Perilaku Metroseksual dengan Interpersonal Skill pada Pria

Nama : Alifiga Permatasari

NIM  : 1601240376

Kelas : LC64

BAB I

PENDAHULUAN

1.1     Pendahuluan

Penampilan fisik adalah suatu hal yang sangat diutamakan di era modern. Masyarakat beranggapan penampilan fisik akan menunjukkan identitas mereka, terutama dalam tingkatan social seseorang. Dimana seseorang yang memiliki penampilan yang rapih, dan serasi adalah orang yang memiliki lingkungan social yang bagus, serta kemampuan diri yang bagus. sebalikannya, bila seseorang sama sekali tidak memiliki penampilan fisik yang menarik, serasi akan diangggap seseorang yang memikili kemampuan yang kurang memadai.

Walaupun penampilan fisik begitu penting di kalangan masyarakat tetapi hanya kaum wanita yang sangat mementingkan penampilan fisik pada awalnya. sedangkan kaum pria tidak terlalu memperdulikan tentang penampilan. Namun, seiring berkembangnya waktu banyak perubahan yang terjadi. Berbeda dengan sebelumnya, saat ini kaum pria cenderung memikirkan penampilan fisik mereka. dilihat dari mulai maraknya tempat-tempat perawatan wajah, rambut, dan tubuh untuk pria, serta mulai semakin beragam pilihan fashion yang saat ini tersedia untuk memenuhi kebutuhan pria dalam hal penampilan. Meningkatnya pasar untuk memenuhi kebutuhan para pria dapat dilihat dari survey yang dilakukan oleh Nielsen bahwa laki-laki dan perempuan memiliki kepedulian yang sama ketika berbicara mengenai penampilan dan fashion. Dua per tiga dari kedua gender ini setuju bahwa penting bagi mereka untuk terlihat muda; dan lebih dari setengah jumlah penduduk laki-laki dan perempuan juga setuju bahwa penting terlihat menarik bagi lawan jenis. Bahkan justru pria menganggap terlihat menarik adalah hal yang penting melebihi seorang wanita. Nielsen menyebutkan pria cenderung untuk tidak mengikuti tren fashion hanya 19% sedangkan 56% setuju bahwa memakai pakaian yang menarik dapat meningkatkan kepercayaan diri mereka—angka ini  hanya sedikit lebih rendah dibandingkan perempuan. Dengan survey tersebut menunjukkan bahwa saat ini memang para pria sudah semakin perduli dan menganggap penampilan fisik adalah hal yang sangat penting serta harus diperhatikan. Terlebih lagi bagi pria yang tinggal di kota metropolitan, dimana penampilan menjadi unsur yang sangat penting. Tidak hanya sebagai penunjang rasa harga diri dan percaya diri, tetapi sebagai penunjang dan tuntutan yang mereka dapatkan di dunia pekerjaan. Seperti yang dilansir oleh pemberitaan dari independent.co.uk Jumat (2/5/2014) studi dari lembaga konsultan Bain & Co menyebutkan secara global, 40 persen penjualan barang-barang mewah adalah penjualan produk pria dan angka tersebut terus bertambah (Liputan 6, 2/3/2014).

Semakin maraknya prilaku dimana pria melakukan berbagai perawatan untuk menunjang penampilan mereka selayaknya kaum wanita membuat kaum pria ini mendapat istilah pria metroseksual. Istilah metroseksual ini diangkat dan dibawa ke halayak umum oleh  Mark Simpson seorang fashion kolumnis pada tahun 1994 dalam tulisannya yang berjudul “Male Impersonators: Men Performing Masculinity”. Namun perkembangan istilah ini berjalan sangat lambat dari media ke media. Hingga akhirnya pada bulan Juli 2002, bersamaan dengan berlangsungnya Piala Dunia, Mark Simpson kembali menuliskan sebuah artikel mengenai pria metroseksual pada situs Salon.com, dan seketika istilah dan gaya hidup metroseksual dikenal oleh masyarakat dunia. secara kebetulan atau tidak, sosok David Beckham yang tampil sebagai kapten kesebelasan tim Inggris di Piala Dunia saat itu memikat hati masyarakat karena gayanya yang atraktif dan sangat flamboyan. Sejak saat itu, icon pria metroseksual melekat pada diri David Beckham. Sejak saat itu pula merk-merk fashion papan atas meluncurkan produk untuk pria. Produk kosmetik pun bermunculan dengan label “for men”. Ditambah lagi dengan terbitnya berbagai majalah pria seperti FHM (For Him Magazine), Men’s Health, GQ, dan Ralph. Pria metroseksual  sendiri adalah sosok pria dimana dia memiliki women oriented dalam penampilannya, serta pria yang sangat mencintai dirinya sendiri dan juga kehidupan yang dia jalani di kota besar (Simpson dalam Kartajaya dkk.,2004). Dengan berbagi perawatan dan kepedulian mereka akan penampilan membuat mereka terlihat seperti sosok seorang wanita yang sangat memperhatikan penampilan mereka. padahal sebenarnya seorang pria metroseksual adalah pria yang normal hanya saja memang mereka lebih memperdulikan penampilan fisik. Selain dikarenakan oleh tuntutan, itu adalah sebagai bukti kecintaan dan kepedulian mereka yang langsung mereka aplikasikan terhadap tubuh mereka. sebegitu besar cinta terhadap diri mereka sehingga sebisa mungkin memiliki penampilan yang terbaik. Hal ini juga dilakukan demi mendukung gaya hidup yang mereka jalani dikota besar, dimana kebanyakan pria yang sukses, mapan, atau popular adalah pria yang memiliki penampilan fisik yang juga mendukunng.

Di Indonesia, khususnya di kota metropolitan seperti Jakarta sudah banyak kaum pria yang menjadi sosok pria metroseksual. Akan tetapi mayoritas masyarakat masih menganggap perawatan dan memperhatikan penampilan adalah hal yang dilakukan oleh para wanita. Namun hal itu tidak menyurutkan para pria dalam memperindah diri. Daya pikat menjadi sosok metroseksual tidak bisa dihindari oleh para pria ini. Dimana pria metroseksual memiliki tampilan yang dandy dengan rambut yang selalu rapih dan memiliki model yang sedang uptodate, serta selalu mengenakan pakaian yang serasi dan para pria ini selalu tampil segar dan menarik. Namun, tidak hanya dari segi penampilan saat ini pria metroseksual adalah tipe-tipe laki-laki yang memiliki materi berlimpah, dengan pola hidup bergerak menjangkau kota-kota metropolis yang menyediakan segala hal yang terbaik seperti klub, spa, salon, butik, penata rambut, restoran, dan toko (Handoko, 2004). Para pria ini tidak hanya apik secara fisik, mereka juga dituntut untuk apik secara prilaku dimana mereka harus bisa untuk mengendalikan emosi dan amarah mereka serta memiliki interaksi yang baik dengan orang lain. Hal ini dikarenakan semakin baik kemampuan mereka untuk berinteraksi dengan orang lain, maka akan semakin menarik pula diri mereka. memiliki interaksi yang baik serta pengendalian emosi yang baik juga akan membuat orang lain menilai pria tersebut sebagai sosok yang memiliki interpersonal yang baik.

Interpersonal yang baik sangatlah diperlukan untuk menjalin relasi dengan orang lain. Memang penampilan fisik adalah hal yang penting, karna penampilan fisik menjadi nilai awal orang lain melihat dan menilai kita. Itu yang membuat para pria menjadi pria metroseksual. Akan tetapi interpersonal yang baik juga sangatlah penting, maka dari itu para pria yang telah memiliki tampilan yang indah harus dibarengi dengan interpersonal skill yang indah pula. Interpersonal skill sendiri merupakan keterampilan untuk dapat mengenali dan merespon perasaan, sikap, prilaku, dan motivasi yang ditunjukkan oleh orang lain (Interpersonal Skill, 2007). Interpersonal skill akan menunjukkan bagaimana seseorang mampu untuk membangun hubungan yang harmonis dengan memahami dan merespon orang lain dengan baik (Interpersonal Skill, 2007). Untuk dapat merespon dan membangun hubungan yang baik dengan orang lain, seseorang harus bisa mengendalikan emosi yang ada pada dirinya. Tidak hanya itu, juga harus mampu melihat situasi yang ada dan mengambil suatu keputusan atau sikap yang tepat dalam situasi tersebut. Hal itu demi terciptanya hubungan yang baik dengan orang lain. Karena manusia adalah makhluk yang tidak dapat hidup sendiri. Maka dari itu, penampilan fisik memang sangatlah penting, sehingga menyebabkan para pria menjadi sosok metroseksual demi memenuhi kualifikasi dalam hal penampilan, akan tetapi interpersonal skill juga sangat penting untuk mendukung image yang telah dibangun melalui penampilan fisik yang menarik.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Perilaku metroseksual

Menurut Trubo (dalam Irnida, 2005) pria metroeksual adalah sosok pria normal, sensitive, dan memiliki pendidikan yang baik, serta tinggal dikota yang besar dan memiliki unsur feminism yang tinggi, sehingga mereka dapat menghabiskan waktu untuk melakukan perawatan dan berbelanja tiap minggunya.

Seperti yang diungkapkan oleh Sumardi (2003) pria metroseksual merupakan pria yang selalu mengikuti perkembangan fashion, dan selalu menginginkan produk terbaru serta memiliki sosialisasi yang tinggi.

Simpson (dalam Irnida, 2005) mengungkapkan pria metroseksual merukapan pria yang terobsesi dengan penampilan dan selalu memanjakan dirinya. Mereka seringkali melakukan perawatan wajah dan tubuh. Banyak dari pria metroseksual yang menghabiskan waktunya untuk perawatan wajah di salon, dan melakukan perawatan tubuh dengan melakukan fitness secara rutin (Apsari, 2012).

Dari beberapa teori diatas dapat disimpulkan bahwa pria metroseksual adalah sosok pria normal yang hidup di kota besar dan memiliki orientasi tinggi dalam merawat tubuh dan penampilan mereka, serta didukung oleh pendidikan yang tinggi dan sosialisasi yang bagus.

Dengan semakin banyaknya pria yang menjadi sosok pria metroseksual akan semakin terlihat perbedaan yang jelas antara pria yang kurang memperhatikan penampilan mereka, dengan pria metroseksual yang sangat memperhatikan penampilan mereka. Seperti yang diungkapkan oleh Kartadjaya dkk (2004) bahwa sebenarnya seorang pria metroseksual memiliki beberapa ciri-ciri yang dapat terlihat, yaitu kebanyakan dari pria metroseksual ini berdomisili di kota besar sehingga memiliki akses informasi dan pergaulan yang lebih luas. Mereka juga biasanya berasal dari keluarga yang mapan, karena menjadi pria metroseksual membutuhkan banyak sekali biaya yang dikeluarkan. Pada umumnya mereka memiliki penampilan yang rapih, klimis, stylish dan sangat memperhatikan penampilan, serta melakukan perawatan tubuh.

Menurut Attler & Armstrong (dalam Apsari, 2012) ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses perilaku pria metroseksual, seperti kelas social, peran dan status, pekerjaan, situasi ekonomi, gaya hidup, dan gabungan antara motivasi, persepsi, pengetahuan, keyakinan dan sikap dari metroseksual itu sendiri.

 

2.2 Interpersonal Skill

Interpersonal skill merupakan hal yang penting untuk masyarakat dimana masyarakat dituntut untuk memiliki kemampuan intrapersonal yang baik untuk menjalin komunikasi dan berinteraksi dengan orang lain dalam lingkungan masyarakat (Segrin,1992). Seperti yang dikemukakan oleh Riggio dan Reichard (2008) bahwa interpersonal skill merupakan hal yang dimiliki oleh seorang individu untuk dapat membaca dan memahami setiap situasi yang ada, kemudian dapat menempatkan diri sesuai dengan peran yang mereka miliki, serta dapat memecahkan masalah dan mengambil keputusan yang sesuai dengan situasi yang ada saat itu.

Seorang psikolog, Lazer juga menyatakan bahwa interpersonal skills adalah hal yang paling penting dalam kemampuan diri manusia (Wahyuni, 2011). Menurut Humprhey, kegunaan kreatif dari pikiran manusia yang paling besar adalah cara untuk mempertahankan hubungan sosial manusia secara efektif (dalam Wahyuni, 2011). Banyak orang yang mampu bertahan dalam hubungan sosial yang baik karena didukung oleh sikap yang diambil untuk bisa membaca tingkah laku seseorang, serta segala konsekuensi dari sikap yang diambil.

Gadner semakin menguatkan pengertian diatas, dimana Gadner menjelaskan bahwa interpersonal adalah kemampuan seseorang untuk mengetahui dan menerima perbedaan dalam suasana hati (moods), kehendak (intention), motivasi (motivation), perasaan dan dorongan yang ada pada diri orang lain meskipun hal-hal tersebut tersembunyi, termasuk kepekaan pada ekspresi emosi, suara, gesture, dan kemampuan untuk memberikan respon secara efektif pada sinyal-sinyal tersebut dengan cara pragmatis (dalam Wahyuni, 2011).

Dari berbagai penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa interpersonal skill adalah kemampuan yang dilimiki seorang individu dalam melihat dan menerjemahkan berbagai informasi yang mereka terima, serta dapat mengekspresikan informasi tersebut dengan tepat.

2.3 Pria pada Dewasa Awal

Remaja merupakan masa perkembangan yang terjadi pada manusia. Masa remaja sendiri berada dimasa setelah menjadi anak-anak dan menjelang menjadi sosok yang lebih dewasa lagi (Feidman,2013). Setelah fase remaja ini selesai, manusia akan maju ke tahap transisi yang disebut dengan emerging adulthood dimana pada fase ini seseorang yang sudah mulai memasuki fase dimana masa remaja mereka telah selesai dan mulai memasuki masa dewasa awal (Freidman,2013).

Kebanyakan orang akan memasuki usia dewasa awal ketika usia mereka memasuki 18-25 tahun, dimana mereka memiliki kondisi fisik yang paling bagus diantara usia mereka yang lain, kemubian mereka juga merefleksikan segala sesuatu yang mereka lihat atau ketahui secara cepat (Freidman, 2013). Pada usia ini, bentuk tubuh akan memiliki perubahan secara fisik, perubahan ini juga akan mempengaruhi kehidupan social mereka karena mereka mulai memikirkan untuk menjalin kedekatan dengan lawan jenis dan mencari karir yang sesuai dengan mereka (Freidman, 2013).

Seperti yang diungkapkan oleh Ericson (Freidman, 2013) bahwa manusia memiliki delapan tahapan perkembangan yang berbeda disetiap usia yang mereka jalani. Untuk rentan usia dewasa awal yaitu 18-25 tahun, erikson mengungkapkan bahwa manusia berada pada fase perkembangan intimacy vs isolation, pada tahap ini seorang individu akan fokus untuk membangun dan mengembangkan hubungan dan kedekatan dengan orang lain (Freidman, 2013). Hal ini dilakukan agar mereka tidak terperangkap dalam tahap yang membuat mereka kesepian dan takut akan hubungan dengan orang lain (Freidman, 2013). Ketika mereka berhasil melewati tahap ini mereka akan memiliki relasi, hubungan dan kedekatan yang baik dengan orang lain secara fisik, dan emosi.

Perubahan individu menjadi sosok dewasa awal juga tentunya tidak lepas dari pengaruh social, karena perubahan mereka juga akan mempengaruhi kehidupan social mereka. Seperti yang diungkapkan oleh Hurlock (1980) dimana terdapat beberapa fakto yang mempengaruhi situasi social pada masa dewasa awal, antara lain:

  1. Mobilitas Sosial

Orang dewasa yang memiliki keinginan untuk meningkatkan status sosialnya, cenderung akan giat untuk menjalin hubungan dan mengikuti organisasi masyarakat yang dapat membantu untuk naik ke jenjang yang lebih tinggi.

  1. Status Sosio-Ekonomi

Dengan status sosial-ekonomi yang lebih baik, orang dewasa cenderung dapat berperan dalam berbagai kegiatan sosial, baik itu untuk orang dewasa yang telah menikah atau pun yang belum menikah.

  1. Lamanya Tinggal dalam Suatu Kelompok Masyarakat

Banyak pula orang dewasa yang pindah dari satu lingkungan ke lingkungan lainnya untuk dapat menemukan teman baru melalui partisipasi aktif dalam kegiatan sosial atau organisasi masyarakat.

  1. Kelas Sosial

Orang dewasa yang memiliki kelas sosial lebih tinggi dan menengah lebih mudah untuk bersosialisasi dengan orang lain dan lebih sering aktif dalam berbagai organisasi masyarakat dibandingkan dengan yang kelas sosialnya rendah.

2.4 Kerangka Berfikir

Memperhatikan penampilan adalah hal yang sangat penting dan wajib untuk pria saat ini. Penampilan tidak hanya berfungsi sebagai factor pendukung, tetapi penampilan juga sebagai salah satu factor penting dalam penilaian image untuk para pria ini. Pria metroseksual adalah sosok pria yang sangat memperhatikan penampilan mereka. Para pria ini rela melakukan perawatan wajah, tubuh, dan sering kali berbelanja demi mengejar fashion dan produk terbaru. Banyak hal yang harus mereka korbankan untuk mendapat penampilan yang sempurna, seperti waktu dan biaya. Karena untuk melakukan berbagai perawatan dan membeli barang terbaru membutuhkan waktu dan juga biaya yang tidak sedikit.

Penampilan merupakan factor yang penting, sehingga mereka tidak segan untuk melakukan perawatan dan menjadi pria metroseksual. Namun, untuk memiliki relasi yang baik dengan lingkungan dan individu lain mereka juga harus memiliki kemampuan yang bagus dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Interpersonal skill menjadi factor penting dalam menjalin dan menjaga relasi dengan orang lain.  Karena apabila seseorang hanya menjadi sosok pria metroseksual tanpa memiliki interpersonal skill yang bagus dia akan tetap kesulitan dalam menjalin relasi dengan orang lain sebab dia tidak mampu untuk beradaptasi dan memiliki komunikasi yang baik. Begitu juga sebaliknya, apabila hanya memiliki interpersonal skill yang baik namun tidak memiliki penampilan yang baik maka orang lain akan cenderung tidak memperhatikan individu tersebut.

Berdasarkan uraian diatas dapat diperoleh dugaan sementara bahwa ada hubungan antara prilaku metroseksual dengan interpersonal skill pada pria, dimana pria yang menjadi sosok pria metroseksual dan memiliki penampilan yang menarik, serta memiliki interpersonal skill yang bagus akan mendukung mereka dalam menjalin relasi dengan orang lain.

Referensi

Apsari, F. (2012). Hubungan antara kecenderungan narsisme dengan minat membeli kosmetik

asing pada pria metroseksual. Talenta Psikologi. Vol 1. No 2. 183-202. diunduh dari https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&ei=5ycrVdbTA4ufugSp94CoDg&url=http://jurnal.usahidsolo.ac.id/index.php/talenta/article/view/61/52&ved=0CCEQFjAC&usg=AFQjCNFGIOeWC8zGJpdLmKCEdXKb2Lq8oA&sig2=EAASjdYwDgEmzQBAcresng

Freidman, R.S. (2013). Psychology and your life. New York:McGraw-Hill.

Handoko, T. (2000) Metroseksualitas dalam iklan sebagai wacana gaya hidup postmodern. Vol

  1. No.2. diunduh http//puslit.petra.ac.id/journals/design/.

Hurlock, Elizabeth B. (1980). Development psychology a life-span approach. New York:

McGraw-Hill.

Kartajaya, H.. Yuswohady. Madyani. D.,Christynar, M. & Indrio. B.D. (2004). Metrosexuals in

Venus : Pahami Perilakunya. Bidik Hatinya, Menangkan Pasarnya. Jakarta : Mark Plus &

Co.

Riggio, R.E. & Reichard, R.J. (2008). The emotional and social intelligences of effective

leadership: An emotional and social skill approach. Journal of Managerial Psychology, 23 (2), 169-185 diunduh dari http://www.researchgate.net/profile/Ronald_Riggio/publication/228634680_The_emotional_and_social_intelligences_of_effective_leadership_An_emotional_and_social_skill_approach/links/00b495344101724e9e000000.pdf

Sergin, Chris. (1999). Social skill, stressful life events, and the development of psychosocial Problems. Journal of Social and Clinical Psychology: Spring 1999; 18, 1: Proquest pg. 14

Wahyuni, A. (2011). Mengasah interpersonal skill mahasiswa calon pendidik. Vol 1. No.1.