally (Neuroticism,McCrae dan costa). Sehingga mendorong sesorang untuk meminimalisir tingkat neurotisnya tersebut agar lebih bersikap percaya diri dan mampu menangani stress yang ia hadapi serta optimis. John J Honingman (1953) mengatakan bahwa kepribadian menunjukan perbuatan-perbuatan (aksi) pikiran dan perasaan yang khusus bagi seseorang, kita juga tidak dapat berbicara tentang pola kepribadian dalam arti manusia menunjukan tingkah laku yang teratur dan kebiasan yang terulang kembali, tetapi yang biasanya di tunjuk menurut keadaan, oleh sebab itu dapat dirumuskan personality berarti watak seseorang yang sebenarnya dan bukan penampilan luarnya yang palsu.

Penyesuaian diri terhadap lingkungan secara khas dan termanifestasikan dalam pikiran, perasaan, dan perilaku yang menyangkut kestabilan emosi dan identik dengan segala bentuk emosi yang negatif seperti munculnya perasaan cemas, sedih, tegang dan gugup (timothy, 2000).

Berdasarkan pada latar belakang tersebut di atas tersebut di atas, maka penulis mempunyai keinginan untuk megetahui lebih mendalam mengenai sejauh mana hubungan antara personality big five dengan perilaku gaya hidup hedonisme pada usia dewasa muda.

 

 

1.1 Rumusan Permasalahan

  1. Apa aspek psikologi kepribadian (personality) terhadap hubungan gaya hidup hedonisme.

 

 

  • Tujuan Penelitian

 

  1. Mengetahui hubungan psikologi kepribadian dalam kehidupan hedonisme di usia dewasa muda.

 

 

 

 

 

  • Manfaat Penelitian
  1. Bagi penulis

Dengan adanya penelitian ini, penulis dapat membandingkan teori yang telah di dapat di dal;am perkuliahan dengan penelitian yang telah di lakukan. Sertab penulis dapat mengetahui tentang personality Big Five dan perilaku gaya hidup hedonisme pada usia dewasa muda pada masyarakaat di jakarta. Serta dapat memperluas wawasan dan menambah ilmu, sehingga dapat bermanfaat bagi pihak yang memerlukan.

 

  1. Bagi akademisi

Penulis mengharapkan dapat bermanfaat dan dapat menambah wawasan bagi para pembaca khususnya untuk jurusan psikologi dan dapat di jadikan referensi bagi peneliti selanutnya untuk melakukan penelitian yang berkaitan dengan permasalahan ini.

  1. Bagi Masyarakat

Sebagai bahan masukan yang berguna mengevaluasi kembali personality big five yang di miliki sebagian besar oleh usia dewasa muda saat ini, agar lebih dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya agar tidak mudah terpengaruh oleh gaya hidup hedonisme.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KEPRIBADIAN BIG FIVE

2.1.1 Definisi kepribadian

 

Feist & Feist (2009) mendefinisikan kepribadian seseorang dinilai dari keefektifan yang mungkin seseorang sanggup memperoleh reaksi positif dari berbagai orang dalam bermacam-macam keadaan. Menimbulkan kesan yang menonjol dan yang terbaik pada orang lain merupakan kesanggupan sosial, ketangkasan, dan kecekatan seseorang.

Seseorang dapat dikatakan sangat optimis atau sangat pengecut. Ketika orang melihat atau menilai, maka ia memilih suatu sifat atau kualitas yang khas. Pemilihan ini berbeda dengan yang lainnya bagi subjek dan merupakan bagian dari kesan terpenting yang di timbulkannya pada orang lain.

 

2.1.2 Definisi Kepribadian Big Five

            Feist & Feist (2009) menyatakan bahwa big five adalah salah satu cara bentuk kepribadian yang dapat digunakan untuk memprediksi dan menjelaskan perilaku individu.

Feist & Feist (2002) dalam bukunya Theories of Personality menjelaskan bahwa secara spesifik kepribadian terdiri dari sifat-sifat atau disposisi-disposisi yang mengakibatkan perbedaan individu dalam perilaku. Sifat-sifat seseorang itu mungkin sama-sama dimiliki dalam satu kelompok (keluarga, masyarakat), tetapi polanya antara individu berbeda. Jadi, tiap-tiap orang memiliki kepribadian yang unik.

 

2.1.3 Dimensi-dimensi dalam kepribadian Big Five

 

Big Five digunakan untuk  menggambarkan kepribadian seorang individu yang di deskripsikan dengan 5 kata atau label besar yaitu :

 

  1. Neuroticism
  2. Extraversion
  3. Openness
  4. Agreeableness
  5. Conscientiousness

 

  1. Extroversion(keterbukaan terhadap lingkungan sosial dan fisik)

Merujuk pada kecenderungan orang untuk bersosialisasi, asertif, suka berteman dan berbicara dan aktif. Orang yang memiliki tingkat ekstroversion tinggi cenderung senang berbicara dan berinteraksi dengan rekan kerja, dan mereka mencari pekerjaan yang memiliki interaksi sosial yang tinggi.

  1. Emotional stability(stabilitas emosional)

Kecenderungan seseorang mengalami keadaan emosi yang positif seperti merasa aman secara psikologis, tenang, dan santai. Di pihak lain, kecemasan, depresi, kemarahan, dan rasa malu merupakan karakteristik dari stabilitas emosional yang rendah. Individu dengan stabilitas emosional yang rendah lebih mungkin untuk mengalami stress yang berhubungan dengan pekerjaan.

  1. Agreeableness(kesetujuan)

Bersikap hormat, memberi maaf, toleran, percaya, dan berhati lunak merupakan sikap yang dihubungkan dengan agreeableness. Karyawan yang digambarkan sebagai seseorang yang mudah setuju dengan orang lain adalah orang yang memilikiagreeableness yang tinggi. Menurut Horovitz (dalam Ivancevich, dkk, 2006)agreeableness merupakan suatu dimensi yang dapat menjadikan seseorang sebagai anggota tim yang efektif dan dapat memperoleh prestasi pada pekerjaan di mana mengembangkan dan mempertahankan hubungan interpersonal yang baik yangmerupakan hal yang penting. Individu yang renda dalam agreeableness sering kali digambarkan sebagai seseorang yang kasar, dingin, tidak peduli, tidak simpatik dan antagonis.

  1. Conscientiousness(pengaturan diri)

Ditunjukkan oleh mereka yang digambarkan sebagai seseorang yang dapat diandalkan, terorganisir, menyeluruh, dan bertanggung jawab. Individu yang memiliki tingkatconscientiousness yang tinggi cenderung tekun, bekerja keras, dan senang mencapai dan menyelesaikan berbagai hal. Karyawan yang rendah dalam hal conscientiousnessjorok, ceroboh, tidak efisien, dan bahkan malas. Sedangkan karyawan yang memiliki tingkat conscientiousness yang tinggi berkinerja lebih baik di beragam pekerjaan.

  1. Openness to experience(keterbukaan terhadap pengalaman)

Merefleksikan sejauh mana seorang individu memiliki minat yang luas dan bersedia mengambil resiko. Sikap spesifik yang dicakupnya ialah rasa ingin tahu, pemikiran terbuka, kreativitas, imajinasi dan inteligensi. Orang yang memiliki tingkat openness to experience yang tinggi cenderung berhasil dalam pekerjaan di mana perubahan terjadi secara terus-menerus dan inovasi merupakan hal yang penting. Sedangkan, orang yang memiliki tingkat openness to experience yang rendah cenderung tidak imajinatif, konvensional, dan terikat kebiasaan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Skala Trait Karakteristik skor tinggi Karakteristik skor rendah
Extraversion

Mengukur kuantitas dan itensitas dari interaksi interpersonal, tingkatan aktivitas, kebutuhan akan dorongan, dan kapasitas dan kesenangan.Mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan social, aktif, banyak bicara, orientasi pada hubungan sesame, optimis, fun loving, affectionate.Tidak ramah, bersahaja, suka menyendiri, orientasi pada tugas, pendiam.Agreeableness

Mengukur kualitas dari apa yang dilakukan dengan orang lain dan apa yang dilakukan terhadap orang lain.Lembut hati, dapat dipercaya, suka menolong, pemaaf, penurut.Sinis, kasar, curiga, tidak kooperatif, pedendam, kejam, manipulative.Neuroticism

Menggambarkan stabilitas emosional dengan cakupan-cakupan perasaan negative yang kuat termasuk kecemasan, kesedihan, irritability dan nervous tension.Tenang, santai, merasa aman, puas terhadap dirinya, tidak emosional, tabah.Cemas, gugup, emosional, merasa tidak aman, merasa tidak mampu, mudah panik.Openness

Gambaran keluasan, kedalaman,dan kompleksitas mental individu dan pengalamannya.Ingin tahu, minat luas, kreatif, original, imajinatif,untraditional.Konvensional, sederhana, minat sempit, tidak artistic, dan tidak analitis.Conscientiousness

Mengukur tingkat keteraturan seseorang, ketahanan dan motivasi dalam mencapai tujuan. Berlawanan dengan ketergantungan, dan kecenderungan untuk menjadi malas dan lemah.Teratur, dapat dipercaya, pekerja keras, disiplin, tepat waktu, teliti, rapi, ambisius, dan tekun.Tidak bertujuan, tidak dapat dipercaya, malas, kurang perhatian, lalai, sembrono, tidak disiplin, keinginan lemah, suka bersenang-senang.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

2.2 Perilaku Hedonisme

2.2.1 Definisi Perilaku Hedonisme

 

            yaitu hedonisme adalah pandangan hidup yang menganggap bahwa orang akan menjadi bahagia dengan mencari kebahagiaan sebanyak mungkin dan sedapat mungkin menghindari perasaan-perasaan yang menyakitkan. Hedonisme merupakan ajaran atau pandangan bahwa kesenangan atau kenikmatan merupakan tujuan hidup dan tindakan manusia. Dengan kata lain, hedonisme adalah pandangan hidup yang menganggap bahwa kesenangan dan kenikmatan materi adalah tujuan utama hidup. Bagi para penganut paham ini, bersenang-senang, pesta-pora, dan pelesiran merupakan tujuan utama hidup, tidak perduli menyenangkan bagi orang lain atau tidak. Karena mereka beranggapan bahwa hidup ini hanya sekali, sehingga mereka merasa ingin menikmati hidup senikmat-nikmatnya, di dalam lingkungan penganut paham ini, hidup dijalani dengan sebebas-bebasnya demi memenuhi hawa nafsu yang tanpa batas.

 

2.2.2 Bentuk-bentuk gaya hidup dalam perilaku manusia
Menurut Chaney (dalam Idi Subandy,1997) ada beberapa bentuk gaya hidup, antara lain :

  1. Industri Gaya Hidup
    Dalam abad gaya hidup, penampilan-diri itu justru mengalami estetisisasi, “estetisisasi kehidupan sehari-hari” dan bahkan tubuh/diri (body/self) pun justru mengalami estetisisasi tubuh. Tubuh/diri dan kehidupan sehari-hari pun menjadi sebuah proyek, benih penyemaian gaya hidup. “Kamu bergaya maka kamu ada!” adalah ungkapan yang mungkin cocok untuk melukiskan kegandrungan manusia modern akan gaya. Itulah sebabnya industri gaya hidup untuk sebagian besar adalah industri penampilan.

 

  1. Iklan Gaya Hidup
    Dalam masyarakat mutakhir, berbagai perusahaan (korporasi), para politisi, individu-individu semuanya terobsesi dengan citra. Di dalam era globalisasi informasi seperti sekarang ini, yang berperan besar dalam membentuk budaya citra (image culture) dan budaya cita rasa (taste culture) adalah gempuran iklan yang menawarkan gaya visual yang kadang-kadang mempesona dan memabukkan. Iklan merepresentasikan gaya hidup dengan menanamkan secara halus (subtle) arti pentingnya citra diri untuk tampil di muka publik. Iklan juga perlahan tapi pasti mempengaruhi pilihan cita rasa yang kita buat.

 

  1. Public Relations dan Journalisme Gaya Hidup
    Pemikiran mutakhir dalam dunia promosi sampai pada kesimpulan bahwa dalam budaya berbasis-selebriti (celebrity based-culture), para selebriti membantu dalam pembentukan identitas dari para konsumen kontemporer. Dalam budaya konsumen, identitas menjadi suatu sandaran “aksesori fashion”. Wajah generasi baru yang dikenal sebagai anak-anak E-Generation, menjadi seperti sekarang ini dianggap terbentuk melalui identitas yang diilhami selebriti (celebrity-inspired identity)-cara mereka berselancar di dunia maya (Internet), cara mereka gonta-ganti busana untuk jalan-jalan. Ini berarti bahwa selebriti dan citra mereka digunakan momen demi momen untuk membantu konsumen dalam parade identitas.

 

d.Gaya hidup mandiri
Kemandirian adalah mampu hidup tanpa bergantung mutlak kepada sesuatu yang lain. Untuk itu diperlukan kemampuan untuk mengenali kelebihan dan kekurangan diri sendiri, serta berstrategi dengan kelebihan dan kekurangan tersebut untuk mencapai tujuan. Nalar adalah alat untuk menyusun strategi. Bertanggung jawab maksudnya melakukan perubahan secara sadar dan memahami betuk setiap resiko yang akan terjadi serta siap menanggung resiko dan dengan kedisiplinan akan terbentuk gaya hidup yang mandiri. Dengan gaya hidup mandiri, budaya konsumerisme tidak lagi memenjarakan manusia. Manusia akan bebas dan merdeka untuk menentukan pilihannya secara bertanggung jawab, serta menimbulkan inovasi-inovasi yang kreatif untuk menunjang kemandirian tersebut.

 

  1. Gaya Hidup Hedonis
    Gaya hidup hedonis adalah suatu pola hidup yang aktivitasnya untuk mencari kesenangan , seperti lebih banyak menghabiskan waktu diluar rumah, lebih banyak bermain, senang pada keramaian kota, senang membeli barang mahal yang disenanginya, serta selalu ingin menjadi pusat perhatian.
    Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa bentuk dari suatu gaya hidup dapat berupa gaya hidup dari suatu penampilan, melalui media iklan, modeling dari artis yang di idola kan, gaya hidup yang hanya mengejar kenikmatan semata sampai dengan gaya hidup mandiri yang menuntut penalaran dan tanggung jawab dalam pola perilakunya.

 

 

2.2.3 Faktor – Faktor Yang mempengaruhi perilaku Hedonisme

 

Faktor internal yaitu sikap, pengalaman, dan pengamatan, kepribadian, konsep diri, motif, dan persepsi (Nugraheni, 2003) dengan penjelasannya sebagai berikut :
a.Sikap. Sikap berarti suatu keadaan jiwa dan keadaan pikir yang dipersiapkan untuk memberikan tanggapan terhadap suatu objek yang diorganisasi melalui pengalaman dan mempengaruhi secara langsung pada perilaku. Keadaan jiwa tersebut sangat dipengaruhi oleh tradisi, kebiasaan, kebudayaan dan lingkungan sosialnya.

 

b.Pengalaman dan pengamatan. Pengalaman dapat mempengaruhi pengamatan sosial dalam tingkah laku, pengalaman dapat diperoleh dari semua tindakannya dimasa lalu dan dapat dipelajari, melalui belajar orang akan dapat memperoleh pengalaman. Hasil dari pengalaman sosial akan dapat membentuk pandangan terhadap suatu objek.

 

c.Kepribadian. Kepribadian adalah konfigurasi karakteristik individu dan cara berperilaku yang menentukan perbedaan perilaku dari setiap individu.

 

d.Konsep diri. Faktor lain yang menentukan kepribadian individu adalah konsep diri. Konsep diri sudah menjadi pendekatan yang dikenal amat luas untuk menggambarkan hubungan antara konsep diri konsumen dengan image merek. Bagaimana individu memandang dirinya akan mempengaruhi minat terhadap suatu objek. Konsep diri sebagai inti dari pola kepribadian akan menentukan perilaku individu dalam menghadapi permasalahan hidupnya, karena konsep diri merupakan frame of reference yang menjadi awal perilaku.

 

  1. Motif. Perilaku individu muncul karena adanya motif kebutuhan untuk merasa aman dan kebutuhan terhadap prestise merupakan beberapa contoh tentang motif. Jika motif seseorang terhadap kebutuhan akan prestise itu besar maka akan membentuk gaya hidup yang cenderung mengarah kepada gaya hidup hedonis.

 

  1. Persepsi proses dimana seseorang memilih, mengatur, dan menginterpretasikan informasi untuk membentuk suatu gambar yang berarti mengenai dunia.

 

Faktor eksternal dijelaskan oleh Nugraheni (2003) sebagai berikut :
a. Kelompok referensi. Kelompok referensi adalah kelompok yang memberikan pengaruh langsung atau tidak langsung terhadap sikap dan perilaku seseorang. Kelompok yang memberikan pengaruh langsung adalah kelompok dimana individu tersebut menjadi anggotanya dan saling berinteraksi, sedangkan kelompok yang memberi pengaruh tidak langsung adalah kelompok dimana individu tidak menjadi anggota didalam kelompok tersebut. Pengaruh-pengaruh tersebut akan menghadapkan individu pada perilaku dan gaya hidup tertentu.

 

  1. Keluarga. Keluarga memegang peranan terbesar dan terlama dalam pembentukan sikap dan perilakuindividu.Halini karena pola asuh orang tua akan membentuk kebiasaan anak yang secara tidak langsung mempengaruhi pola hidupnya.

 

  1. Kelas sosial. Kelas sosial adalah sebuah kelompok yang relatif homogen dan bertahan lama dalam sebuah masyarakat, yang tersusun dalam sebuah urutan jenjang, dan para anggota dalam setiap jenjang itu memiliki nilai, minat, dan tingkah laku yang sama. Ada dua unsur pokok dalam sistem sosial pembagian kelas dalam masyarakat, yaitu kedudukan (status) dan peranan. Kedudukan sosial artinya tempat seseorang dalam lingkungan pergaulan, prestise hak-haknya serta kewajibannya. Kedudukan sosial ini dapat dicapai oleh seseorang dengan usaha yang sengaja maupun diperoleh karena kelahiran. Peranan merupakan aspek yang dinamis dari kedudukan. Apabila individu melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya maka ia menjalankan suatu peranan.

 

  1. Kebudayaan. Kebudayaan yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kebiasaan-kebiasaan yang diperoleh individu sebagai anggota masyarakat. Kebudayaan terdiri dari segala sesuatu yang dipelajari dari pola-pola perilaku yang normatif, meliputi ciri-ciri pola pikir, merasakan dan bertindak.