Hubungan Attachment Dengan Kepuasan Pernikahan Pada Dewasa Awal Yang Telah Menikah 2-5 Tahun

Maria Regina 1601246354

BAB I

Latar Belakang

Attachment is a deep and enduring emotional bond that connects one person to another across time and space (Ainsworth, 1973; Bowlby, 1969). Ainsworth dan Bowlby menyatakan attachment sebagai suatu ikatan emosional yang mendalam dan abadi yang menghubungkan satu orang dengan orang yang lain. Attachment juga merupakan suatu ikatan emosional yang kuat yang dikembangkan anak melalui interaksinya dengan orang yang mempunyai arti khusus dalam kehidupannya, biasanya orang tua (Mc Cartney dan Dearing, 2002).

Teori Attachment di awali oleh Bowlby pada tahun 1982, ia mencoba memahami pengalaman distress seorang bayi yang di pisahkan dari orang tuanya. Kemudian penelitian ini di kembangkan oleh Hasan dan Saver, mereka menghubungkan penelitian Bowlby dalam konteks hubungan cinta dengan pasangan di masa dewasa. Ikatan emosional yang dikembangkan antara pasangan suami istri adalah sebagian fungsi dari sistem motivasional (attachment behavior system) yang sama ketika memberikan peningkatan pada keterikatan emosional antara bayi dengan pengasuh utamanya. (Hasan dan Saver, 1987)

Kepuasan merupakan suatu hal yang dihasilkan dari penyesuaian antara yang terjadi dengan yang diharapkan, atau perbandingan dari hubungan yang aktual dengan pilihan jika hubungan yang dijalani akan berakhir (Burgess dan Locke, 1960; Waller, 1952; Klemer, 1970). Pernikahan merupakan suatu ikatan lahir batin antara seorang wanita dan seorang pria sebagai suami istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (UU Perkawinan No.1 Tahun 1974).  Sehingga kepuasan pernikahan dapat di simpulkan sebagai hasil penyesuaian dari sebuah ikatan lahir dan batin antara wanita dan pria dalam hubungan suami istri.

Setiap pernikahan yang terjadi pasti mengharapkan hal yang baik dan membahagiakan, namun tidak semua pernikahan memberikan kepuasan atau kebahagiaan seperti yang di harapkan. Data Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung (Ditjen Badilag MA) menyatakan bahwa, pada 2009 jumlah masyarakat yang menikah sebanyak 2.162.268. Di tahun yang sama, terjadi angka perceraian sebanyak 10 persen yakni 216.286 peristiwa. Sementara, pada tahun berikutnya, yakni 2010, peristiwa pernikahan di Indonesia sebanyak 2.207.364. Adapun peristiwa perceraian di tahun tersebut meningkat tiga persen dari tahun sebelumnya yakni berjumlah 285.184 peristiwa. Pada 2011, terjadi peristiwa nikah sebanyak 2.319.821 sementara peristiwa cerai sebanyak 158.119 peristiwa. “Berikutnya pada 2012, peristiwa nikah yang terjadi yakni sebanyak 2.291.265 peristiwa, sementara yang bercerai berjumlah 372.577,” kata Anwar. Pada pendataan terakhir yakni 2013, jumlah peristiwa nikah menurun dari tahun lalu menjadi sebanyak 2.218.130 peristiwa. Namun tingkat perceraiannya meningkat menjadi 14,6 persen atau sebanyak 324.527 peristiwa. (REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA).

Berdasarkan data tersebut maka dapat kita lihat tingkat perceraian di Indonesia yang terus meningkat setiap tahunnya. Salah satu goncangan yang menyebabkan terjadinya perceraian dalam rumah tangga adalah adanya perselingkuhan yang dilakukan oleh salah satu pihak atau kedua belah pasangan. Perselingkuhan ini terjadi jika suami atau isteri yang telah terikat di dalam perkawinan menjalin hubungan dengan laki-laki/wanita lain. Hal ini terungkap dari penyebab perceraian yang terjadi di Denpasar, yaitu pada tahun 2000, Kantor Agama Denpasar mencatat ada 200 perkara perceraian yang masuk ke Pengadilan. Dari jumlah tersebut 75 persen karena kasus perselingkuhan. Berdasarkan  data tersebut, tampak jelas bahwa perceraian di Bali didominasi karena perselingkuhan. Tahun 2001 sampai dengan Juni, jumlah kasus perceraian kian meningkat menjadi 200 kasus. Hal yang sama juga terjadi pada Pengadilan Agama Yogyakarta dan Samarinda.

Dan salah satu penyebab terjadinya perselingkuhan adalah munculnya ketidak puasan individu terhadap pernikahan yang di jalaninya. Hurlock (1999, h.307) berpendapat bahwa perceraian merupakan kultimasi dari ketidakpuasan perkawinan yang buruk, dan terjadi bila antara suami dan istri sudah tidak mampu lagi saling memuaskan, saling melayani dan mencari cara penyelesaian masalah yang dapat memuaskan kedua belah pihak. Burgess dan Cottrell (Whitbourne dan Weinstock, 1979 : h.154) melakukan penelitian pada penyesuaian perkawinan mengidentifikasi keintiman sebagai salah satu kontributor utama dalam perkawinan yang sukses. Menurut penelitian Greeff dan Malherbe (2001) dan Tolstedt dan Stokes (1983), keintiman menjadi salah satu faktor prediktif dalam kepuasan perkawinan. Sementara Myers menyatakan dalam bukunya tahun 2005 h.458, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi keintiman yaitu attachment (gaya kelekatan), equity (kesetaraan), dan self-disclosure (keterbukaan diri).

Attachment menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi keintiman. Bowlby (dalam Bartholomew & Horowitz, 1991) juga mengemukakan bahwa attachment menggambarkan seberapa erat ikatan kasih sayang seorang individu dengan pasangannya. Hal inilah yang  mempengaruhi kepuasan individu pada pernikahan yang di jalaninya. Kasus perceraian yang di alami Anang Hermansyah dengan Krisdayanti (selebriti Indonesia) dapat menjadi salah satu contok retaknya rumah tangga di karenakan perselingkuhan. Hubungan keduanya terlihat intim dan saling menyayangi, namun bagaimana hal ini dapat terjadi, salah satunya adalah karena kurangnya attachment antar pasangan yang di miliki. Krisdayanti merasa kurangnya tingkat attachment pada Anang dan membutuhkan orang lain yang lebih baik, serta memiliki attachment yang lebih kuat terhadapnya. Berdasarkan hal inilah peneliti pun tertarik untuk membuat penelitian berjudul ‘Hubungan Kelekatan dengan Kepuasan Pernikahan Pada Dewasa Awal Yang Telah Menikah 2-5 Tahun.’

Penelitian ini dilakukan pada dewasa awal yang telah menikah 2-5 tahun karena pada artikel yang ditulis bisnis.com, Wakil Menteri Agama (Wamenag) Nasaruddin Umar mengungkapkan bahwa tingkat perceraian di tanah air sudah melewati angka 10 persen dari peristiwa pernikahan setiap tahun, atau mencapai 354 ribu kasus. Padahal, ketika ia menjabat Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam dua tahun silam, angka perceraian hanya mencapai 215.000. Nasaruddin prihatin melihat bahwa sekarang 80 persen dari perceraian yang terjadi berasal dari pasangan-pasangan muda yang baru 2-5 tahun berumah tangga. Peneliti bertujuan untuk melihat apakah gaya kelekatan pada pasangan muda dapat mempengaruhi tingkat kepuasan pasangan muda tersebut terhadap pernikahan yang sedang di jalani.

BAB II

VARIABEL

1.2.1 Attachment

Attachment merupakan suatu ikatan emosional yang kuat yang dikembangkan anak melalui interaksinya dengan orang yang mempunyai arti khusus dalam kehidupannya, biasanya orang tua (Mc Cartney dan Dearing, 2002). Bowlby (dalam Haditono dkk,1994) menyatakan bahwa hubungan ini akan bertahan cukup lama dalam rentang kehidupan manusia yang diawali dengan kelekatan anak pada ibu atau figur lain pengganti ibu.

Teori attachment di awali oleh Bowlby pada tahun 1982, ia mencoba memahami pengalaman distress seorang bayi yang di pisahkan dari orang tuanya. Kemudian penelitian ini di kembangkan oleh Hasan dan Saver, mereka menghubungkan penelitian Bowlby dalam konteks hubungan cinta dengan pasangan di masa dewasa. Ikatan emosional yang dikembangkan antara pasangan suami istri adalah sebagian fungsi dari sistem motivasional (attachment behavior system) yang sama ketika memberikan peningkatan pada keterikatan emosional antara bayi dengan pengasuh utamanya. (Hasan dan Saver, 1987)

1.2.2 Kepuasan Pernikahan

Kepuasan pernikahan menurut Bradbury, Fincham dan Beach (dalam Minnotte, Mannon, Steven & Kiger, 2008) merupakan pusat kesejahteraan bagi individu dan keluarga, serta dapat mempengaruhi tingkat perceraian. Schoen, Astone, Rothert, Standish dan Kim (2002) mendefinisikan kepuasan pernikahan sebagai penilaian keseluruhan pada keadaan pernikahan dan refleksi untuk kebahagiaan dan fungsi perkawinan. Klemer (1970) menunjukkan bahwa kepuasan dalam pernikahan dipengaruhi oleh harapan pasangan itu sendiri terhadap pernikahannya, yaitu harapan yang terlalu besar, harapan terhadap nilai-nilai pernikahan, harapan yang tidak jelas, tidak adanya harapan yang cukup,dan harapan yang berbeda.

 BAB III

Keterkaitan Variabel

Attachment menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi keintiman. Bowlby (dalam Bartholomew & Horowitz, 1991) mengemukakan bahwa attachment menggambarkan seberapa erat ikatan kasih sayang seorang individu dengan pasangannya. Menurut penelitian Greeff dan Malherbe (2001) dan Tolstedt dan Stokes (1983), keintiman menjadi salah satu faktor prediktif dalam kepuasan perkawinan. Sementara Myers menyatakan dalam bukunya tahun 2005 h.458, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi keintiman yaitu attachment (gaya kelekatan), equity (kesetaraan), dan self-disclosure (keterbukaan diri). Hal inilah yang memungkinkan attachment memiliki pengaruh terhadap kepuasan individu pada pernikahan yang di jalaninya.

BAB IV

Hipotesis

 Hipotesis dari penelitian ini menurut peneliti adalah :

H0 : Tidak ada hubungan antara attachment dan kepuasan pernikahan.

H1 : Ada hubungan antara attachment dan kepuasan pernikahan.